Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pelita IV, Di Mana Anda Bekerja ?

CSIS & ISEI, mengadakan peninjauan kembali dan melihat masa depan ekonomi Indonesia serta menyodorkan saran-saran kepada pemerintah untuk meningkatkan padat karya dalam proses pembangunan.

19 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA melihat adanya dua "hantu" yang membayangi ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun mendatang, yaitu resesi dunia yang belum diketahui kapan berakhirnya dan menurunnya penerimaan dari minyak bumi. Saran yang disodorkan Pusat Pengkajian masalah-masalah Internasional dan Strategis (CSIS) dalam seminarnya akhir pekan lalu lebih menekankan perlunya dipercepat dan diperluasnya laju industri. "Menurut saya, pembangunan industri harus jalan terus dan kalau perlu harus ditingkatkan lagi," kata Menteri Perindustrian A.R. Soehoed dalam seminar yang mengambil tema "Industrialisasi Dalam Rangka Pembangunan Nasional" itu. Secara terperinci Menteri Soehoed mengungkapkan rencana departemennya yang akan membangun 30 proyek kunci pada pertengahan 1980, dan setidaknya sebelum 2 tahun sudah bisa beroperasi sekitar 10 proyek. Ia tidak mau tahu dari mana sumber dananya berasal "Kalau perlu, sekitar 50 persen cadangan devisa digunakan," katanya. Dengan "modal" cadangan devisa sekitar US$ 3,5 milyar itu, ia memperkirakan Indonesia dapat memancing investasi sedikitnya US$ 10 milyar. Soehoed percaya bila gagasannya ini terwujud, pada akhir Pelita 111 atau awal Pelita IV (1985/1986), pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terkatrol lagi. Menurut perkiraannya, penerimaan dari minyak akan menurun, penerimaan gas alam naik, dan industri dalam keadaan lebih kuat. "Mumpung kita mempunyai cadangan devisa yang bisa dimanfaatkan," katanya. Dalam mengejar keadaan ekonomi yang lebih baik itu, ia tampaknya kurang memperhatikan faktor tenaga kerja. "Tenaga kerja nantinya toh akan tersedot oleh perluasan industri," kata A.R. Soehoed. Pengangguran Meningkat. Namun masalah tenaga kerja yang agak "disisihkan" dalam seminar CSIS di Hotel Kartika Chandra Jakarta itu, justru mendapat perhatian khusus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Masalah pokok yang dibahas dalam sidang plenonya 10-12 Desember lalu di Yogyakarta itu ialah "Kesempatan Kerja di Indonesia, sebagai penjelmaan masalah utama yang dihadapi Indonesia sekarang." "Presiden telah sependapat dengan hasil sidang pleno ISEI, bahwa masalah kesempatan kerja perlu mendapat perhatian khusus," kata Arifin M. Siregar, Ketua Umum ISEI selesai melaporkan hasilnya kepada Presiden Soeharto di Bina Graha Senin lalu. ISEI berpendapat: untuk sementara pemerintah harus puas dengan prestasi gemilang dalam mengatasi kekacauan moneter dan pertumbuhan ekonomi yang nyaris nol pada awal Orde Baru itu Laju inflasi dapat ditekan kurang dari 10% dalam 1981 dan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% setahun selama Pelita III sekitar 6-7% saja. "Dengan tercapainya stabilitas moneter dan pertumbuhan ekonomi yang pesat itu, timbul perubahan dalam aspirasi dan prioritas masyarakat," kata Arifin menyimpulkan hasil sidang pleno. Keinginan yang lebih penting dan mendesak ialah meratakan hasil pembangunan. "Dan kesempatan kerja merupakan salah satu jalur untuk n-encapai tujuan pemerataan itu," tambahnya. Pertumbuhan angkatan kerja selama 1971-1977, rata-rata 3,1% setahun, kelihatan lebih cepat dibanding pertumbuhan lapangan kerja yang cuma 2,7% itu. Kalau masalah ini tidak segera diatasi, pada akhir Pelita IV nanti jumlah tenaga kerja diperkirakan akan menggelembung menjadi 71,7 juta orang. Artinya, selama Pelita IV saja akan muncul setidaknya 8,9 juta tenaga kerja baru. Sedang lapangan kerja yang tersedia diperkirakan hanya mampu menyerap 6,9 juu orang. "Ini berarti, tingkat pengangguran terbuka akan jauh lebih tinggi dibanding dasa warsa yang lampau," kata Ketua Umum ISEI itu kepada wartawan. Tidak Menggembirakan Tapi ISEI dalam diskusinya di Yogya itu tidak menutup mata pada keadaan ekonomi yang tidak bakal cerah seperti resesi dunia dan akibatnya bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Keadaan ekomomi yang tidak menggembirakan itu pasti akan mengakibatkan membengkaknya pengangguran. Karena itu, strategi pembangunan nasional harus dilandaskan pada asas pemerataan kesempatan kerja dan berusaha yang produktif. "Perluasan kesempatan kerja seyogyanya ditempatkan sebagai dasar utama strategi pembangunan nasional," kata Arifin. Beberapa saran yang disodorkan ISEI kepada pemerintah antara lain perlu peningkatan kadar padat karya dalam proses pembangunan dan produktivitas tenaga kerja. Toh para sarjana ekonomi ini tidak menutup kemungkinan adanya usaha yang tidak perlu padat karya seperti pengilangan minyak, pabrik gas alam cair (LNG), industri baja Cilegon dan proyek industri padat modal lainnya. Cuma untuk proyek yang bisa dilaksanakan padat karya, pemerintah harus mengupayakan agar makin banyak tenaga kerja yang tertampung. Yang perlu mendapat perhatian khusus, agaknya sektor pertanian yang melibatkan sekitar 63,6% dari seluruh tenaga kerja dalam 1979. Untuk memecahkan masalah itu, menurut Arifin, perlu ada perencanaan pendidikan tenaga kerja di luar sektor pertanian. "Dus tidak hanya mengarahkan mereka untuk menjadi petani semata," katanya. Agaknya keprihatinan ISEI ini sejalan dengan yang dirasakan peserta "Temu Karya Kesempatan Kerja, Kemiskinan dan Mobilitas Penduduk Daerah Pedesaan" yang diselenggarakan Leknas/LIPI 7-9 Desember lalu di Sala. Pengangguran di desa semakin membengkak karena pemilik tanah di bawah 0,5 hektar meningkat dari 46% tahun 1973 menjadi 66%. pada 1980. Kesimpulan yang dicapai mirip ISEI: persoalan pokok yang tetap menghantui dan perlu penanganan lebih serius ialah pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja yang lebih cepat dibanding kesempatan kerja yang tersedia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus