Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Berawal dari Seratus Hektare

Rencana pembangunan bandar antariksa di Biak Utara, Biak Numfor, Papua, terus disebut-sebut pemerintah meskipun masyarakat pemilik tanah adat menolaknya. Kajian Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional pun mengungkap tingginya risiko bencana di lokasi itu. 

2 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rencana pembangunan bandar antariksa di Biak mengerucut pada 1990 sejak perusahaan asal Amerika Serikat mendekati Lapan untuk menjajaki kemungkinan kerja sama.

  • Alasan pemilihan Biak adalah Lapan memiliki aset tanah seluas 100 hektare yang dikuasai sejak 1980.

  • Lokasi calon bandar antariksa rawan bencana gempa bumi dan tsunami.

Mengapa Pulau Biak

DALAM Jurnal Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa 2021 disebutkan rencana pembangunan bandar antariksa di Biak, Papua, bermula ketika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menerbitkan “Studi Kelayakan Bandar Antariksa Ekuator Biak” pada 1990. Sebelumnya, wacana pembangunan bandar antariksa di Indonesia ada sejak 1985 dengan empat calon lokasi: Enggano, Nias, Morotai, dan Biak.

Keunggulan Biak antara lain telah ada lahan seluas 100 hektare di Saukobye. Selain itu, posisi Biak yang dekat dengan khatulistiwa dianggap strategis dalam keantariksaan dibanding tiga lokasi lain. Pesaing Biak di dunia hanya dua, yaitu Kourou (Guyana) dan Alcântara (Brasil).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lapan juga mengadakan survei dengan China Great Wall Industry Corporation yang hasilnya menunjukkan secara geografis lokasi calon bandar antariksa di Saukobye dianggap sangat strategis karena berada persis di pinggir laut menghadap Samudra Pasifik. Selain itu, tak ada pulau kecil ataupun besar di dekatnya.

Menurut Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional Robertus Heru Tri Harjanto, rencana pembangunan bandar antariksa Biak bermula pada 1990, saat perusahaan Amerika Serikat, E'Prime Aerospace, mendatangi Lapan untuk membuat kajian bersama tentang potensi peluncuran satelit di Biak. "Karena posisinya lebih dekat dengan khatulistiwa, akan lebih efisien untuk mencapai orbit, terutama yang sudut inklinasinya rendah seperti satelit telekomunikasi," kata Robertus.

Namun pembahasan rencana pembangunan bandar antariksa dengan E'Prime berhenti. Pada 2019, pemerintah Indonesia menawari Elon Musk, pemilik SpaceX, berinvestasi di Biak. Namun, menurut Robertus, perusahaan tersebut saat itu mengatakan, untuk meluncurkan satelit, mereka telah memiliki tempat di negara asalnya, Amerika Serikat.

Meski begitu, Indonesia tetap mengejar peluang investasi SpaceX lantaran perusahaan antariksa komersial tersebut tengah mengembangkan penerbangan antarbenua dengan roket. Karena itu, mereka membutuhkan tempat untuk lepas landas dan mendarat di Asia. Indonesia dianggap potensial untuk mewujudkan gagasan tersebut.

Sementara itu, dalam kajian pembangunan bandar antariksa yang dibuat Pusat Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa Lapan disebutkan banyak kendala yang akan muncul jika bandar antariksa dibangun di Biak. Yang pertama disinggung adalah lahan 100 hektare dianggap tak cukup untuk keperluan bandar antariksa yang lengkap. Kebutuhan lahan diperkirakan sampai tujuh kali lipat dari lahan saat ini.

Selain itu, jarak lokasi pembangunan dengan permukiman dinilai terlampau dekat. Dalam kajian itu disebutkan jarak lokasi dengan permukiman minimal 5 kilometer. Robertus menjelaskan, di Biak hanya dapat dibangun bandar antariksa berskala kecil. Ia menyebutkan keamanan jangkauannya 300-400 hektare atau 3-4 kilometer. Adapun jarak dengan permukiman terdekat saat ini hanya 1,4 kilometer.

Kondisi tanah di Biak yang bergelombang juga dianggap tak sesuai dengan kriteria. Jalan menuju lokasi pun cukup jauh sehingga diperlukan waktu lama apabila harus dilakukan pengangkutan menggunakan jalur darat. Polemik tentang ganti rugi pun disinggung dalam kajian tersebut sebagai hal yang memberatkan rencana pembangunan.

Menurut Lukman, koordinator Kantor Lapan Biak, hingga saat ini belum ada keputusan apa pun mengenai rencana pembangunan bandar antariksa. "Sebelum Lapan melebur menjadi BRIN, bandar antariksa itu akan dibangun mulai 2022. Sekarang masih dikaji ulang," tuturnya, Jumat, 4 Maret lalu. Dia mengatakan Kepala BRIN meminta beberapa persoalan diselesaikan dulu sehingga tidak ada masalah saat pembangunan berlangsung.

Adapun rencana pembangunan bandar antariksa ini tertuang dalam Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan 2016-2040 yang ditetapkan menjadi Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2017. Pada 2040 ditargetkan tersedia jasa komersial keantariksaan berupa peluncuran wahana ke orbit bumi rendah dengan roket pengorbit satelit sendiri dari bandar antariksa di Indonesia.

BUDHY NURGIANTO (BIAK), DINI PRAMITA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Dini Pramita

Dini Pramita

Dini Pramita saat ini adalah reporter investigasi. Fokus pada isu sosial, kemanusiaan, dan lingkungan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus