Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pulau Kelawasan di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, resmi ditetapkan sebagai kawasan lindung dan akan menjadi lokasi pusat suaka orang utan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Proyek ini merupakan hasil kerja sama antara Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD), Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), dan Kementerian Kehutanan, sebagai bagian dari upaya konservasi satwa endemik Kalimantan di tengah pembangunan ibu kota negara yang baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ketua YAD, Hashim Djojohadikusumo, menjelaskan bahwa pembangunan suaka ini ditujukan khusus bagi orang utan jantan dewasa yang tidak memungkinkan lagi dilepasliarkan ke alam liar.
“Banyak orang utan dewasa yang kalau dilepasliarkan pasti mati karena cari makannya susah. Kita carikan tempat lingkungan yang nyaman bagi orang utan dewasa di alam yang terbuka, maka kita pilih Pulau Kelawasan,” ujar Hashim dalam acara syukuran pembangunan suaka pada Rabu, 9 April 2025, dikutip dari situs IKN.
Pulau Kelawasan memiliki luas sekitar 14 hektare dan kini masuk dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. Kawasan ini dinilai memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi dan nilai konservasi yang signifikan, menjadikannya cocok untuk pengembangan habitat jangka panjang bagi orang utan.
Fasilitas untuk Aktivitas Orang utan
Suaka orang utan ini akan dilengkapi sejumlah sarana penunjang yang dirancang menyerupai lingkungan alami. Fasilitas tersebut mencakup shelter sebagai tempat berlindung, feeding platform untuk pemberian pakan harian yang dilengkapi dengan kolam air minum, serta feeding plus yang berfungsi sebagai area perawatan dan pemeriksaan kesehatan satwa.
Pusat suaka ini tidak hanya menjadi tempat tinggal permanen bagi orang utan jantan dominan yang tidak bisa dikembalikan ke alam, tetapi juga akan menjadi pusat edukasi lingkungan bagi masyarakat luas.
Kehadiran fasilitas ini diharapkan dapat mendukung konsep "forest city" yang menjadi identitas IKN, yaitu sebuah kota yang tumbuh selaras dengan alam dan menjamin perlindungan terhadap flora serta fauna lokal.
Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, menyampaikan apresiasinya terhadap kontribusi YAD.
"Saya ucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya pada Yayasan Arsari Djojohadikusumo atas kegiatan lingkungan ini. Mudah-mudahan kerja sama ini dapat terus kita lanjutkan dengan lebih baik," ujar Basuki pada Kamis, 10 April 2025, dilansir dari Antara.
Dikhawatirkan Jadi Alibi Perusakan Habitat
Meskipun proyek ini dinilai sebagai langkah positif dalam konservasi, sejumlah pihak menyampaikan kritik. Greenpeace Indonesia, melalui Juru Kampanye Hutan, Iqbal Damanik, menyatakan kekhawatiran bahwa keberadaan suaka ini justru dapat dijadikan pembenaran atas perusakan habitat alami orang utan yang masih tersisa di Kalimantan Timur.
“Sering pembangunan suaka menjadi argumentasi bahwa upaya pengrusakan habitat orang utan di wilayah Kalimantan seakan-akan diperbolehkan, karena sudah ada suakanya,” kata Iqbal saat dihubungi pada Kamis, 10 April 2025.
Ia menekankan bahwa perlindungan terbaik bagi orang utan adalah menjaga habitat aslinya tetap utuh. Iqbal juga menyoroti keterlibatan Hashim Djojohadikusumo, yang menurutnya memiliki sejarah panjang dalam penguasaan konsesi industri kehutanan di Kalimantan Timur.
“Ini bisa dianggap sebagai upaya cuci tangan. Karena sejarah Hashim di Kalimantan Timur tidak bisa dilepaskan dari perusahaan hutan tanaman industri, bahkan jauh sebelum IKN diinisiasi, yang menyebabkan rusaknya habitat orang utan." tegasnya.
Menurut Iqbal, jika Hashim benar-benar peduli terhadap kelangsungan hidup orang utan, maka langkah utama yang harus diambil bukan sekadar membangun suaka, melainkan memulihkan kawasan hutan yang telah rusak akibat aktivitas industri.
"Cara melindungi orang utan yaitu dengan melindungi habitatnya. Dalam konteks di Kalimantan saat ini, itu menjadi pertanggungjawaban bagi Hashim juga untuk melakukan pemulihan,” tambah Iqbal.
Pembangunan pusat suaka orang utan di Pulau Kelawasan mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan ambisi pembangunan Ibu Kota Nusantara dengan pelestarian lingkungan. Meski mendapat sorotan kritis, proyek ini tetap dinilai sebagai bentuk nyata keterlibatan sektor swasta dalam upaya konservasi satwa.
Keberlanjutan proyek ini akan sangat bergantung pada komitmen lintas lembaga serta keterlibatan publik dalam mengawal keberadaan kawasan lindung di tengah ekspansi wilayah urban baru. Di tengah risiko kehilangan habitat alami bagi spesies langka seperti orang utan, pusat suaka seperti di Kelawasan bisa menjadi langkah mitigasi, meskipun bukan solusi utama.
Nandito Putra turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Kelahiran Orang Utan Kalimantan di Bandung Zoo