Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Dalam beberapa hari terakhir cuaca di Bandung terasa berubah di musim hujan. Cuaca yang cerah sepanjang hari meskipun diliputi awan, kadang diselingi gerimis sesaat dan panas siang hari yang menyengat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan selama beberapa hari terakhir cuaca Bandung didominasi cerah berawan hingga berawan dengan potensi hujan ringan di sore dan malam hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Stasiun Geofisika BMKG Bandung Teguh Rahayu mengatakan taksiran suhu minimum Bandung berkisar 21–22 derajat Celcius. “Suhu maksimumnya sekitar 31 – 32,8 derajat Celcius,” ujarnya lewat jawaban tertulis, Sabtu, 4 Januari 2025.
Menurut BMKG, angin monsun Asia yang disertai fenomena La Nina lemah masih menjadi faktor dalam potensi hujan di wilayah Jawa Barat, termasuk Bandung dan sekitarnya. Selain itu ada sirkulasi siklonik di utara Kalimantan dan Samudra Hindia di selatan Jawa yang mempengaruhi kecepatan angin di wilayah Jawa Barat termasuk Bandung sehingga menjadi lebih kencang di kisaran 5-22 kilometer per jam.
Kelembapan udara di lapisan bawah hingga atas cenderung basah dan labilitas lokal yang kuat mendukung pertumbuhan awan konvektif secara lokal sehingga menciptakan variabilitas cuaca. “Jadi untuk siang hari panas karena ada proses konveksi dan karena angin yang bertiup cukup kencang menjadikan cuaca cerah berawan dan cukup panas,” ujar Rahayu.
Sementara itu, menurut peneliti klimatologi dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin, fenomena yang disebut Mini ENSO (El Nino-Southern Oscillation) menyebabkan hujan di Pulau Jawa menjadi minim. Sejak awal Januari 2025 hingga dasarian kedua berakhir, seluruh gangguan cuaca di Samudra Hindia selatan Jawa telah mereda sehingga cuaca cenderung cerah dan minim awan dan hujan terjadi di sebagian besar Jawa.
Kondisi itu didukung oleh bibit siklon 94S di selatan Samudra Hindia yang telah menjauhi Indonesia karena efek pendinginan suhu permukaan laut di selatan Jawa yang kian meluas. Pendinginan suhu muka laut di selatan Jawa dan sebaliknya, yaitu pemanasan suhu muka laut di pesisir barat Australia, menurutnya, telah diteliti dengan sebutan fenomena Mini ENSO. “ENSO adalah sebutan untuk fenomena El Nino atau La Nina yang biasa terjadi di Samudra Pasifik,” kata Erma kepada Tempo, Sabtu.
Fenomena mini-ENSO yang ditandai dengan pendinginan suhu ini juga jadi sebab utama kondisi minim awan di selatan Jawa. Suhu muka laut yang mendingin ini juga menjadi faktor penyebab bibit siklon tropis 94S tidak bisa berada di dekat pesisir Jawa.
Pembahasan mengenai fenomena mini-ENSO ini mengemuka pada saat diskusi ilmiah tim periset di Kelompok Riset Interaksi Atmosfer-Laut dan Variabilitas Iklim BRIN. Untuk wilayah tenggara Indonesia, masih ada potensi pembentukan tekanan rendah, khususnya di selatan Bali, sehingga hujan masih dapat terbentuk di Bali, Lombok, dan wilayah NTT.
Kondisi ini, menurut Erma, dapat dimanfaatkan untuk melakukan berbagai perbaikan drainase, jalan, dan infrastruktur yang rusak akibat banjir selama bulan Desember 2024 lalu. Sebab, peningkatan hujan dapat kembali terjadi pada dasarian ketiga Januari 2025 yang berkaitan dengan aktivitas pertumbuhan badai vortek di Samudra Hindia dekat barat daya Banten. Selain itu angin dari utara juga diprediksi menguat pada pertengahan hingga akhir Januari 2025.
Namun demikian, pemantauan terhadap kondisi mini-El Nino perlu terus dilakukan karena jika terus berlanjut maka dapat menyebabkan kondisi kering selama Januari 2025. “Dampak Mini ENSO ini masih minim studi, namun berpotensi hanya berlaku untuk Jawa,” katanya. Sementara wilayah di utara ekuator seperti Sumatra dan Kalimantan masih berpotensi terjadi hujan deras.