Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Masyarakat Desa Wadas menolak penambangan batu andesit untuk proyek bendungan Bener.
Pemerintah memaksakan penambangan memakai aturan yang menabrak konstitusi.
Dua kesalahan keputusan Gubernur Ganjar Pranowo.
PEMBANGUNAN bendungan Bener di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, adalah salah satu dari ratusan proyek strategis nasional yang ditetapkan Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Peraturan ini berubah tiga kali sejak 2017, 2018, dan terakhir 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk proyek strategis nasional, aturan tersebut menyatakan bahwa pengadaan tanahnya mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan UU Cipta Kerja yang mengubah beberapa pasal dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kekisruhan dan pemelintiran hukum yang berujung pada penggusuran, sejumlah tindak kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat kepolisian di Desa Wadas berawal dari terbitnya Keputusan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Nomor 590/41 Tahun 2018 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Bendungan Bener pada Juni 2018.
Keputusan Gubernur Ganjar Pranowo itu merujuk pada rencana pemerintah mempercepat pembangunan sejumlah proyek strategis nasional dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tersebut yang diubah menjadi Perpres Nomor 58 Tahun 2017. Surat keputusan Gubernur Ganjar yang menetapkan lokasi tanah bendungan seluas 592 hektare dengan memasukkan sejumlah lokasi untuk penambangan batuan andesit yang diperlukan untuk membangun fondasi. Batuan andesit itu berada di lokasi di luar rencana tapak bendungan. Salah satunya Desa Wadas yang berpenghuni dan area pertanian subur sumber penghidupan masyarakat setempat, belasan kilometer dari rencana tapak bendungan.
Masalahnya, penetapan lokasi penggalian batuan andesit untuk bendungan sebagai lokasi pengadaan tanah proyek strategis nasional oleh Gubernur Ganjar Pranowo tidak memiliki dasar hukum. Dari 24 jenis kegiatan yang dikategorikan sebagai pembangunan untuk kepentingan umum, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan Undang-Undang Cipta Kerja, tidak mencakup kegiatan pertambangan.
Betul bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan bendungan, waduk, saluran irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, serta bangunan pengairan lain adalah satu kelompok dari 24 jenis pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Tapi kedua undang-undang tersebut tidak menyebutkan pengadaan tanah untuk kegiatan pembangunan bendungan, waduk, saluran irigasi, apalagi melalui kegiatan pertambangan.
Dengan kata lain, kegiatan pertambangan batu andesit untuk pembangunan bendungan Bener di Desa Wadas tidak bisa dilakukan dengan mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Ini kesalahan pemerintah pertama dalam kasus penggusuran di Desa Wadas: Gubernur Jawa Tengah memelintir ketentuan hukum dalam menetapkan lokasi pengadaan tanah untuk bendungan tersebut yang disertai kegiatan penambangan batu andesit.
Saat keputusan Gubernur Ganjar Pranowo habis masa berlakunya, Gubernur Jawa Tengah menerbitkan Keputusan Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener. Bukannya membereskan kisruh hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum, keputusan ini justru mengandung dua kekeliruan berikutnya.
Pertama, Ganjar Pranowo tidak mengoreksi kesalahan pemelintiran hukum yang ia buat sebelumnya. Pada Keputusan Pembaruan atas Penetapan Lokasi, sejumlah area di Desa Wadas yang akan menjadi lokasi penambangan batu andesit tetap ia masukkan sebagai bagian dari penetapan lokasi pengadaan tanah untuk bendungan Bener.
Kedua, Keputusan Pembaruan atas Penetapan Lokasi mengikuti pemelintiran hukum yang ada dalam Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang mengubah Perpres Nomor 3 Tahun 2016. Perpres Nomor 58 melanggar ketentuan peraturan di atasnya tentang mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan umum karena menambah ketentuan mengenai pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional yang belum selesai.
Keputusan gubernur tentang pembaruan lokasi bendungan Bener ini yang digugat oleh masyarakat Desa Wadas ke Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang. Pokok gugatannya mengacu pada peraturan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang diatur Undang-Undang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan Undang-Undang Cipta Kerja. Dua aturan ini hanya mengenal dan memiliki dua ketentuan dengan pengertian yang sangat jelas, yakni penetapan dan perpanjangan dalam penetapan lokasi proyek strategis nasional.
Jika dalam suatu keputusan penetapan lokasi pengadaan tanah untuk kepentingan umum dengan jangka waktu tertentu tidak bisa dipenuhi, penetapan tersebut bisa diperpanjang untuk jangka waktu tertentu yang lebih pendek dari jangka waktu sebelumnya. Dalam hal ini kedua undang-undang tersebut hanya menyebutkan penetapan lokasi proyek strategis nasional hanya dua-tiga tahun dan bisa diperpanjang satu tahun berikutnya.
Kedua undang-undang tersebut sama sekali tidak menyebutkan adanya “pembaruan” penetapan lokasi proyek strategis nasional, tatkala pengadaan tanah untuk kepentingan umum tidak bisa selesai tepat waktu. Sementara itu, Pasal 21 ayat 6 Perpres Nomor 58 Tahun 2017 menyebutkan bahwa gubernur bisa memperbarui penetapan lokasi proyek strategis nasional dalam jangka waktu dua tahun untuk lokasi yang sudah berakhir masa berlakunya.
Implikasinya, jika lokasi pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional telah berakhir, termasuk perpanjangannya, gubernur bisa langsung menerbitkan penetapan baru tanpa mewajibkan instansi yang bertanggung jawab mengulang seluruh proses pengadaan tanah dari tahap paling awal, khususnya untuk tanah-tanah yang belum selesai pembebasannya.
Dengan demikian, Perpres Nomor 58 Tahun 2017 telah menciptakan ketentuan hukum yang melampaui ketentuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan Undang-Undang Cipta Kerja. Dengan konstruksi seperti ini, keputusan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang memperbarui penetapan lokasi untuk pembangunan bendungan Bener mengacu pada ketentuan hukum Perpres Nomor 58 Tahun 2017 yang keliru.
Jika mengacu pada kedua undang-undang tersebut, pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang belum tuntas, termasuk untuk proyek-proyek strategis nasional, seharusnya dimulai kembali dari tahap paling awal: tahap perencanaan, sosialisasi, pengukuran ulang, penilaian kompensasi akibat peralihan hak atas tanah, dan seterusnya sebelum tahap eksekusi.
Bahkan, jika kita beranggapan bahwa pengadaan tanah untuk pertambangan batu andesit di Desa Wadas dikategorikan sebagai bagian dari pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional bendungan Bener sekalipun, penetapan lokasi itu tetap keliru. Karena jelas bahwa lokasi penambangan batu andesit di Desa Wadas tidak bisa dikategorikan sebagai bagian dari pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dalam hal ini untuk menopang proyek bendungan Bener.
Maka keputusan Gubernur Ganjar Pranowo tentang penambangan batu andesit di Desa Wadas untuk bendungan Bener tersebut ibarat “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Ia membuat regulasi yang keliru dengan mengacu pada aturan yang salah. Siapa yang terkena kencing berendeng mereka?
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo