Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Desa Wadas dimasukkan dalam kawasan proyek Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo untuk dikeruk cadangan andesitnya.
Pemerintah mengubah regulasi tata ruang wilayah agar andesit di Wadas dapat ditambang.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengklaim 260 dari 400 orang yang menguasai tanah di Wadas sudah menerima proyek Bendungan Bener.
GEMURUH mesin sepuluh ekskavator bersahut-sahutan dengan deru belasan truk yang mondar-mandir di bukit Desa Guntur, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Ahad, 12 Desember 2021. Alat-alat berat itu menggaruk-garuk tanah di bibir jurang di bukit Desa Guntur yang masuk area pembangunan bendungan Bener, salah satu proyek strategis nasional yang akan mengandalkan batu andesit dari Desa Wadas.
Bendungan Bener, dam senilai Rp 2,06 triliun, akan menjulang 159 meter dan menjadi tanggul tertinggi di Indonesia. “Pembangunan dikebut, padahal masyarakat sudah menolak,” tutur Agus Feri, warga Kecamatan Bener, pada pekan ketiga Desember 2021.
Penolakan itu datang dari warga Desa Wadas, berjarak sekitar 12 kilometer dari Desa Guntur. Warga emoh wilayah mereka yang memiliki bukit dan mengandung batu andesit dijadikan kawasan pertambangan proyek bendungan karena akan menimbulkan tanah longsor dan melenyapkan sumber air. Aksi protes warga berlangsung sejak 2017, saat proyek bendungan Bener pertama kali disosialisasi.
Tokoh masyarakat Wadas, Marsono, mengungkapkan masyarakat memprotes karena waswas penambangan batu andesit memicu bencana. Wadas pernah dilanda tanah longsor pada 1988 dan lima penduduk tewas saat itu. “Pemerintah jangan mengganggu karena kami sudah hidup tenang,” ujarnya.
Dokumen milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang dibaca Tempo menerangkan pemerintah akan membebaskan lahan seluas 114 hektare di Desa Wadas untuk menambang batu andesit. Di perut bumi Wadas itu diperkirakan tersimpan cadangan 41 juta meter kubik batu andesit, menurut berkas analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) bendungan Bener.
Pelaksana proyek bendungan, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, mengklaim butuh sedikitnya 16,9 juta meter kubik batu andesit untuk membangun dinding bendungan. Padahal kebutuhan riil batu andesit untuk bendungan Bener cuma separuhnya atau 8,4 juta meter kubik.
Direktur Bendungan dan Danau Kementerian Pekerjaan Umum Airlangga Mardjono mengatakan ongkos pembangunan bendungan diperkirakan lebih murah jika menambang batu andesit di Wadas. Sebab, jarak proyek dengan mulut tambang tak lebih dari 15 kilometer. “Jarak, deposit, kualitas, dan kuantitas batuan Wadas memenuhi kriteria,” tuturnya.
Pemerintah kemudian menggelar sosialisasi proyek pada 28 Desember 2017 di Hotel Sanjaya Inn, Purworejo. Persamuhan itu dihadiri camat, lurah, dan badan permusyawaratan desa yang daerahnya terimbas pembangunan bendungan Bener. Perwakilan pemerintah Jawa Tengah dan Balai Besar Serayu-Opak memaparkan hasil amdal dalam forum tersebut.
Sardi, warga Wadas yang hadir dalam rapat itu, bercerita, pemerintah tak menyinggung potensi bencana guguran tanah di kampungnya. Pertemuan itu sekadar membahas mekanisme pembukaan lahan dan memberi tahu Wadas akan menjadi area tambang batu andesit. “Kami tak diberi waktu bertanya,” kata Sardi.
Proyek berlanjut meski warga Wadas terus melawan. Pada 7 Juni 2018, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyetujui penetapan lokasi pengadaan tanah untuk bendungan Bener lewat Surat Keputusan Gubernur Nomor 590/41 Tahun 2018. Masa berlaku layang itu lantas diperpanjang pada 5 Juli 2020 melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor 539/29 Tahun 2020. Wadas dinyatakan masuk lokasi pembangunan bendungan Bener.
Masalahnya, proyek penambangan batu andesit untuk bendungan Bener tak hanya ditolak masyarakat, tapi juga beroperasi di kawasan rawan bencana tanah longsor. Peta bahaya guguran tanah milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Purworejo yang diperoleh Tempo menunjukkan Wadas memiliki indeks potensi tanah longsor yang rendah sampai tinggi. Sebagian titik koordinat penambangan batu andesit berada di zona berwarna jingga atau berkategori sedang.
Sebagaimana peta bencana BPBD Kabupaten Purworejo, berdasarkan peta zona kerentanan tanah versi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Desa Wadas masuk deretan Pegunungan Menoreh. Daerah ini mempunyai potensi tanah longsor, khususnya wilayah yang berbatasan dengan lembah sungai, tebing, atau lereng.
Koordinator Mitigasi Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Agus Budianto menjelaskan, Wadas di Pegunungan Menoreh berdiri di atas gunung api purba. Area itu bisa mengalami tanah longsor karena ada batuan tua yang melewati area sedimen. “Endapan ini adalah batuan yang mudah mengalami longsor di daerah kemiringan,” ucap Agus.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo