Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

Greenpeace Anggap Perpres Energi Terbarukan Melenceng dari Komitmen Paris Agreement

Greenpeace mengkritik Pemerintah Indonesia yang masih menolerir proyek PLTU. Pemenuhan Paris Agreement 2015 masih jauh panggang dari api.

17 Mei 2024 | 02.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Greenpeace Indonesia menilai komitmen pemerintah untuk mengurangi pemanasan global masih jauh dari isi Paris Agreement 2015. Kesepakatan yang lahir dalam Konferensi Tingkat Tinggi COP21 di Paris itu berisi kerangka kolaborasi untuk menahan suhu global agar tidak melebihi 1,5 derajat Celcius.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, menyebut kebijakan yang dibuat Pemerintah Indonesia seolah mengabaikan target yang disetujui oleh para anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Salah satu kebijakan yang dianggap bertolak belakang dengan Paris Agreement adalah Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyedia Tenaga Listrik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Seharusmya dunia tidak lagi pro terhadap industri batu bara yang jelas berdampak buruk terhadap iklim," kata Bondan saat dihubungi Tempo, Rabu, 15 Mei 2024.

Pasal 3 Ayat 4 Perpres tersebut menyatakan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tidak dilarang selama berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam, serta untuk mendukung industri. Larangan pun tidak berlaku untuk PLTU yang masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) yang bisa menciptakan lapangan kerja dan mendukung ekonomi nasional.

Isi beleid itu dianggap bertentangan dengan target emisi yang dikejar paling lambat hingga paruh kedua abad ini. Sesuai Paris Agreement 2015, negara-negara berupaya melepas ketergantungan terhadap energi kotor yang menyumbang emisi dan pemanasan suhu global.

Bondan menilai kebijakan itu melenceng dari komitmen pengurangan emisi karbon. Pemerintah Indonesia masih membiarkan pembangunan PLTU yang sebenarnya sudah ditinggalkan oleh berbagai negara. Saat ini PLTU lokal masih menyokong industri nikel, aluminium, dan material sejenisnya.

"Kalau (PLTU) untuk industri diperbolehkan, maka pendirian PLTU-PLTU atau tambang batu bara lainnya bakal semakin masif," ujar Bondan.

Menurut Bondan, Greenpeace Indonesia sedang mendorong skema transisi energi yang lebih ramah untuk iklim. Organisasi sipil pembela lingkungan ini juga mengkampanyekan penolakan terhadap ekspansi bisnis tambang yang dianggap merusak bumi.

“Sudah banyak kajian-kajian yang kami rilis untuk rekomendasi mengurangi emisi karbon ini," tuturnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus