Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Riset Botani Terapan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil membuat terobosan memperbaiki mutu genetik tanaman minyak kayu putih di Papua. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas industri pengolahan minyak kayu putih yang selama ini bergantung dari Kepulauan Maluku dan Pulau Jawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya bersama tim melakukan penelitian pemuliaan pohon kayu putih dengan sifat rendemen reaksi minyak dan kadar 1,8 cinole," kata Peneliti Ahli Utama pada Pusat Riset Botani BRIN, Anto Rimbawanto, dalam keterangannya pada Selasa, 16 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian Anto ini menjawab masalah seretnya produksi minyak kayu putih nasional. Lantaran pasokan yang tersedia tak sebanding dengan permintaan di pasar. Laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut bahwa kebutuhan nasional terhadap minyak kayu putih mencapai 4.500 ton per tahun. Hanya saja, pasokan dari dalam negeri hanya mampu 2.500 ton per tahun.
Adapun kebutuhan sisanya harus diimpor dari berbagai negara. Sehingga ia merasa perlu adanya peningkatan produksi dengan metode ilmiah. Melalui perbaikan mutu genetik pada pohon kayu putih. "Rendahnya mutu genetik benih kayu putih, menyebabkan produktivitas dari minyak kayu putih yang dihasilkan rendah pula," ujar Anto.
Tim riset BRIN membuat proyek percontohan hilirisasi minyak kayu putih di Kampung Rimba Jawa yang melibatkan Kelompok Tani Hutan Kofarwis. Lokasinya berada di Distrik Biak Timur, Kabupaten Biak Numfor, Papua. Tepatnya berada di antara Teluk Cenderawasih.
Di sana, industri hilirisasi kayu putih sudah dirintis sejak 2015. Mulanya hanya ditanam untuk lahan seluas 5 hektare saja. Semakin hari pengembangan dan produktivitas terus bertambah. Pada 2024, lokasi percontohan ini mampu memperluas kebun kayu putih menjadi 49 hektare.
"Kampung Rimba Jaya Biak Numfor dipilih menjadi salah satu tempat percontohan karena Kelompok Tani Hutan Kofarwis di Kampung Rimba Jaya termasuk binaan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Biak Numfor," ucap Anto. KPHL merupakan bagian dari lokasi permodelan yang didampingi KLHK.
Anto menceritakan proses pengembangan kayu putih di Kampung Rimba Jaya. Menurut dia, dibutuhkan waktu selama delapan bulan untuk menghasilkan daun kayu putih. Dimulai dari pembuatan persemaian bibit di halaman kantor KPHL Biak Numfor, hingga proses penanaman yang melibatkan Kelompok Tani Hutan Kofarwis.
"Daun kayu putih yang sudah dipanen akan disuling menggunakan alat untuk mendapatkan minyaknya," tutur Anto. Dalam sekali proses penyulingan, dibutuhkan daun kayu putih sebanyak 120 kilogram dengan durasi penyulingan 2-4 jam. Hasilnya akan didapat 1,2 liter minyak kayu putih siap jual.
Anto menjamin bahwa minyak kayu putih yang mereka hasilkan memiliki bau yang lebih kuat dibanding lainnya. Juga memberi efek lebih baik untuk tubuh. Keunggulan ini disebut-sebut berasal dari riset yang dia lakukan bersama peneliti BRIN untuk pembiakan kayu putih bermutu unggul.
"Karena dihasilkan dari kebun kayu putih unggul dengan sifat kadar 1,8 cineole besar dari 65 persen maka bau minyak yang dihasilkan lebih kuat. Minyak dari proses penyulingan juga lebih banyak karena rendemennya 1,2 persen," kata Anto.
Anto juga membandingkan industri minyak kayu putih di Pulau Buru dan Pulau Seram dengan Kampung Rimba Jaya, Papua. Menurut dia, untuk 100 kilogram daun kayu putih dengan diproses lewat penyulingan yang sama, hasil dari industri Kampung Rimba Jaya akan lebih banyak dengan selisih mencapai 400 mililiter.
"Untuk 100 kilogram daun kayu putih Rimba jaya mampu menghasilkan minyak minimal 1,2 liter. Sedangkan penyulingan di Pulau Buru dan Pulau Seram hanya dapat 800 mililiter dengan berat daun yang sama," ucap Anto.
Anto menyatakan bahwa kebun kayu putih benih unggul di Kampung Rimba Jaya menjadi sebuah model keberhasilan kebun kayu putih skala kelompok tani yang telah dicontoh oleh penduduk desa lain di Biak Timur dan Biak Utara. Dia juga memuji kesungguhan petani setempat dalam mengelola kebun dan penyulingan daun kayu putih untuk diproduksi menjadi minyak obat herbal.