Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

Hutan Pulau Sipora Mentawai Sumbar Terancam Penebangan Skala Besar

Hutan di Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat semakin terancam penebangan skala besar.

10 Agustus 2023 | 09.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Hutan di Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat semakin terancam penebangan skala besar. Ancaman itu muncul setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal mengeluarkan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) kepada PT Sumber Permata Sipora pada 28 Maret 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan surat ini PT Sumber Permata Sipora memperoleh izin untuk menebang Hutan Alam seluas 20.706 ha di Pulau Sipora Kepulauan Mentawai.Perusahaan tersebut sudah melakukan sosialisasi Amdal (Analis Mengenai Dampak Lingkungan) di Kantor Camat Sipora Selatan pada 1 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Camat Sipora Selatan Yusuf Hadisumanto pada Minggu, 6 Agustus 2023, mengatakan perusahaan melakukan sosialisasi Amdal dengan mengundang semua kepala desa di Kecamatan Sipora Selatan dan Sipora Utara.

Rencana pembukaan hutan skala besar melalui PBPH oleh PT Sumber Permata Sipora mendapat penolakan banyak pihak, mulai dari DPRD, masyaraka adat, hingga NGO di Mentawai.

Ketua DPRD Kepulauan Mentawai Yosep Sarogdok mengatakan selama ini di Mentawai HPH yang kini berganti jadi PBPH tidak pernah menguntungkan masyarakat dan hanya menguntungkan pengusaha. Penebangan hutan juga mengakibatkan bencana alam seperti banjir yang dampaknya ditanggung masyarakat.

“Sipora itu kan pulau kecil, saya sudah 10 tahun tinggal di Tuapeijat (ibu kota Kabupaten Kepulauan Mentawai yang terletak di Pulau Sipora) ini, air bersih sangat susah, dari tahun sebelumnya hutannya juga sudah banyak digunduli,” katanya di kantor DPRD Mentawai di Tuapeijat pada 24 Juli 2023.

Yosep mengatakan jika izin PBPH tersebut merupakan kewenangan lembaga yang ia pimpin, maka DPRD Kepulauan Mentawai akan langsung menutupnya. Tetapi izin penebangan hutan alam di Mentawai jadi kewenangan KLHK.

“Tidak boleh mereka ke sini, karena ini daerah kepulauan, mau diapakan Mentawai ini, kalau mau dibangun caranya tidak seperti ini, karena ada beberapa hutan yang juga harus dilindungi,” kata politikus PDI Perjuangan itu.

Menurut Yosep, di Pulau Sipora, selain kesulitan air minum, juga sering terjadi banjir akibat penebangan hutan sebelumnya. Pada 14 Juli 2023 banjir menggenangi Desa Saureinuk dan Desa Goisooinan. Kini hutan itu juga masuk dalam rencana tebang PBPH PT Sumber Permata Sipora.

“Ketika terjadi banjir, tanaman masyarakat tergenang dan banyak yang mati, berapa kerugian yang ditanggung masyarakat, kekayaan hutan diambil dan yang dirugikan masyarakat, kalau kita memajukan Mentawai tidak harus PBPH, kita di DPRD secara lembaga menolak PBPH ini,” ujarnya.

Yosep mengatakan dalam setahun terakhir penebangan hutan alam di Areal Penggunaan Lain juga sedang terjadi di Sipora. Penebangan melalui izin Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) untuk pemilik tanah dikeluarkan KLHK melalui Balai Perencanaan Hutan Produksi (BPHP) Wilayah III yang berkantor di Pekanbaru.

“Itu modus mengambil kayu, dulu di APL juga ada IPK (Izin Pemanfaatan Kayu) untuk perkebunan, tapi setelah kayunya habis perkebunannya tidak ada, sama dengan sekarang, hanya modus saja supaya mudah dilakukan pembalakan, lalu diambil kayunya,” kata Yosep. 

“Setiap malam suara truk terdengar menderu bolak-balik membawa kayu log di dekat rumah saya, tapi kita tidak bisa berbuat, apa-apa karena semua izin dari KLHK,” kata Wakil Ketua DPRD Mentawai Isar Taileleu yang mendampingi Yosep.

Dua tahun terakhir KLHK melalui BPHP Wilayah III di Pekanbaru juga mengeluarkan tujuh izin hak akses SIPUHH (Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan) seluas 345,77 di Pulau Sipora kepada masyarakat Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT). Izin di Areal Penggunaan Lain (APL) kepada masyarakat pemilik ulayat itu di lapangan ternyata dilakukan investor. Ribuan kubik kayu gelondong jenis keruing dan meranti telah dibawa keluar Mentawai sepanjang tahun lalu hingga saat ini.

Pantauan Tempo

Dari pantauan Tempo, 30 Juli lalu, sekitar 1.500 kubik kayu gelondong jenis keruing dan meranti bertumpuk di Pelabuhan Simaobuk Desa Goisooinan, Pulau Sipora. Kayu itu dari izin SIPUHH atas nama Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) Jasa Simangilailai. Kayu itu akan diangkut kapal ponton keluar dari Sipora menunggu tambahan dari hasil penebangan di hutan Sipora hingga mencapai 4.000 kubik.

Pemberian satu hak akses untuk luas penebangan oleh BPHP yang dibatasi tiap 50 hektare, dan jika telah habis ditebang pemilik izin SIPUHH atas nama PHAT boleh langsung mengurus izin tebang baru lagi seluas 50 hektare dan bisa ditambah lagi setiap kali hutan alam itu habis ditebang. Pembatasan 50 hektare ini membuat penebangan itu bisa dilakukan tanpa harus membuat Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) maupun Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

Untuk dokumen lingkungan, BPHP Wilayah 3 Pekanbaru hanya mewajibkan pemilik izin SIPUHH memiliki Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dari Dinas
Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPL) yang hanya satu lembar kertas itu menyatakan kesanggupan Pemilik Hak Atas Tanah untuk melakukan pengelolaan dampak lingkungan.

Kayu tebangan di utan Berkat Sipora Utara Kepulauan Mentawai dar izin SIPUHH pada Juni 2022. TEMPO/Febrianti

Di antaranya dampak akibat penebangan, seperti sampah penebangan, kemacetan, dan asap akibat pembakaran hasil tebangan. Cara mengatasinya dengan menyediakan tempat sampah, racun api, dan pengaturan lalu lintas angkutan kayu. 

Dalam prakteknya di lapangan,  masyarakat pemilik PHAT menyerahkan semua pengurusan izin dan pengambilan kayu pada pemilik modal. Masyarakat hanya  menerima harga dari pembelian kayu sebesar Rp70 ribu per kubik.

Pernyataan BPHB Wilayah III Pekanbaru

Kepala Seksi Perencanaan BPHP Wilayah III Pekanbaru Ruslan Hamid mengatakan BPHB Wilayah III sejak dua tahun lalu memberikan beberapa hak akses SIPUHH di Kabupaten Kepulauan Mentawai kepada masyarakat sebagai PHAT (Pemegang Hak Atas Tanah). Namun ia enggan menyebutkan berapa jumlah hak akses SIPUHH yang sudah dikeluarkan di Kepulauan Mentawai tahun ini. Ia mengatakan harus ada izin dari atasannya dulu di KLHK.

“Kawasan APL itu bukan ranah kami, tetapi karena di atas tanah itu ada tegakan hutan yang tumbuh alami, maka diperlukan Hak Akses SIPUHH untuk pemilik lahan yang akan mengelola kayunya, agar hak-hak negara bisa dipungut dari situ. Di hutannya itu ada potensi yang harus dia bayar ke negara setiap menumbangkan kayu,” kata Ruslan yang dihubungi melalui telepon pada Rabu, 29 Juni 2023.

 “Areal di lahan mereka dan mereka  yang mengajukan Hak Akses SIPUHH sudah memenuhi persyaratan, dan mereka juga sudah mendapatkan rekomendasi dari bupati,” katanya.

Izin SIPUHH di Kepulauan Mentawai mendapat rekomendasi dari mantan Pejabat Bupati Mentawai Martius Dahlan yang setahun terakhir menjabat sebagai pejabat bupati Mentawai. Pada 24 Mei 2023 lalu Martius kembali ke jabatan lamanya sebagai Sekda Mentawai.

Namun Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai, Nurdin, mengatakan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai tidak memberikan rekomendasi atau izin untuk penebangan hutan di APL, tapi hanya merestui pembuatan kebun.

Pemerintan daerah, kata dia, hanya memberi restu untuk bikin kebun kepada masyarakat pemilik ulayat, tidak rekomendasi, apalagi memberi izin untuk menebang hutan. “Kami hanya menyatakan sikap tidak keberatan itu dijadikan kebun sesuai yang diinginkan masyarakat,” kata Nurdin di Tuapeijat, 24 Juli 2023. 

Nurdin mengatakan tahun lalu ia sudah mendatangi BPHP Wilayah III di Pekanbaru untuk meminta penjelasan, karena banyaknya masyarakat pemilik lahan yang menyerahkan lahannya kepada investor kayu untuk diambil kayunya.

Saat itu, ia diterima Kepala Seksi Perencanaan BPHP Wilayah III. Ia menanyakan mengapa dibuka lagi ‘keran’ penebangan hutan. “Ia menjawab negara kita sedang kesulitan keuangan, dan ada potensi PSDA di sana dari tegakan kayu yang bisa dijual, di tempat lain juga polanya sama, tidak di Mentawai saja, begitu penjelasannya,” kata Nurdin.

Menurut Nurdin BPHP Wilayah III Pekanbaru telah mengeluarkan izin tebang kepada masyarakat pemilik lahan melalui hak akses SIPUHH di tiga pulau. Di Pulau Siberut terdapat di Sigapokna dan Peipei, di Pulau Sipora di Berkat, Goisooinan, dan Sao. Sedangkan di Pulau Pagai Selatan di Bulasat dan Sinakak.

“Kewenangan kami di pemkab hanya pada penyelesaian jika ada sengketa lahan di masyarakat, untuk masalah lingkungan tentu sudah dipikirkan oleh pihak kehutanan yang memberikan izin,” katanya.

Akibat penebangan dari izin SIPUHH di hutan di Desa Bukit Pamewa atas nama PHAT Jasa Simangilailai, banjir lumpur masuk ke sungai yang mengaliri Sungai Saureinuk yang berhulu di Bukit Pamewa. Hutan di areal itu telah ditebang sejak setahun terakhir. “Kemarin saja kembali banjir di Saureinuk, banjirnya tidak hanya air, tapi sudah bercampur lumpur karena hulu sungainya sudah ditebang,” kata Kepala Desa Saureinuk, Tirjelius Taikatubut Oinan, Rabu , 9 Agustus 2023.

Banjir besar di Desa Saureinuk pada 14 Juli lalu menurutnya telah banyak menimbulkan kerusakan. “Sawah gagal panen, rumah terendam, ternak peliharaan mati dan tanaman mati,” katanya.

Ia menolak masuknya perusahaan PT.Sumber Permata Sipora untuk melakukan penebangan hutan skala besar di Pulau Sipora. Dalam peta rencana penebangan hutan dari PT.Sumber Permata Sipora, hutan produksi di Desa Saureinuk akan masuk dalam areal penebangan seluas 5.000 hektare.

“Sisi negatifnya lebih banyak, tentu kekayaan hutan baik kayu dan non-kayu akan berkurang, satwa liar akan terganggu dan terancam punah, gangguan kehidupan sosial dan kerusakan alam lainnya, sudah pasti akan terjadi banjir terus menerus dan masyakat akan kesulitan mendapatkan air bersih, masyakat juga akan terancam kesehatannya karena limbah yang diakibatkan oleh perusahaan tersebut,” kata Tirjelius.

Sisi positifnya, menurutnya, perusahaan ini akan membuka lapangan pekerjaan. “Tapi yang direkrut tentu orang-orang yang punya link ke perusahaan saja,” katanya. 

Ia menyayangkan pemerintah yang selalu memberi izin penebangan hutan di Mentawai. “Hutan Kepulauan Mentawai ini katanya paru-paru dunia, lalu  mengapa hutannya tidak dijaga, malah diberi izin tebang, ngaco ini pemerintah pusat,” kata Tirjelius.

Respons PT Sumber Permata Sipora

Kuasa Direktur PT.Sumber Permata Sipora Daud Sababalat mengatakan pada 1 Juli lalu PT.Sumber Permata Sipora sudah melakukan kegiatan sosialisasi kajian AMDAL di Kantor Camat Sipora Selatan dengan mengundang semua masyarakat yang terkena dampak langsung dan semua kepala desa yang ada di Sipora.

“Yang datang dari perusahaan adalah tim kajian Amdal dari Jakarta untuk melakukan konsultasi publik, setelah itu baru pemetaan,” kata Daud Sababalat yang diwawancarai melalui telepon, Senin, 7 Agustus 2023.

Ia mengatakan dalam rapat itu dijabarkan oleh tim kajian Amdal tentang mengatasi dampak lingkungan dari aktivitas penebangan PT Sumber Permata Sipora kalau sudah beroperasi.

Kayu tebangan di utan Berkat Sipora Utara Kepulauan Mentawai dar izin SIPUHH pada Juni 2022. TEMPO/Febrianti

“Rapatnya tentang pemaparan mengenai dampak lingkungan, solusinya seperti apa, program kerjanya PT Sumber Permata Sipora itu dipaparkan, mulai dari cara menebang kayu,  enggak semua kayu juga diambil. Komitmen KLHK itu luasnya 20.706 hektare, apalagi banyak perkampungan juga masuk dalam kawasan, tentu ada aturannya juga, ada aturan berapa meter tidak boleh menebang dari bibir sungai, berapa meter dari batasan tebangan dari hutan lindung, air terjun juga enggak diganggu, ada komitmennya,” kata Daud Sababalat.

Ia mengatakan PT Sumber Permata Sipora tidak hanya menggarap penebangan kayu, tetapi juga akan membuat kawasan wisata di beberapa air terjun yang berada dalam kawasan konsesi mereka.

“Di Sipora ini ada beberapa air terjun, seperti di Desa Mara, Desa Silaoinan, dan beberapa meter dari air terjun itu pohonnya tidak boleh ditebang, akan dibuat akses jalan ke air terjun sehinggai menjadi objek wisata dan dikelola desa setempat untuk menjadi sumber pendapatan,” katanya. 

Ia mengatakan, Direktur PT Sumber Permata Sipora  Bakhrial tidak hadir dalam acara sosialisasi Amdal di kantor Camat Sipora Selatan pada 1 Juli 2023. Selain menjadi direktur PT.Sumber Permata Sipora, Bakhrial juga direktur PT.Minas Pagai Lumber pemilik izin UPHHK-HA (dulunya HPH) di Pulau Pagai Selatan dan Pagai Utara  Kepulauan Mentawai seluas 78.000 hektare yang kini masih beroperasi melakukan penebangan hutan di Pulau Pagai Selatan. 

Pulau Sipora jadi target eksploitasi

Ketua Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) Rifai Lubis mengatakan Pemerintah Indonesia tetap menjadikan hutan di Pulau Sipora sebagai target eksploitasi. Hal itu tergambar dari fungsi atau peruntukan daratan Pulau Sipora ke dalam Hutan Produksi (HP) seluas 28.900,23 hektare dan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 5.883,59 hektare. Kemudian Hutan Lindung (HL) seluas 661,62 hektare dan sebagai Areal Peggunaan Lain (APL) seluas 26.066,51 hektare. 

“Dengan pembagian fungsi seperti itu, maka pemerintah telah mengarahkan kawasan hutan dan APL seluas 60.850,33 hektare bisa dideforestasi, baik melalui skema PBPH maupun Izin Pemanfaatan Kayu Kegiatan Non Kehutanan (IPKKNK),” katanya.

Selain tujuh akses SIPUHH yang sudah dikeluarkan di kawasan APL, saat ini teridentifikasi 10 permohonan akses SIPUHH lain di Pulau Sipora dan pulau lainnya di Kepulauan Mentawai. 

“Bisnis penebangan kayu, baik melalui PBPH di dalam kawasan hutan maupun melalui akses SIPUHH di luar kawasan hutan akan berdampak luas terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat di Kepulauan Mentawai,” ujar Rifai.

Sebagai pulau kecil, kata Rifai, maka karakter sungainya yang pendek akan meningkatkan potensi bencana ekologi seperti banjir pada saat hujan, terutama di permukiman yang dekat dengan muara-muara sungai. Kemudian potensi kekeringan akibat turunnya kemampuan tanah menyerap dan menyimpan air. Juga meningkatkan pelumpuran di daerah pesisir yang akan berdampak kepada sumber penghidupan di perairan.

“Selain memperburuk kondisi iklim lokal dan global, eksploitasi hutan skala besar ini juga akan menyebabkan hilangnya ruang bagi praktek budaya pengelolaan hutan masyarakat adat Mentawai yang berkelanjutan, sebagai salah satu contoh budaya hutan yang mendukung mitigasi perubahan iklim,” katanya.

Karena alasan itulah, YCMM meminta PT SPS membatalkan rencana Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan di Pulau Sipora. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Mentawai juga menolak masuknya izin penebangan hutan BPHP untuk PT SPS.

Ketua BPH AMAN Mentawai Afridianda Tasilipet menyebutkan saat ini di Sipora terdapat 6.907 hektare hutan adat yang sudah ditetapkan pemerintah, dan dua lagi di Muntogat sedang mengajukan penetapan hutan adat kepada KLHK. 

“Seharusnya tidak ada pemberian izin atas hutan adat yang sudah ditetapkan dan atas wilayah adat yang sedang diusulkan sebagai hutan adat. Jika pemerintah masih tetap menerbitkan izin, pemerintah sedang memicu konflik dan konfrontasi dengan masyarakat adat,” katanya. 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus