Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kalau Bakau Tak Ada Lagi ...

Gubernur riau arifin achmad cemas akan kelestarian udang karena penebangan hutan bakau. menurut penelitian hasil perikanan juga akan menurun karena bakau dapat memenuhi beberapa fungsi penting. (ling)

11 Maret 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUBERNUR Riau Arifin Achmad baru-baru ini menyatakan ia ccmas akan kelestarian udang di propinsinya. Ekspor udang terus menurun. Sebabnya? Menurut dugaan Arifin Achmad antara lahl disebabkan oleh meningkatnya penebangan hutan bakau. Ini diutarakannya dalam diskusi perikanan rakyat di Tanjung Pinang belusn lama ini. Kabarnya hasil penelitian staf ahli Fakultas Perikanan Universitas Riau (Unri) mendukung itu. Minggu lalu, sinyalemen itu mendapat gema di antara sekitar 70 ahli lingkungan yang membahas Ekosistem Hutan Bakau di Jakarta. Bertempat di hotel Kebayoran Inn, seminar itu disponsori oleh Lembaga Oseanologi Nasional (LON) dan Panitia Program Man and the Biosplere Indonesia. Salah satu kesimpulan para ahli yang meneliti akibat ekologis eksploitasi hutan bakau di berhagai propinsi sama dengan kesimpulan Unri: penebangan hutan bakau mengebiri pertumbuhan populasi udang. "Hanya tiga jenis udang yang menurut para ahli Belanda tak tergantung kepadatan hutan bakau. Tapi setelah diteliti ahli-ahli kita, ternyata mangrove dependent juga," ujar Dr Aprilani Soegiarto, Direktur LON yang juga mengetuai Panitia Pengarah Seminar. Perikanan Pantai Tapi berapa jauh ketergantungan itu, masih sedang diteliti lebih lanjut Namun bagi Soegiarto sudah jelas, kalau hutan bakau terus ditebang sampai habis, bukan cuma udang, tapi seluruh hasil perikanan akan merosot secara drastis. "Sebab perikanan kita umumnya masih perikanan pantai. Baik nelayan kecil, maupun pukat harimau. Malah sampai jauh di lepas pantai pun kesuburan ikan di laut sangat tergantung pada zat organis yang dihasilkan hutan bakau," begini menurut Aprilani. Berbeda dengan hutan pedalaman, hutan bakau (mangrove yang tumhuh subur di pesisir berair payau dulunya kurang mendapat perhatian dari para ahli maupun para pengambil keputusan. Padahal, begitu menurut edaran pers Panitia Pelaksana Seminar, hutan bakau itu "memenuhi beberapa fungsi penting." Pertama, sebagai pelindung pantai dan wilayah pesisir terhadap gempuran ombak, arus dan angin. Kedua: sebagai penghasil zat organis yang produktif sehingga merupakan mata rantai utama dalam jaringan makanan (food web) ekosistem pantai. Dan ketiga: sebagai tempat berbagai jenis hewan bertelur, mencari makanan, dan membesarkan anak-anaknya. Hutan bakau itu, bukan cuma tempat udang bertelur, tapi juga habitat berbagai jenis kerang (mollusca) dan kepiting (crustacea). Kerang dan kepit ing itu pada gilirannya menjadi mangsa berbagai jenis kera macaque. Peranan hutan bakau yang begitu kompleks itu mungkin tak disadari oleh penduduk yang menebangnya untuk bahan bakar atau bahan bangunan. Sementara itu hutan bakau makin banyak yang dibabat untuk memberi tempat bagi daerah pemukiman, daerah industri, sawah, tambak, pusat rekreasi seperti Taman Impian Ancol, dan entah apa lagi. "Sampai satu-satunya daerah hutan bakau ekstensif yang masih terdapat di Pulau Jawa, yakni di Cilacap, kini juga sudah terancanm," tutur Dr. Soegiarto. Itu didasarkannya pada penelitian Sunarlo Hardjosuwarno dari Fakultas Biologi Gajah Mada di ekosistem bakau Cilacap yang luasnya 24 ribu hektar. Hutan bakau itu pun -- seperti umumnya hutan bakau sepanjang pesisir Pulau Jawa--tinggal huan sekunder saja, yang tumbuh dari proses regenerasi alamiah. Dengan dibangunnya Cilacap jadi pusat penyulingan minyak Pulau Jawa, disusul oleh industri semen dan industri berat lainnya, hutan bakau Cilacap di sekitar Teluk Penyu dan Segara Anakan terancam. Ancaman industri berat serta peningkatan pelabuhan Cilacap jadi pelabuhan samudera, masih dibayangi lagi dengan rencana reklamasi Segara Anakan menjadi daerah persawahan seperti yang pernah diungkapkan ir Sutami, Menteri PUTL. Semuanya itu berarti, 4000 nelayan Cilacap jangan-jangan bisa kehilangan tangkapan 2038 ton udang setahun. Kelestarian hutan bakau di sana diduga dapat mempengaruhi kelestarian periuk nasi 20 ribu keluarga nelayan. Sementara itu, hutan payau ini juga jadi tempat persinggahan atau penimbunan berbagai polutan industri, minyak, sampah kota, pestisida, dan produk kebudayaan manusia lainnya. Bukan cuma di Cilacap, tapi juga di Teluk Jakarta, di delta Upang, di Teluk Ambon, dan entah di mana lagi sepanjang jalur hutan bakau Indonesia yang luasnya ditaksir antara 1 sampai « juta hektar seluruhnya. Tak luas memang, dibandingkan dengan hutan pedalaman. Tapi efeknya bisa cukup mengejutkan di kemudian hari. Aprilani dan kawan-kawannya pernah juga mempertanyakan kembali rencana PUTL menyulap hutan payau di pantai timur Sumatera dan pantai selatan Kalimantan jadi sawah pasang surut. Keputusan Kabinet maunya membuka 1 juta hektar sawah pasang surut, meskipun nyatanya 250 ribu hektar saja selama Repelita 11 ini susah tercapai. Para oseanolog kurang setuju dengan rencana itu. Kata sang direktur LON: 'Kami usulkan, lebih baik mulai dengan kecil lebih dulu. Biar mudah diikuti akibat-akibatnya." Menurut penelitian selama ini, kesuburan sawah pasang surut cepat sekali merosot. Lapisan humusnya sangat tipis. Sementara keasaman tanah pesisir bekas hutan payau itu pun tinggi sekali. Akibatnya, tanaman tertentu tak tahan hidup di sana. Terutama padi yang asalnya tanaman rawa air tawar. Dan jangan lupa: biaya konversi hutan payau menjadi sawah pasang surut sangat tinggi karena perlu digali kanal-kanal yang sejajar dan melintang arus laut. Remaja Kambali Kelestarian hutan bakau tak terganggu menurut Dr Aprilani Soegiarto, selama hanya rakyat setempat yang memanennya untuk dijadikan kayu bakar. "Yang jahat adalah eksploitasi komersiil itu, tanpa reboisasi," ujarnya. Makanya dia agak menyesalkan, dalam seminar yang hanya 21 hari itu aspek teknologi eksploitasi bakau kurang disoroti. Padahal jenis kayu yang tadinya tak laku kini sudah naik pangkat dengan pesat. Arang kayu bakau eks Sumatera Timur disedot pedagang Singapura. Di Kalimantan Timur, satu pabrik raksasa mencincang-cincang kayu bakau yang selanjutnya dipres jadi chipboard, sejenis bahan bangunan baru. Pabrik kertas Gowa di selatan kota Makassar pun, setelah stok hutan bambu sebagai bahan baku tak memadai, kini mulai memanen kayu bakau. Bahkan ekspor bakau gelondongan (logs)--walaupun harganya cuma $AS 6/ton--mulai digemari oleh para pengusaha hutan. Peremajaan kembali hutan-bakau sebenarnya jauh lebih mudah daripada peremajaan hutan meranti, misalnya. Cukup dengan menanam kembali bijinya di tanah masam itu. Tapi sejauh ini, baru Pemda Bali yang sudah mulai melakukannya di Bali Selatan, sekitar Benoa. "Pemda-Pemda lain dengan gampangnya memberikan izin konsesi hutan bakau, tanpa mewajibkan peremajaannya," komentar Aprilani. Maklumlah, karena dulu dipandang tak ekonomis, untuk mendapat konsesi hutan bakau itu pengusaha tak perlu susah-susah ke Bogor dan Jakarta, mencari HPH dari Dirjen Kehutanan. Cukup minta persetujuan Pemerintah propinsi saja. Sehingga seorang pengusaha di Jakarta misalnya, berhasil menggaet izin menebang bakau sepanjang seluruh pesisir Lampung. Tapi lantaran untuk mendirikan satu pabrik chipboard sebesar yang di Kal-Tim itu stok bahan baku dianggapnya belum cukup, pengusaha itu masih berusaha mendapat tambahan arcal hutan bakau dari Gubernur Sum-Sel dan Bengkulu. Itu sebabnya, "seminar ini dapat dianggap sebagai warning bagi pemerintah," kata Aprilani Soegiarto, menutup wawancaranya dengan TEMPO. Dan tampaknya perlu kesadaran ekstra, mengingat hutan bakau di dunia paling lebat konsentrasinya di Asia Tenggara. Khususnya di Kepulauan Nusantara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus