Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Tiada mimpi indah di kapal perang

Pengalaman mengikuti latihan bersama tni-al & tentara laut diraja malaysia di laut cina selatan. latihan perang-perangan disbt malindo jaya vii. dikapal kri multatuli menu makanan 2 sehat 3 sempurna. (ils)

11 Maret 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESIAR dengan kapal penumpang mewah--apalagi kalau sambil bulan madu--memang sedap. Tapi jangan coba-coba untuk naik kapal perang. Atau kapal barang. Sehari saja kalau belum biasa (atau tidak karena terpaksa), terasa bagai seabad. Menjemukan. Sebab segala fasilitas di kapal perang, harus disesuaikan dengan anggaran yang ada. Kapal perang adalah bukan kapal di mana orang bisa bermimpi tentang bulan dan malam yang indah. Berikut ini pengalaman Klarawijaya dari TEMPO, yang mendapat kesempatan turut latihan bersama TNI-AL dan Tentara Laut Diraja Malaysia bulan lalu di Laut Cina Selatan. Nama latihan bersama alias perang-perangan itu ialah Malindo Jaya Vll. Dan Klara, telah nongkrong selama dua minggu di KRI (Kapal Republik Indonesia) Multatuli. 2 Sehat 3 Sempurna Latihan bersama ini sifatnya rutin. Yaitu setiap tahun selalu diadakan dua kali latihan. Tempat awal berada di Tanjungpinang. Mereka yang statusnya di luar sebutan awak kapal, biasanya diterbangkan dari Jakarta dengan pesawat Dakota. Mulai duduk di kursi Dakota yang dari terpal itu, ketegangan sudah terasa. Sebab pintu pesawat tidak bisa dikunci dan cukup diikat dengan tali plastik sebesar jari kelingking anakanak. Dan jangan harapkan ada pramugari ayu dengan senyum komersiil menyambut anda dalam perjalanan yang makan waktu 4 jam tersebut. Begitu mendarat di KRI Multatuli, "ceramah" pertama ialah tentang air mandi, air minum dan air untuk apa saja. Jatah yang tersedia untuk 15 orang penumpang (di luar awak kapal) hanya 2 drum air satu hari. Air untuk cuci, mandi dan sikat gigi itu dialirkan satu drum pagi hari dan satu drum lagi sore. Masing-masing dalam tempo dan jam yang sama, jam 4.30. Jumlah air yang terbatas jangan harapkan untuk bisa mandi dan kramas rambut segala. Bisa anda mandi dengan sabun bukan dengan air. Dan pula, apa perlunya sih mandi segala. Toh di kapal tidak ada orang yang sempat meneliti tampang kita. Kemudian perlu diperhatikan soal makan. Tiga kali makan dalam sehari. Lauk pauknya boleh ditebak: daging atau telur atau ikan--salah satu--plus sayur. Yang kuat mengganyang nasi, silakan tapi jangan coba minta tambah lauk. Cara menggemarinya harus diiringi dengan rasa tertib, tidak peduli apakah peruntungan anda hari itu dapat daging alot dan kerdil. Kalau makan siang diiringi pula dengan bahan cuci mulut berupa jeruk atau pisang, jika demikian awak kapal baru bisa menyebut menu hari itu "tiga sempurna". Minum bisa berupa kopi, teh atau air jeruk. Lumayan. Sesekali muncul pula mengiringi acara khusus minum pagi (jam 10.00 - 1I.00) atau minum sore (jam 17.00) apa yang disebut makanan kecil. Tapi di atas kapal itu betul-betul berlaku apa yang disebut sama rasa sama rata. Biarpun perwira atau tamtama, menu makanan sama. Yang beda cuma, cara melayani. Karena siapa saja, akan menerima uang LP (Lauk Pauk) dalam jumlah yang sama Rp 280 sehari. KRI Irian Yang Raus KRI Multatuli adalah satu dari 13 kapal yang turut dalam latihan Malindo Jaya Vll ini. Plus 3 buah kapal terbang yang selalu pasang aksi di udara. Perawakan Multatuli lumayan juga. Kapal yang berbobot 3.220 ton, panjang 111,4 meter, memuat 164 orang awak. Tadinya milik Jepang dan semula berupa kapal barang. Ketika Indonesia di tahun 1961 sibuk mengganyang proyek Nekolim, Indonesia memerlukan kapal perang. Dan dibelilah kapal barang ini, kalau tidak salah, lewat proyek Pampasan. Setelah dipermak seperlunya, jadilah dia KRI Multatuli dengan nomor pengenal 561. Perlengkapan perangnya erdiri dari 8 meriam kaliber 10,5 yang semuanya buatan Rusia Kamar-kamar tak banyak berubah dibanding ketika Multatuli belum lahir dan masih berujud kapal barang. Multatuli, dalam urutan besar adalah kapal nomor dua dari yang terbesar. Kapal pertama yang dimiliki TNI-AL adalah KRI Sam Ratulangi. Tahun 1960, pernah ada kapal yang bernama Irian. KRI Irian ini sebetulnya banyak jasanya, terutama dalam perjoangan membebaskan Irian Barat. Belakangan karena perawatannya terlalu mahal -setiap 3 bulan tubuh luarnya harus dicat dan lebih dari 4 ton cat diperlukan untuk memolesnya--Irian dijual. Kalau tidak salah di zaman Laksamana Sudomo jadi KSAL. KRI Irian yang telahberjasa itu tak ada lagi, dengan pertimbangan dari pada jadi besi tua. Juga beberapa kapal perang lain yang dianggap serakus KRI dalam soal pemeliharaan. Nusantara yang dikelilingi lautan sebanyak 95% dari seluruh daratannya memang harus dijaga dengan armada kapal yang kuat. Sedikit demi sedikit Rl membeli kapal baru. Sebuah di antaranya sedang dibeli di negeri Belanda seharga Rp 800 juta. Tapi kemudian ada semacam pemeo atau lelucon untuk setiap pembelian kapal baru ini. "Beli kapal sebiji saja, yang meninjau sepasukan," ujar lelucon itu. Sebab kini, di negeri Belanda selalu datang dan pergi orang-orang AL yang "meninjau" kapal yang nyaris rampung itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus