PESIAR dengan kapal penumpang mewah--apalagi kalau sambil bulan
madu--memang sedap. Tapi jangan coba-coba untuk naik kapal
perang. Atau kapal barang. Sehari saja kalau belum biasa (atau
tidak karena terpaksa), terasa bagai seabad. Menjemukan. Sebab
segala fasilitas di kapal perang, harus disesuaikan dengan
anggaran yang ada. Kapal perang adalah bukan kapal di mana orang
bisa bermimpi tentang bulan dan malam yang indah.
Berikut ini pengalaman Klarawijaya dari TEMPO, yang mendapat
kesempatan turut latihan bersama TNI-AL dan Tentara Laut Diraja
Malaysia bulan lalu di Laut Cina Selatan. Nama latihan bersama
alias perang-perangan itu ialah Malindo Jaya Vll. Dan Klara,
telah nongkrong selama dua minggu di KRI (Kapal Republik
Indonesia) Multatuli.
2 Sehat 3 Sempurna
Latihan bersama ini sifatnya rutin. Yaitu setiap tahun selalu
diadakan dua kali latihan. Tempat awal berada di Tanjungpinang.
Mereka yang statusnya di luar sebutan awak kapal, biasanya
diterbangkan dari Jakarta dengan pesawat Dakota. Mulai duduk di
kursi Dakota yang dari terpal itu, ketegangan sudah terasa.
Sebab pintu pesawat tidak bisa dikunci dan cukup diikat dengan
tali plastik sebesar jari kelingking anakanak. Dan jangan
harapkan ada pramugari ayu dengan senyum komersiil menyambut
anda dalam perjalanan yang makan waktu 4 jam tersebut.
Begitu mendarat di KRI Multatuli, "ceramah" pertama ialah
tentang air mandi, air minum dan air untuk apa saja. Jatah yang
tersedia untuk 15 orang penumpang (di luar awak kapal) hanya 2
drum air satu hari. Air untuk cuci, mandi dan sikat gigi itu
dialirkan satu drum pagi hari dan satu drum lagi sore.
Masing-masing dalam tempo dan jam yang sama, jam 4.30. Jumlah
air yang terbatas jangan harapkan untuk bisa mandi dan kramas
rambut segala. Bisa anda mandi dengan sabun bukan dengan air.
Dan pula, apa perlunya sih mandi segala. Toh di kapal tidak ada
orang yang sempat meneliti tampang kita.
Kemudian perlu diperhatikan soal makan. Tiga kali makan dalam
sehari. Lauk pauknya boleh ditebak: daging atau telur atau
ikan--salah satu--plus sayur. Yang kuat mengganyang nasi,
silakan tapi jangan coba minta tambah lauk. Cara menggemarinya
harus diiringi dengan rasa tertib, tidak peduli apakah
peruntungan anda hari itu dapat daging alot dan kerdil. Kalau
makan siang diiringi pula dengan bahan cuci mulut berupa jeruk
atau pisang, jika demikian awak kapal baru bisa menyebut menu
hari itu "tiga sempurna".
Minum bisa berupa kopi, teh atau air jeruk. Lumayan. Sesekali
muncul pula mengiringi acara khusus minum pagi (jam 10.00 -
1I.00) atau minum sore (jam 17.00) apa yang disebut makanan
kecil. Tapi di atas kapal itu betul-betul berlaku apa yang
disebut sama rasa sama rata. Biarpun perwira atau tamtama, menu
makanan sama. Yang beda cuma, cara melayani. Karena siapa saja,
akan menerima uang LP (Lauk Pauk) dalam jumlah yang sama Rp 280
sehari.
KRI Irian Yang Raus
KRI Multatuli adalah satu dari 13 kapal yang turut dalam latihan
Malindo Jaya Vll ini. Plus 3 buah kapal terbang yang selalu
pasang aksi di udara. Perawakan Multatuli lumayan juga. Kapal
yang berbobot 3.220 ton, panjang 111,4 meter, memuat 164 orang
awak. Tadinya milik Jepang dan semula berupa kapal barang.
Ketika Indonesia di tahun 1961 sibuk mengganyang proyek Nekolim,
Indonesia memerlukan kapal perang. Dan dibelilah kapal barang
ini, kalau tidak salah, lewat proyek Pampasan. Setelah dipermak
seperlunya, jadilah dia KRI Multatuli dengan nomor pengenal 561.
Perlengkapan perangnya erdiri dari 8 meriam kaliber 10,5 yang
semuanya buatan Rusia Kamar-kamar tak banyak berubah dibanding
ketika Multatuli belum lahir dan masih berujud kapal barang.
Multatuli, dalam urutan besar adalah kapal nomor dua dari yang
terbesar.
Kapal pertama yang dimiliki TNI-AL adalah KRI Sam Ratulangi.
Tahun 1960, pernah ada kapal yang bernama Irian. KRI Irian ini
sebetulnya banyak jasanya, terutama dalam perjoangan membebaskan
Irian Barat. Belakangan karena perawatannya terlalu mahal
-setiap 3 bulan tubuh luarnya harus dicat dan lebih dari 4 ton
cat diperlukan untuk memolesnya--Irian dijual. Kalau tidak salah
di zaman Laksamana Sudomo jadi KSAL. KRI Irian yang telahberjasa
itu tak ada lagi, dengan pertimbangan dari pada jadi besi tua.
Juga beberapa kapal perang lain yang dianggap serakus KRI dalam
soal pemeliharaan.
Nusantara yang dikelilingi lautan sebanyak 95% dari seluruh
daratannya memang harus dijaga dengan armada kapal yang kuat.
Sedikit demi sedikit Rl membeli kapal baru. Sebuah di antaranya
sedang dibeli di negeri Belanda seharga Rp 800 juta. Tapi
kemudian ada semacam pemeo atau lelucon untuk setiap pembelian
kapal baru ini. "Beli kapal sebiji saja, yang meninjau
sepasukan," ujar lelucon itu. Sebab kini, di negeri Belanda
selalu datang dan pergi orang-orang AL yang "meninjau" kapal
yang nyaris rampung itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini