Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Yang menonjol dan rasa kecewa

Pembangunan masa asnawi mangku alam menjabat gubernur sangat menonjol pada sektor jalan & jembatan. warga sumatera selatan hanya melihatnya dari segi negatifnya, yang membuat gubernur itu kecewa. (dh)

11 Maret 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BULAN-BULAN menjelang masa jabatannya berakhir di bulan Maret ini, Gubernur Asnawi Mangku Alam kelihatan semakin sibuk. Akhir bulan lalu saja Gubernur Sumatera Selatan itu terjun ke pedalaman-pedalaman. Untuk meresmikan beberapa proyek yang kebetulan selesai di ujung masa jabatannya yang kedua kali itu - sekaligus juga agaknya, menyampaikan pesan perpisahan kepada warga daerahnya. Sebelas tahun menjadi gubernur di daerah ini, Asnawi selalu mengaku masih banyak tugas yang sebenarnya harus ia selesaikan. Tapi, katanya pertengahan bulan lalu ketika meresmikan sebuah jalan Inpres di Kota Palembang, setiap satu pembangunan selesai kita lakukan, berarti kita telah membuat tugas baru untuk dikerjakan pula. Oleh karena itu katanya, bekerja untuk pembangunan berarti membuat tantangan baru secara terus menerus. Sebab itu pula Gubernur Sumatera Selatan itu enggan menyebutkan ketika kepadanya ditanyakan proyek apa yang dianggapnya paling berhasil dan menonjol yang ia kerjakan selama masa jabatannya. Tapi, kata Haji Asnawi, karena dana pembangunan terbesar selama ini diberikan kepada sektor jalan dan jembatan, maka bidang inilah yang dapat dikatakan menonjol. Ia menunjukkan, sebelum Pelita I, dari hampir 6.000 km jalan dan jembatan di daerah ini, 806 berada dalam keadaan tak dapat dilalui kenderaan. Keadaan sarana perhubungan serupa itu berubah cepat. Selama Pelita I saja 65% seluruh jalur jalan yang ada telah dalam keadaan baik. Bahkan hingga tahun 1977 baru lalu, praktis seluruh jalur jalan dan jembatan di propinsi ini sudah rapi. Tapi ini bukan berarti tak ada masalah lagi yang dihadapi Pemda Sumatera Selatan dalam hal sarana perhubungan ini. Sebab begitu jalur-jalur jalan mulai terbuka, jumlah kenderaan umum di daerah ini bertambah dengan luar biasa. Tak heran jika hal ini mempercepat mulai rusaknya jalanjalan itu. Karena itu sejak Pelita II setiap tahun disediakan anggaran khusus untuk perawatan jalan-jalan dan jembatan itu. Negatifnya Saja Kerusakan di beberapa bagian jalan itu pula yang sering dilontarkan sebagian masyarakat daerah ini sebagai bahan untuk mencela pembantu-pembantu Gubernur Asnawi. "Mereka hanyi melihat yang jelekn.ya saja," ucap gubernur itu, "mereka tak ingat sebelum Pelita jarak jalan yang hanya 50 km harus ditempuh berhari-hari." Ketak-fahaman sebagian warga daerahnya akan hasil-hasil Pelita selama ini rupanya diungkapkan Asnawi sebagai rasa kecewanya. Sebab, tuturnya, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan sudah cukup banyak bekerja, masih saja yang dilihat segi-segi negatifnya saja. Rasa kecewa serupa itu pernah pula dialami Gubernur Sumatera Selatan itu karena sikap para petani. "Pada mulanya," ungkap Asnawi, 'para petani sulit sekali diberi pengertian agar mereka tak hanya menggantungkan diri pada satu jenis tanaman saja, yaitu karet." Berkali-kali diyakinkan kepada mereka bahwa jika pasaran getah itu turun, penghasilan mereka juga menjadi sedikit. Dan memang, begitu harga karet }nerosot terus di pasaran dunia, para petani mulai menanam kopi. "Tapi jadinya semua menanam kopi, tak mempedulikan yang lain," tutur Asnawi lagi. Baru kemudian usaha untuk menganeka-ragamkan jenis pertanian di daerah ini berhasil. "Di samping karet dan kopi, para petani sudah sibuk pula bertanam lada, cengkeh, buah-buahan, sayur, dan bahkan kelapa sawit," kata Gubernur Asnawi. Tentang berjutajuta pohon karet yang sudah tua-tua di daerah ini pihak Bank Dunia telah membantu peremajaannya dengan penanaman 4 juta bibit di Musi Landas, Kabupaten Musi Banyuasin. Dalam tahun-tahun terakhir ini Sumatera Selatan hanya mampu menghasilkan getah karet sekitar 125.000 ton per-tahun, sementara kesempatan untuk ekspor diberikan untuk 180.000 ton. Penurunan jumlah produksi itu, menurut Asnawi, di samping karet didaerah ini sudah berusia lanjut, juga karena para petani tak begitu berminat menyadapnya dalam keadaan harga murah seperti akhir-akhir ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus