Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kb yang tergusur & terjepit

Musyawarah besar pkbsi (perkumpulan kebun binatang seluruh indonesia) ke-3, menelaah masalah yang dialami kebun-kebun binatang di indonesia, a.l: mengenai lokasi terlempar ke luar kota.

14 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEBUN binatang rupanya perlu juga dimusyawarahkan. Setidaknya bagi para pengasuhnya yang tergabung dalam Perkumpulan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI). Karena itu pekan lalu di Bandung berlangsung Musyawarah Besar PKBSI ke-3 yang selain memilih pengurus baru, tentu juga menelaah berbagai masalah yang dialami kebun-kebun binatang di Indonesia. Sebab, ternyata tak mudah mengelola 21 buah KB di Indonesia. Penyakit rutin tentu saja kekurangan dana dan tenaga. Tapi keluhan baru juga muncul: pajak tontonan semakin berat, lokasi yang makin terdesak oleh perkembangan kota--dan bahkan "menghilangnya" beberapa KB. Kota Palembang misalnya di tahun 60-an masih punya KB dengan ratusan satwa di Kambang Ikan Besar. Tahun 70-an KB itu dipindahkan ke Bukit Besar di tepi kota. Selain satwanya banyak yang mati, pengunjungnya pun tak ada. Dan ketika dipindahkan lagi ke Taman Syailendra, sekitar 6 km di luar kota, dua bulan kemudian KB itu tak ada kabar berita lagi sampai sekarang. Menurutdrh.Soemarmo, yang.dalam musyawarah itu terpilih sebagai sekjen (dan Harsono R.M. tetap sebagai ketua), hilangnya KB itu akibat ketiadaan pengelola yang berdedikasi. Tapi ia juga mengungkapkan ada pengelola KB yang tidak dibayar tapi KB-nya tetap hidup. Contohnya di Yogya, Sum-Bar dan Ja-Tim yang dikelola oleh perkumpulan pengusaha swasta "Yang penting idealime, bukan komersialisme," ujar Soemarmo tegas. Agaknya Soemarmo hendak menyindir kebijaksanaan beberapa Pemda yang membebani KB setempat dengan pajak tontonan. Lewat APBD "Kalau kebun binatang sudah ditUgasi mencari masukan kas untuk Pemda setempat, berarti.binatang telah dieksploatasikan untuk mencari keuntungan," ujar Drs. Ismoe Soetanto Soewelo dari PPA yang menjadi Ketua Panitia Musyarawah Besar ke-3 itu. "Itu salah," lanjutnya. Ia berpendapat seharusnya Pemda justru membantu KB, meskipun ada unsur rekreasinya. Seperti KB Bandung, meski mendapat bantuan dana dari APBD Kodya Bandung, tetap saja merana tak bisa berkembang. Soalnya beban pajak tontonan cukup berat, lebih besar ketimbang anggaran yang diberikan Pemda. "Kami selalu mendapat penghasilan melebihi target yang ditentukan Pemda, " ujar Endang Suwenda, Kepala KB Bandung itu. "Tapi Pemda mengembalikannya sedikit sekali." Tahun anggaran 1981-82, Pemda Kodya Bandung hanya menyediakan Rp 14 juta untuk KB itu, sementara pemasukan dari pajak tontonan ditetapkan Rp 18 juta. Target ini telah dipenuhi, meski tahun anggaran baru berjalan tujuh bulan. Hasil pajak tontonan selam sisa waktu lima bulan lagi--memperkiraan Endang sekitar Rp 5 juta masih harus disetor lagi ke kas Pemda. Endang yang sudah 11 tahun memimpin, pil KB Bandung itu, mengenang masa pemerintahan Walikota Otje Djundjunand (1969-75) Waktu itu, kalau pemas pajak tontonan besar, bulan berikut sebesar setoran itu pula yang diberikan Pemda. KB Ragunan, Jakarta, praktis bebas dari pajak tontonan. "Secara resmi kami laporkan jumlah pajak itu, tapi kemudian bisa dimanfaatkan untuk pengelolaan kebun binatang," ujar drh. Sutarman dari KB Ragunan. Meski begitu tetap sulit mengembangkan kegiatannya. "Pendapatan kami hanya pas-pasan untuk pengelolaan saja," ujar Soemarmo, juga dari Ragunan, seusai pertemuan di Bandung. Karena itu, "kami tidak dapat menambah bangunan, cuma bisa memperbaiki kecil-kecilan." Berbeda dengan KB di Bandung atau daerah lain, KB Ragunan merupakan Unit Pelaksana dalam urutan administratif Pemda DKI Jaya. Akibatnya, melalui proses Dupda dan DIP, anggaran mendirikan bangunan baru terjamin. "Juga perbaikan yang melebihi Rp 5 juta," tambah Sutarman. Adanya pajak tontonan itu agaknya wajar mengingat unsur rekreasi yang menonjol dalam peranan KB. Tapi KB juga merupakan tempat penelitian ilmiah, pendidikan serta kawasan konservasi satwa--lebih luas lagi kawasan konservasi dan pelestarian alam. "Kebun binatang juga berfungsi sebagai paru-paru kota," ujar Drs. Ismoe. Tapi agaknya fungsi terakhir ini juga sulit dipertahankan. Hampir separuh dari 21 kebun binatang di Indonesia lokasinya dinilai tak sesuai lagi dengan tata kota setempat. Yaitu sulit dikembangkan atau diperluas dan tempat yang "kosong" di tengah kota banyak diincar usaha komersial. Problem serupa ini dihadapi KB di Surabaya, Solo, Malang atau Bandung. Banyak pihak yang menghendaki KB itu dipindahkan ke luar kota saja. "Itu baik saja," ujar Ismoe, "tapi lokasi baru itu harus merupakan bagian dari kota, walau di pinggir." Dan yang penting, bekas KB itu kemudian tidak dijadikan "kebun beton", tapi harus diubah menjadi taman dengan penghijauan. Kekurangan Lokasi Karena itu Soemarmo berpendapat "tak perlu dipindahkan kalau akan merusak lingkungan kota. Kalau dipindahkan, manusia kota akan kehilangan sumber udara segar." KB Ragunan Jakarta dinilai sebagai contoh yang baik karena hijau dan tetap menjadi bagian kota. Beberapa waktu yang lalu, KB Surabaya pernah didesak agar pindah ke luar kota. "Kami menolak tegas pemindahan KB Surabaya di Wonokromo itu," ujar Ismoe seusai serangkaian pertemuan musyawarah di Bandung itu. Ismoe melihat ada kepentingan komersial dalam desakan itu. Yang sudah nyata ada pihak yang ingin mendirikan toko-toko dalam KB itu, menghilangkan sebagian flora dan fauna. Juga KB di Bandung pernah dihadapi desakan serupa. "Tapi itu dulu," ujar Endang Suwenda, "sekarang tidak lagi." Meski begitu KB itu tak lepas dari kesulitan. Kawasan KB Bandung seluas 13,5 ha, membentang sepanjang tebing Kali Cikapundung, dekat kampus ITB. Tapi itu tak lagi cukup menampung semua satwa yang kini berjumlah 1174 ekor. Meski sudah 75% areal taman dimanfaatkan buat lokasi kandang, satwa peliharaan itu tetap berdesakan dalam kandang sempit. "Kami sangat kekurangan lokasi," ujar Endang mengeluh. Dulu memang kawasannya lebih luas, meliputi 16 ha. Tapi sejak tahun 60-an, sekitar 2,5 ha dipakai untuk Pusat Reaktor Atom Bandung yang kawasannya kini hanya terpisah oleh pagar kawat dengan kawasan KB. Keinginan untuk pindah sebetulnya bukan tidak ada, apalagi karena di tempat sekarang tidak ada kemungkinan dimekarkan. "Tapi tempat yang baru tak ada," ujar Endang. Kawasan KB Bandung yang sekarang penuh ditumbuhi pohon palem, ada yang berusia puluhan tahun. Bahkan ada pula pohon Ki Hujan, sejenis beringin yang hanya ada di Jawa Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus