Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kemampuan alat pemantau petir milik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) diklaim mampu menjangkau area yang luas. Itu yang di antaranya menyebabkan BMKG yakin tidak ada sambaran petir sebelum terjadi ledakan dan kebakaran dahsyat di kilang Pertamina Balongan, Senin dinihari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rahmat Triyono, Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu, BMKG, menerangkan pemantauan petir dilakukan menggunakan Lightning Detector dengan resolusi efektif pada radius 300 kilometer. Saat ini, dia menambahkan, alat tersebut tersebar di 56 stasiun BMKG.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebanyak 11 diantaranya memantau sambaran petir di Jawa, dari Banten hingga Jawa Timur,” kata Rahmat lewat keterangan tertulisnya, Senin, 29 Maret 2021.
Rahmat menjelaskan, petir adalah kilatan listrik di udara yang disertai bunyi gemuruh karena bertemunya awan yang bermuatan listrik positif dan negatif. Petir disebutnya mempunyai 3 tipe, yaitu dari awan ke awan, di dalam awan, dan dari awan ke bumi.
“Petir yang paling berbahaya bagi kehidupan di bumi adalah yang dari awan ke bumi,” ujarnya.
Sebelumnya, petir disebut sebagai penyebab kebakaran di kilang minyak Balongan Pertamina di Indramayu, Jawa Barat, pada Senin dinihari 29 Maret 2021, pukul 00.45 WIB. BMKG lalu melakukan analisis terhadap kejadian sambaran petir di sekitar waktu dan lokasi kejadian kebakaran.
Berdasarkan hasil monitoring alat kelistrikan udara pada 29 Maret 2021 pukul 00.00- 02.00 WIB, kerapatan petir berkumpul pada bagian barat kilang minyak Balongan. Jaraknya sekitar 77 kilometer. “Yaitu di sekitar Subang dengan klasifikasi tingkat kerapatan petirnya sedang-tinggi,” kata Rahmat.
Itu artinya, Rahmat menambahkan, tidak terdeteksi adanya aktivitas sambaran petir di wilayah kilang minyak Pertamina Balongan Indramayu.