Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

KLHK: Hutan di Pulau Jawa Tinggal 24 persen

Sekitar 24 persen kawasan hutan di Pulau Jawa tutupan hutannya hanya sekitar 19 persen.

29 Maret 2021 | 05.25 WIB

Hutan Cagar Alam Gunung Tilu di Kabupaten Bandung yang menjadi tempat pelepasan Owa Jawa hasil sitaan ke alam liar. (Dok.The Aspinall Foundation)
Perbesar
Hutan Cagar Alam Gunung Tilu di Kabupaten Bandung yang menjadi tempat pelepasan Owa Jawa hasil sitaan ke alam liar. (Dok.The Aspinall Foundation)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Bogor - Luas kawasan hutan di Pulau Jawa semakin mengecil dan saat ini luasnya hanya sekitar 24 persen dari luas pulau tersebut, yakni sekitar 128.297 km2.

Baca:
Keluarga Harimau Sumatera Terjebak Kamera di Taman Nasional Bukit Tigapuluh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ahli peneliti utama bidang konservasi keanekaragaman hayati dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hendra Gunawan, mengatakan hal itu dalam webforum peringatan Hari Hutan Internasional 2021: "Forest Restoration a path revovery and will-being", yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) secara daring, Minggu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Hendra Gunawan, dari sekitar 24 persen kawasan hutan di Pulau Jawa tutupan hutannya hanya sekitar 19 persen, sedangkan lima persen lainnya, di antaranya berupa kebun raya dan taman kehati, yang memiliki fungsi seperti hutan.

Menurut Hendra Gunawan, semakin mengecilnya hutan di Pulau Jawa, yakni pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia, karena beberapa sebab, di antaranya alih fungsi hutan untuk lahan pertanian, pemukiman, industri, infrastruktur, kawasan komersial, dan sebagainya.

Adanya alih fungsi hutan itu sehingga kawasan hutan menjadi hilang, rusak, terpecah-pecah, dan hal ini mengancam keanekaragaman hayati di dalamnya. "Dampak lainnya yang terjadi adalah, krisis air, bencana banjir, tanah longsor, konflik satwa, dan sebagainya," katanya.

Menurut Hendra, hutan yang hilang, rusak, dan terpecah-pecah itu perlu dilakukan penanganan, untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati.

Dia menjelaskan, hutan yang hilang secara permanen, misalnya untuk pembangunan gedung dan infrastruktur, maka perlu dilakukan restorasi dengan melakukan penghijauan di lokasi lainnya yang memungkinkan. "Hutan yang rusak perlu direhabilitasi serta yang yang terpecah-pecah perlu dibuat koridor penghubung bagi keanekaragaman hayati," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Hendra mengusulkan agar para pemangku kepentingan melakukan aksi-aksi lokal untuk penyelamatan keanekaragaman hayati melalui kegiatan menanam pohon di ruang terbuka hijau (RTH).

"Pembangunan RTH itu akan lebih baik dibangun dengan konsep keanekaragaman seperti ekosistem hutan," katanya.

ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus