Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Lain di mulut, lain di lahan

Foto satelit membuktikan kerusakan hutan amerika lebih parah dibandingkan hutan amazon. bagaimana hutan indonesia?

27 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KRITIK Amerika soal penebangan hutan tropis sebagai tindakan yang merusak paru-paru dunia ternyata bak orang melihat tungau di seberang lautan, sementara gajah di pelupuk mata sendiri tak kelihatan. Tak percaya? Foto satelit terbaru, yang dikeluarkan Gaddard Space Flight Center NASA, menunjukkan hal itu. Hutan Amerika telah tercabik-cabik oleh praktek tebang habis. Kerusakan hutan di Negara Bagian Washington dan Oregon, misalnya, menurut Compton J. Tucker, peneliti pada Gaddard, jauh lebih buruk bila dibandingkan dengan penebangan hutan besarbesar di Amazon, Brasil. Sebagian besar hutan tropis Amazon, kata Tucker lagi, masih tetap utuh meski sudah bertahun-tahun ditebang dan dibakar untuk keperluan pertanian dan pembangunan. Pinggiran hutan memang sudah bergeser, dan beberapa bagian telah dibabat sampai jauh ke dalam. Tapi separuh lebih dari rimba seluas 375 juta hektare itu belum tersentuh. Sedangkan hutan Amerika, membentang di Pasifik barat laut, sekalipun luasnya sepersepuluh luas hutan Amazon, telah terpotong-potong menjadi bagian-bagian kecil. Sistem tebang habis telah membuat semua pohon dalam plotplot seluas 16 - 24 hektare dibabat tanpa kecuali. "Kelihatannya banyak hutan yang benar-benar ditebang habis," ujar Tucker. Penebangan model demikian, menurut ahli yang telah bertahun-tahun membandingkan foto satelit hutan di Pasifik Barat Laut dan di Brasil itu, jelas membahayakan keaneka ragaman hayati yang terkandung dalam hutan tersebut. Kini foto satelit keluaran NASA itu banyak dipakai pencinta lingkungan untuk mempengaruhi perdebatan di Kongres mengenai berapa luas penebangan yang boleh dilakukan di hutan negara. Kabinet Presiden George Bush, misalnya, menginginkan areal penebangan seluas 1,6 juta hektare di dua daerah Washington yang kaya hutan perawan. Tapi, sejumlah anggota Kongres menginginkan hutan tersebut tak diutakatik. Keberatan anggota Kongres tampak ada kaitannya dengan hasil pemetaan hutan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) The Wilderness Society, yang menunjukkan bahwa cuma 10% dari 10 juta hektare hutan asli dari California Utara sampai Kanada yang masih ada. Hasil pemetaan The Wilderness Society itu ternyata sama dengan rekaman foto satelit NASA, dan sekaligus membuktikan kritik pencinta lingkungan di Amerika mengenai kondisi hutan mereka benar adanya. Tapi Badan Kehutanan Amerika, yang membuat kebijaksanaan penebangan hutan, tetap saja meragukan kebenaran foto satelit NASA itu. Ilmuwan NASA, termasuk Tucker, yang telah bekerja pada badan ini selama 17 tahun, menurut sejumlah pejabat kehutanan Amerika, salah menginterpretasikan foto ruang angkasa tersebut. Hampir semua lahan hutan yang sudah ditebang telah ditanami kembali. Lahan ini, kata mereka, memang tampak gundul dalam foto satelit karena tanaman baru tak akan terlihat sampai berumur 10 tahun. Pejabat Badan Kehutanan Amerika menambahkan, informasi yang diberikan foto satelit Landsat Thematic Mapper NASA memakai skala 1 banding 250.000. Benda berukuran 30 e 30 meter baru tertangkap sebagai satu titik dalam foto tersebut. Badan Kehutanan Amerika, menurut Dirjen Inventarisasi dan Tata Guna Hutan Soenarsan Sastrosemito, tidak lagi bicara dengan foto satelit yang umum itu. "Mereka lebih percaya dengan foto udara, dengan skala bisa 1 banding 5.000, karena bisa memotret sampai jenisjenis pohonnya," kata Soenarsan. Sekalipun tak memakai skala 1 : 5.000, pemotretan NASA atas hutan subtropis kemungkinan benarnya lebih besar dibandingkan pemotretan hutan tropis. Soalnya, hambatan awan yang menutupi hutan subtropis hampir tak ada, pohon-pohonnya homogen dan dengan ketinggian yang hampir sama. Pada hutan tropis, karena tanamannya begitu beragam dengan tinggi yang berbeda-beda, kadang yang tergambar hanya tajuk pohon yang paling tinggi saja. Indonesia juga memakai foto satelit untuk mengambil kebijaksanaan kehutanan. Walau hambatan pemotretan besar, menurut Soenarsan, hasilnya ternyata tidak berbeda terlalu banyak jika dicek di lapangan. Ia menambahkan, hutan lindung dan konservasi Indonesia, menurut hasil foto satelit terakhir, 80% masih baik, hutan produksi masih 65%, sedangkan hutan konversi tinggal 55%. Tapi, menurut Soenarsan, areal hutan konversi yang luasnya 30 juta hektare ini memang disediakan untuk kepentingan nonkehutanan, seperti pertanian atau transmigrasi. Apa pun alasan Badan Kehutanan Amerika tentang hutan mereka, foto satelit NASA membuktikan betapa tidak adilnya Amerika dengan mengkritik penebangan hutan tropis pada KTT Bumi di Rio de Janeiro, dua pekan lalu. Diah Purnomowati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus