Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Menjelang Pawai Tahunan, Kelompok Lingkungan Suarakan Tuntutan Bebas Plastik

Pawai Bebas Plastik 2023 akan diadakan pada Minggu, 30 Juli mendatang.

28 Juli 2023 | 09.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktvis lingkungan membawa poster dari sampah plastik saat pawai bebas plastik pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Kawasan Sudirman, Jakarta, Ahad, 24 Juli 2022. Pawai yang diinisiasi oleh sejumlah organisasi lingkungan tersebut merupakan salah satu bentuk kampanye menyadarkan masyarakat dan produsen kemasan saset agar tidak menggunakan plastik sekali pakai karena sulit diurai. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah kelompok lingkungan mempersiapkan rangkaian Pawai Bebas Plastik (PBP) 2023. Mereka mendiskusikan tiga tuntutan untuk masa depan bebas plastik yang akan disampaikan saat pawai pada Ahad, 30 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pawai tersebut akan dimulai dengan long march dari titik kumpul stasiun MRT Bendungan Hilir sampai Bundaran HI dengan jarak kurang lebih 3,5 kilometer. Sesudah long march akan diadakan orasi dan sesi foto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Diadakan setiap tahun sejak 2019, kampanye kolektif ini dimulai dalam rangka memperingati #PlasticFreeJuly atau gerakan bebas plastik di bulan Juli. Objek dari PBP adalah pelarangan penggunaan plastik sekali pakai, banyaknya sampah yang belum terkelola dengan baik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan tanggung jawab produsen yang belum maksimal dalam mengelola sampahnya.

Target dari pawai ini adalah pengurangan sampah, khususnya sampah plastik, sebesar 30 persen dan penanganan sampah sebesar 70 persen pada 2025 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017.

Setelah sempat digelar secara daring pada 2020 dan 2021 karena pandemi, tahun ini PBP menjaring banyak kolaborator yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan memperpanjang waktu peringatan sampai Februari 2024. Hal ini bertujuan agar para kolaborator memiliki waktu untuk menyelenggarakan acaranya masing-masing, masih dengan tema bebas plastik.

Sebelumnya, sebagian dari rangkaian PBP telah dilaksanakan, yaitu townhall dan nobar pada 15 Juli dan workshop signage pada 22 Juli lalu.

Tiga tuntutan Pawai Bebas Plastik 2023

Tiga tuntutan yang akan dibawa oleh para kelompok lingkungan adalah:

1.     Mendorong pemerintah untuk melarang penggunaan plastik sekali pakai;
2.     Mendorong pemerintah untuk memperbaiki sistem tata kelola sampah; dan
3.     Mendorong produsen dan pelaku usaha untuk bertanggung jawab atas sampah pasca konsumsi.

Tuntutan pertama berkaitan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Dalam peta periode 2020 – 2029 yang dimuat dalam aturan tersebut, larangan penggunaan lima kemasan dan wadah plastik akan diterapkan mulai 1 Januari 2030.

Jenis-jenis wadah dan kemasan yang akan dilarang penggunaannya adalah kresek, styrofoam, sedotan plastik, kemasan sachet dan alat makan plastik. Para kelompok yang tergabung dalam inisiatif PBP menilai bahwa terlalu lama menunggu 1 Januari 2030 untuk melarang lima jenis plastik tersebut. Sebab, volume sampah plastik semakin naik.

“Oleh karena itu, kami mendorong pemerintah lebih tegas dalam sosialisasi. Mensosialisasikannya saja belum terlalu banyak, nggak banyak yang tahu bahwa 1 Januari 2030 akan dilarang plastik-plastik ini,” kata Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) Tiza Mafira, salah satu narasumber dalam diskusi.

Baginya, persiapan harus matang agar masyarakat sipil siap menyesuaikan dan para pelaku usaha dapat menyambut larangan dengan sigap.

Selain itu, menurut Abdul Ghofar dari WALHI, untuk menuju bebas plastik diperlukan tata kelola sampah yang baik. Tuntutan nomor dua dibawa PBP sejak 2019 karena penting bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan dari segi governance.

“Kami semua sepakat bahwa masalah polusi plastik berkaitan dengan tata kelola,” ujar Ghofar. “Harusnya kalau mau mendorong perbaikan tata kelola yang baik, paradigma diganti menjadi berorientasi pada pengurangan sampah.”

Menyasar masalah pada akarnya, para produsen dan pelaku usaha juga dituntut untuk bertanggung jawab atas pengelolaan sampah mereka. Muharram Atha Rasyadi dari Greenpeace Indonesia menyebut permasalahan sampah bersifat multisektoral, artinya banyak hal yang perlu ditangani dari berbagai sektor. Akhirnya, banyak narasi muncul soal keharusan masyarakat bertanggung jawab secara pribadi atas konsumsinya, contohnya seperti mengurangi penggunaan sedotan plastik.
 
“Tapi di sisi lain, kita tidak akan bisa menyelesaikan masalah jika hanya itu yang dilakukan, ketika hanya masyarakat yang menjadi solusinya,” kata Atha. “Makanya, produsen atau sektor industri menjadi salah satu kunci menyelesaikan masalah sampah plastik.”

Nabiila Azzahra

Nabiila Azzahra

Reporter Tempo sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus