Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Meranti terakhir dileuweung sancang

Ahli biologi ahmad yahya kostermans menemukan jenis pohon meranti yang langka, hampir punah di dunia di cagar alam leuweung sancang, jawa barat. dicoba dikembangkan dengan cara tissue culture. (ling)

3 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CAGAR Alam Leuweung Sancang, Garut, Jawa Barat, ternyata menyimpan pohon meranti yang langka, bahkan diperkirakan satu-satunya jenis shorea merah yang kini ada di dunia. Tapi, hampir saja pohon itu, yang tumbuhnya persis di tepi selokan batas cagar alam dengan tanah milik PTP XIII, ditebang. Untung, Prof. Ahmad Yahya Kostermans, ahli biologi pada Lembaga Biotrop, Bogor, yang menemukan pohon itu, segera melaporkannya pada rektor IPB Andi Hakim Nasution, yang kemudian meneruskan laporan penemuan itu ke Menteri KLH Emil Salim. Adalah berkat campur tangan Emil, pohon yanp sudah diberi nomor penebangan itu jadi selamat. Penemuan meranti shorea merah itu boleh disebut secara kebetulan. Awal November silam, Kostermans, 77, meninjau cagar alam Leuweung Sancang untuk melihat sejauh mana kerusakan di kawasan ini. Sebab, begitu banyak pohon di sini yang ditebangi secara ilegal. Ketika sampai di kawasan hutan yang masih utuh, sekitar tiga hektar, ahli biologi yang sudah tua ini tiba-tiba seperti tak percaya pada penglihatannya. Di hadapdnnya berdiri tegak sebatang pohon yang mempunyai lingkaran hampir empat meter dan tinggi sekitar 40 meter. Dan belum pernah Kostermans menemukan pohon sejenis itu di tempat lain. "Bagai mimpi di siang bolong," katanya mengomentari penemuan itu. Untuk menguji kebenaran penemuannya, Kostermans mengambil contoh daun yang gugur serta kulit pohon meranti itu. Setelah contoh-contoh itu diselidiki di laboratorium, baru ia yakin bahwa penemuan ini sangat berarti. "Saya kenal hampir 200 jenis pohon meranti. Dari buku dan literatur yang ada, serta pengalaman berpuluh-puluh tahun menelusuri berbagai hutan di Indonesia, saya yaKm, lems ml Delum pernah ada yang menemukannya," katanya. Begitu gembiranya, Kostermans datang lagi ke cagar alam Leuweung Sancang yang terletak di pantai selatan Jawa Barat itu. Kali ini seluruh kawasan ia selusuri. Menurut informasi seorang penduduk, pohon ienis itu masih ada di tengah-tengah perkebunan kelapa. "Buru-buru saya ke sana. Sayang, pohon itu sudah ditebang dan dipotong-potong. Jadi, ada dua pohon meranti yang jenisnya langka, tapi hanya satu yang bisa diselamatkan," katanya. Penemuan ini, menurut Kostermans, sangat penting di bidang botani. "Bisa mengubah teori tentang keadaan di Jawa sebelum ditempati manusia," katanya. Ia menceritakan, menurut teori evolusi, hutan meranti diperkirakan pernah dijumpai di Jawa 60 juta tahun lalu. Ini dibuktikan dari fosil meranti yang ditemukan di Leuwiliang, Bogor. Namun, hutan itu lenyap akibat ledakan dan proses evolusi bumi. Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim tak kalah gesit dalam bertindak menyelamatkan pohon langka itu. "Begitu menerima laporan, Menteri langsung mengirim teleks kepada menteri muda urusan peningkatan produksi tanaman keras, menteri pertanian dan menteri kehutanan," ujar drh. Linus Simanjuntak, sekretaris menteri KLH. Teleks itu berisi imbauan agar rencana perluasan perkebunan karet MiraMare PTP XIII tidak mengganggu pohon meranti penemuan Kostermans. Pihak Perlindunan dan Pengawetan Alam (PPA) Bogor juga cepat bertindak. Areal dua hektar dari pohon itu langsung dipagar. Karena pohon meranti tumbuh di luar parit cagar alam, maka PPA mengganti areal baru, yang jauh dari pohon langka itu, bagi PTP XIII. Masalah penyelamatan tampaknya selesai. Yang dipikirkan para ahli iologi saat ini bagaimana memperbanyak jenis meranti itu. Kostermans merencanakannya dengan cara memindahkan jaringan sel pohon (tissue culture). "Nanti diambil satu atau dua sel dari jaringan pohon, kemudian dimasukkan ke dalam botol berisi agar-agar yang ditambah dengan zat makanan yang diperlukan tumbuhan itu. Lalu ditungggu sampai tumbuh tunas. Setelah itu, baru dipindah ke pot," kata Kostermans. Cara lain adalah menunggu munculnya bunga dan buah untuk memastikan genus dan species-nya. Masih diselidiki juga apakah pohon itu mungkin dikembangkan melalui biji. "Kalaupun mungkin, itu berarti menunggu cukup lama," kata Kostermans. Ahli biologi ini mempercayakan pengembangan pohon itu epada anak angkatnya, Prof. Edi Nurhadi, dari Jurusan Biologi ITB. Sampai sekarang jenis meranti itu belum diberi nama. Kostermans baru memberi nama sementara: Meranti yang Mabal. "Sebab, untuk menemukan pohon itu, saya terpaksa mengeluarkan uang yang tak sedikit dari kantung pribadi," kata Kostermans yang selama dua kali perjalanan menghabiskan Rp 150.000.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus