Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

200 tahun menggelembung di udara

Penerbangan balon udara di prancis untuk memperingati peristiwa penerbangan bebas pertama, oleh manusia, 200 tahun yang lalu. proyek penerbangan itu menelan biaya seperempat juta france. (sel)

3 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA tegang meliputi sebuah hanggar pesawat terbang dekat Paris, Prancis. Di tengah ruangan besar itu, sebuah balon raksasa sedang menggelembung. Dan sesaat kemudian mendadak melayang ke atas - hanya beberapa utas tali penambat masih menahan. "Nom de Dieu, mon general!" seru Claudius La Burthe, "ll vol!" Seruan beremosi La Burthe, pilot tes pesawat yang akan turut menerbangkan balon itu, bisa dimengerti. Lebih dari dua tahun sudah ia bersama Jenderal Pierre Lissarrague, direktur Museum Penerbangan di Le Bourget, tenggelam dalam kesibukan membuat balon itu. Proyek yang menelan lebih dari seperempat juta franc itu bertujuan memperingati peristiwa penerbangan bebas pertama oleh manusia, 200 tahun lalu. Waktu itu, 21 November 1783, Jean-Francois Pilatre de Rozier, Francois Laurant, dan Marquis D'Arlandes terbang dengan sebuah balon udara panas ciptaan Joseph dan Etienne Montgolfier bersaudara. Rozier dan D'Arlandes menjadi anak manusia pertama yang berhasil terbang bebas di angkasa. Mereka mencapai ketinggian hampir satu kilometer, dan dalam waktu sekitar 25 menit menempuh jarak 15 km. Peristiwa itu merupakan puncak dari serangkaian percobaan sebelumnya. Tak jelas apa yang menyebabkan mereka, para pengusaha pabrik kertas di Vidalon, dekat Annonay di Prancis Barat Daya itu, tertarik pada masalah penerbangan. Konon, ketika suatu malam Joseph termenung memperhatikan asap api mengepul ke dalam cerobong tungku di ruang duduknya, ia menyimpulkan: asap itu memiliki 'gaya apung' yang mungkin bisa dimanfaatkan. Joseph kemudian membentuk sehelai kain sutera menjadi semacam kantung, dan mengisinya dengan asap - dan, tanpa ia sadari, juga dengan udara panas atau bahang. Penuh kagum, ia lalu menyaksikan betapa kantung itu membubung dan menempel pada langit-langit ruangan. Etienne, yang diberi tahu tentang kejadian itu, menanggapinya dengan bersemangat. Mereka memulai berbagai percobaan. Dan balon percobaan itu semakin besar. Hampir setiap peluncurannya pun berhasil baik. Akhirnya, pada 5 Juni 1783, mereka meluncurkan sebuah yang bergaris tengah sembilan meter. Untuk penyaksian peristiwa itu mereka sengaja mengundang para pamong dan warga terkemuka di Annonay. Dirangsang oleh bahang api unggun besar yang dipasang, balon segera naik dan mencapai ketinggian dua kilometer. Tak main-main. Sepuluh menit kemudian barang itu mendarat kembali. Dan peristiwanya bergema di seluruh negeri Prancis. Maka tak lama kemudian Joseph dan Etienne menerima undangan Akademi llmu Pengetahuan di Paris untuk mendemonstrasikan penerbangan barang yang menggelembung itu. Dalam salah satu percobaan di Paris kemudian, mereka menempatkan seekor domba, seekor ayam jantan, dan seekor itik dalam sebuah keranjang yang digantungkan. Setelah mengudara selama delapan menit, balon mendarat selamat sekitar tiga kilometer dari Paris. Terbukti, makhluk hidup tak mendapat gangguan pada ketinggian sedemikian. Etienne kemudian membuat sebuah balon yang lebih besar, kali ini dengan maksud menerbangkan manusia. Bergaris tengah 13 meter, kantungnya mampu memuat 2.300 meter kubik udara panas. Perlengkapan lain: landasan bagi penumpang, sebuah tungku untuk menyalakan api unggun, dan sumber bahang selama penerbangan. Beberapa kali dilakukan eksperimen dengan balon seperti itu, setiap kali dengan usaha menaikkannya sedikit lebih tinggi hanya dibatasi oleh tali penambat. Raja Louis XVI juga menaruh perhatian besar pada percobaan Montgolfier Bersaudara. Untuk penerbangan eksperimental yang mereka rencanakan, tanpa tali, Louis XVI menawarkan dua penjahat sebagai penumpang. Maksudnya, bila penerbangan gagal, biarlah si kedua penjahat mampus. Tapi Pilatre de Rozier, yang sudah beberapa kali naik dengan balon tertambat itu, menolak keras tawaran ini. Bukan apa-apa: ia merasa penjahat tak pantas mendapat kehormatan menjadi manusia pertama di udara. Tawaran Raja Louis dibatalkan, dan akhirnya Rozier dan D'Arlandes sendiri yang tinggal landas - di tengah sorak gembira ribuan penonton yang berkerumun di halaman sebuah istana kecil di Bois de Boulogne, Paris. Kini, 200 tahun kemudian, "cucu" mereka bersiap mengulangi peristiwa itu. Gagasan itu dicetuskan La Burthe, dan segera mendapat sambutan baik dari Jenderal Lissarrague seperti sudah dituturkan. Seruan La Burthe sendiri, ketika menyaksikan balon mencuat dalam hanggar, terasa agak janggal. Dilihat dari jumlah biaya yang dikeluarkan, plus pengalaman dan pengetahuan penerbangan yang dimiliki mereka yang terlibat, justru aneh jika balon itu tidak mencuat. Sangat berbeda dengan balon Montgolfier yang dari kain dan kertas. Untuk memelihara volume bahang para pilot dulu itu mengobarkan api unggun - di udara, di tengah landasan yang mengangkut mereka - dengan membakar ranting kayu, bulu domba, rumput kering, pokoknya apa saja yang mengeluarkan banyak asap. Dan sepanang perlalanan mereka tak henti-hentinya memadamkan bagian kulit balon yang terbakar, akibat gumpalan bulu dan rumput menyala yang beterbangan kian kemari. Apa boleh buat. Asap itu mutlak perlu karena itulah yang diyakini sebagai unsur yang membuat balon mengudara ! Lagi pula para penerbang terdahulu itu tergolong jenis orang yang oleh masyarakat sering dinamakan 'bahan keliru'. Pilatre de Rozier, yang ketika itu berusia 29 tahun, adalah petualang yang konon mencari nafkahnya dengan mengakali orang. Ia memiliki sedikit pengetahuan tentang farmakologi dan memperdagangkan suatu "bahan ajaib" yang ia namakan 'garam mikrokosmik'. Ia pun menyandang gelar pemberian sendiri, seperti "apoteker utama" dan "inspektur farmasi pada Pangeran Negeri Limbourg". Kopilotnya, Marquis D'Arlandes, bangsawan yang bergaya santai dan gemar meniup seruling. Sudah demikian lamanya ia mengimpikan dirinya bisa terbang, sehingga pada suatu waktu hampir-hampir merasa seperti pada dirinya sudah tumbuh sepasang sayap. Adapun salah satu perancang balon itu sendiri, Joseph Montgolfier, meski tak berpendidikan formal punya perhatian besar pada masalah fisika kimia, dan mekanika. Banyak penemuannya yang berarti dalam proses pembuatan kertas maupun pembuatan mesin secara umum. Ia bahkan pernah mencoba membuat mesin uap. Sedang Etienne sempat menempuh pendidikan formal dalam bidang fisika, kimia, dan arsitektur, di Paris. Juga menciptakan berbagai kemajuan dalam teknik pembuatan kertas, yang bahkan mendapat perhatian besar dari inspektur jenderal industri Prancis waktu itu. Meski begitu, dalam soal penerbangan, hanya Etienne yang punya "pengalaman": selama 10 menit ia pernah mengudara dengan sebuah balon yang masih tertambat. Joseph sendiri tak pernah sama sekali. Ia sehari-hari disibukkan oleh segala persiapan dan perencanaan pembuatan balon baru, di samping mengurus pabrik kertas milik Keluara Montgolfier di Vidalon. Balon yang pertama kali mengangkat manusia itu dicat biru terang, dan berhiaskan dekorasi berwarna emas. Bentuknya bulat telur dan menjulang setinggi 21 meter. Tak banyak catatan yang tertinggal dari riwayat balon itu, dan hanya secarik kecil sisa balon asli yang masih tersimpan sampai sekarang. Juga tidak dibuat suatu gambar rencana dulu. Ada sepuluh lukisan tangan yang dibuat orang lain kemudian, tapi antara satu dan lainnya sering banyak berbeda. Jadi, ketika Jenderal Lissarraque, La Burthe, dan Dudon mulai bekerjasama menciptakan tiruan balon Montgolfier, mereka tak terlalu terikat batasan catatan historis. Segera saja mereka menyimpulkan, beberapa ukuran asli - isi dan garis tengah sebaiknya diubah. "Menurut kami, ukuran itu tak seluruhnya tepat," komentar sang jenderal. Tapi dalam satu segi para perancang baru itu bertekad mempertahankan "keaslian" - dan tidak menyerah pada arus modernisasi. Yaitu mengenai penampilan luarnya. Pada semua lukisan tentang balon Montgolfier, terlihat sebagai hiasan beberapa citra kepala Dewi Minerva yang dilingkari untaian bentuk ular dan naga. Ada juga huruf hias yang melambangkan nama Raja Louis XVI dan semua lambang zodiak. Kalaupun terdapat keraguan tentan bentuk atau jumlah hiasan itu, tak terlalu menjadi soal. Pilihan bebas. Setelah percobaan di hanggar dekat Paris, balon tiruan itu diaagkut. Dan karena yang mengurusi proyek itu seorang jenderal, semua berlangsung penuh rahasia, di bawah penjagaan ketat pula. Di sebuah lapangan dilakukan berbagai percobaan, selagi balon masih tertambat. Akhirnya, pada suatu hari Ahad yang cerah di awal musim panas lalu, balon itu mengudara bebas dari tambatannya di lapangan sekitar region de Meaux. Bagai telur paskah raksasa ia membubung, mengapung selama tiga jam, hingga akhirnya mendarat di region de Valois. La Burthe, yang mengendarai balon itu dalam perjalanan ini, menyatakan bahwa sulit mengendalikan benda terapung itu. "Separuh waktunya pilot tak akan dapat melihat arah tujuannya," gumamnya. Sebulan kemudian La Burthe dan Lissarrague mengenakan rambut palsu dan jas panjang, meniru busana nenek moyang mereka di abad ke-18. Kemudian menaiki balon itu kembali, dan mengudara dari sebuah halaman di belakang Ecole Militaire. Dalam beberapa jam mereka mengapung-apung di atas Paris. Konon, sungguh cantik pemandangan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus