Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Pandemi Covid-19, Kebun Binatang di Solo Sebatas Lembaga Konservasi

Seluruh karyawan kebun binatang itu dirumahkan. Satwa, dokter, keeper dan satpam berbagi anggaran dari pemkot.

6 Februari 2021 | 14.53 WIB

Ilustrasi - Penerapan protokol kesehatan di Taman Satwa Taru Jurug di Solo, Jawa Tengah, saat masih beroperasi. Awal Februari 2021 ini telah diputuskan kebun binatang itu ditutup sementara dan karenanya mengalami kesulitan biaya pemeliharaan satwa dan gaji karyawan.  (ANTARA/Aris Wasita)
Perbesar
Ilustrasi - Penerapan protokol kesehatan di Taman Satwa Taru Jurug di Solo, Jawa Tengah, saat masih beroperasi. Awal Februari 2021 ini telah diputuskan kebun binatang itu ditutup sementara dan karenanya mengalami kesulitan biaya pemeliharaan satwa dan gaji karyawan. (ANTARA/Aris Wasita)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, SoloTaman Satwa Taru Jurug (TSTJ) di Solo, Jawa Tengah, telah diputuskan hanya beroperasi sebagai lembaga konservasi. Keputusan ini tak lepas dari dampak pandemi Covid-19 yang mengharuskan kebun binatang itu ditutup untuk pengunjung. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti halnya di banyak kebun binatang lainnya, ataupun pusat keramaian lain, tak ada pengunjung berarti nihil pemasukan dari tiket. Sumber biaya perawatan pun menjadi persoalan.   

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Seperti dituturkan Direktur Utama TSTJ Bimo Wahyu Widodo Dasir Santoso, kebutuhan tersebut harus dipikirkan. Kebutuhan pakan dan obat-obatan di TSTJ disebutkannya minimal sebesar Rp 125,5 juta per bulan. "Ini belum gaji karyawan, belum operasional lain seperti listrik. Saat ini kami memiliki 407 satwa," katanya, Kamis 4 Februari 2021.

Ia mengatakan sesuai dengan aturan maka lembaga konservasi harus memastikan lima hal untuk keberlangsungan satwa. Kelimanya adalah jangan sampai satwa kelaparan, jangan sampai kehausan, jangan sampai stres, bisa berkembang biak, dan kandang harus memenuhi syarat.

"Artinya satwa bisa hidup seperti di alam liar, misal kandang harimau harus ada kolamnya, ada airnya, biar dia bisa mandiri, ada tempat berteduh, dia kan binatang tidur. Biar bisa beristirahat dengan baik," katanya memaparkan.

Selain itu, ada kebutuhan perawatan kandang, atap, dan lantai. Ia mengatakan ketiganya sering mengalami kerusakan, apalagi jika gerakan satwa aktif. "Jadi, untuk kebutuhannya nanti kami hitung ulang, yang penting upayanya kebun binatang tidak tutup," katanya.

Menurut dia, saat ini langkah lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan TSTJ sebagai lembaga konservasi sedang digodok oleh Pemerintah Kota Surakarta. "Nanti keputusan final seperti apa, kami juga sedang menunggu," katanya.

Sebelumnya, pada Senin, Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo telah mengatakan akan ada langkah merumahkan karyawan TSTJ Surakarta menyusul penutupan kembali objek wisata tersebut akibat pandemi Covid-19. Semua akan dirumahkan sementara kecuali keeper, dokter hewan, dan satpam. 

Dia mengaku masih mempertimbangkan untuk bisa mempertahankan seluruh karyawan di taman satwa itu namun terbentur ketiadaan anggaran. "Dipikir menggunakan anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) boleh, ternyata nggak boleh untuk gaji karyawan administrasi sampai direktur," kata dia.

Sedang untuk mengaji keeper dan dokter hewan, juga untuk memberi pakan telah dialokasikan dari anggaran itu senilai Rp 1,9 miliar untuk setahun ini, atau hampir Rp 160 juta per bulan. Dia berjanji, jika situasi sudah kembali normal, kebun binatang itu akan kembali dibuka untuk masyarakat umum.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus