Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati mengatakan kebijakan pemerintah untuk memberikan izin ekspor pasir laut tidak berangkat dari kebutuhan masyarakat seperti nelayan dan perempuan nelayan tradisional. Menurut dia, kebijakan ini punya tendensi ke eksploitasi sumber daya di pesisir dan pulau-pulau kecil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ekspor pasir laut yang kemudian hari ini kuota sedimentasinya mencapai 17,6 miliar meter kubik yang ada di tujuh daerah. Ini masih menjadi pertanyaan, basis penentuan kuota wilayah sedimentasi berangkat dari mana? Kalau melihat aturan Kepmen 16/2024 ada beberapa daerah yang sebenarnya izin sedimentasi serta konsensinya keluar berupa peta, tapi itu sebenarnya bukan daerah yang ada sedimentasi," kata Susan saat dihubungi Tempo, Senin, 30 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Susan mempertanyakan tujuan pemerintah memberikan izin pengerukan sebesar itu. "Pemerintah sebenarnya mau memenuhi kebutuhan siapa? Karena kalau dibilang ini mau membenahi jalur pelayaran, ada beberapa peta termasuk di Demak, di Natuna, yang saya lihat ternyata bukan daerah yang memang menghalangi jalur pelayaran," ucapnya.
Ia melihat kebijakan ini hanya berlatar belakang permintaan ekspor dan motif ekonomi. "Jangan-jangan kebijakan ini lahir hanya untuk memenuhi kebutuhan pasir dari sisi pembeli, salah satunya dari Singapura. Artinya kita melihat kebijakan ini bukan kebijakan yang mengutamakan kepentingan nelayan," ungkapnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) di ujung masa jabatannya membuka keran ekspor pasir laut hasil sedimentasi sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan ini sekaligus mencabut larangan ekspor pasir laut yang telah berlaku selama kurang lebih 20 tahun lamanya.
Pilihan Editor: BLU-109, Bom AS yang Digunakan Israel untuk Menewaskan Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah