Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat pesisir Indonesia mengadakan aksi untuk memperjuangkan tanah mereka dari aturan tambang pasir laut pada hari ini Selasa, 08 Oktober 2024. Hal itu, dilaksanakan di Gedung Joang 45, Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun aksi itu mengusung tema "Memperjuangkan Kebaharian Indonesia", dengan membahas isu tentang kedaulatan ruang, kedaulatan pangan, serta iklim. Hal tersebut diwacanakan menghadirkan perwakilan masyarakat pesisir laut dari 18 Provinsi di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adanya aksi yang dilakukan oleh masyarakat pesisir, dikarenakan aturan ekspor pasir laut yang kembali disahkan sejak 20 tahun diberhentikan. Regulasi itu telah diteken oleh Pemerintah Joko Widodo melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag), dengan mengesahkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Sejak aturan itu disahkan oleh Zulkifli Hasan atau Zulhas, menuai banyak kritik dari berbagai pihak. Salah satunya yakni Manajer Kampanye Pesisir Laut dan Pulau Kecil Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Parid Ridwanuddin.
Dia mengkritik keras kebijakan pemerintah Jokowi yang membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang. Menurut Parid, ekspor pasir laut sama dengan menjual kedaulatan Indonesia ke negara lain.
Parid menilai penambangan pasir laut menyebabkan daratan Indonesia semakin mengecil, sementara negara lain yang mendapatkan pasir laut itu bakal makin luas daratannya. "Kalau kita lihat, kerugiannya adalah selain pulau-pulau hilang, daratan Indonesia semakin mengecil, tapi daratan tetangga sebelah tuh, Singapura semakin meluas," katanya saat dihubungi Tempo pada, Ahad, 15 September 2024.
Hal tersebut, menurut dia, jelas berimbas ke kedaulatan Indonesia. "Artinya kalau pemerintah mengekspor pasir laut itu, artinya dia menjual kedaulatan Indonesia kepada negara lain dan ini berbahaya," tutur Parid.
Selain itu, Parid juga mengkritisi regulasi hukum tambang pasir laut yang masih kurang jelas. Menurut dia, pemerintah hanya pilih-pilih regulasi hukum yang dipakai untuk mengizinkan ekspor pasir laut dengan menggunakan peraturan Undang-undang Nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan.
Selain dampak ke luasan darat mengecil hingga kedaulatan Indonesia, menurut Parid, ada dampak lain berupa kerusakan lingkungan yang bakal sangat besar. Ia menghitung kerugian berupa kerusakan lingkungan itu lima kali lebih besarnya daripada pendapatan yang didapatkan dari hasil ekspor pasir laut.
"Nah yang lain, kalau kita lihat soal tambang pasir laut ini ya, kita lihat kajiannya kami di Walhi itu udah menyebut kerugian yang dialami negara itu 5 kali lipat lebih besar dibanding pendapatan yg didapatkan," kata Parid.