Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Zero Waste Indonesia menyatakan akan hadir dalam pertemuan global yang akan digelar Badan Lingkungan PBB (UNEP) di Paris, Prancis, pada 29 Mei sampai 2 Juni 2023. Pertemuan sesi kedua Komite Perundingan Antar Pemerintah itu bertujuan mengembangkan instrumen yang akan mengikat secara hukum internasional tentang polusi plastik, termasuk yang ada di lingkungan laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Delegasi dari aliansi akan berjumlah delapan orang yang mewakili nexus3, Indonesian Center for Environmental Law, Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, dan Walhi. "Kami memang bersatu untuk membuat impact yang lebih besar, khususnya untuk pengelolaan sampah di Indonesia,” kata Deputi Direktur Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, juga Ko-koordinator Aliansi Zero Waste Indonesia, Rahyang Nusantara, saat bertamu ke Kantor Tempo, Senin 22 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Rahyang, delegasi dari pemerintah Indonesia berjumlah 21 orang yang berasal dari Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, KLHK, Kementerian Perindustrian, Kementerian Luar Negeri, dan Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut. Seluruh delegasi, dia menambahkan, akan membahas komitmen bersama sebelum nantinya ada dokumen yang mengikat secara hukum dan harus diikuti seluruh negara anggota PBB.
Rahyang memprediksi masih perlu serangkaian pertemuan untuk mencapai penyusunan dokumen itu. Pertemuan sesi pertama telah digelar di Uruguay pada tahun lalu. Sedangkan tahun ini, setelah agenda di Paris, bakal ada pertemuan sesi lanjutan di Nairobi, Kenya. Lalu di Kanada dan Korea Selatan pada tahun depan.
"Dari kelima pertemuan ini akan dihasilkan draf dokumen hukum, seperti hal apa yang harus dilakukan anggota PBB untuk mengakhiri polusi plastik," kata Rahyang menerangkan.
Menurutnya, saat ini masing-masing negara memiliki kebijakan yang berbeda dan tidak ada keterkaitan satu sama lain. Padahal, Rayhan menambahkan, sampah plastik tidak mengenal batas-batas negara.
Isu Yang Dibawa ke Paris
Rayhang menjelaskan beberapa isu yang ada di Indonesia akan dipromosikan dalam pertemuan global nanti. Dia mencontohkan ajakan pembatasan plastik sekali pakai seperti yang selama ini diperjuangkan Gerakan Indonesia Diet Sampah Plastik. Selama 5 tahun terakhir gerakan itu mengklaim telah berhasil mendorong lebih dari 100 kota/kabupaten di Indonesia untuk memiliki peraturan daerah yang mengatur plastik sekali pakai.
"Tahun ini, kami punya rencana dengan KLHK untuk identifikasi sejauh mana peraturan ini dilaksanakan," kata Rahyang sambil menambahkan, "Apalagi menjelang plastic treaty ini, perlu ditunjukkan komitmen negara dalam mengurangi plastik itu sejauh mana."
Isu lainnya adalah pembatasan sampah impor yang selama ini menjadi perhatian utama kelompok-kelompok seperti Nexus3 dan Ecoton. Menurut Rahyang, Indonesia termasuk yang maju soal ini karena sudah punya aturan pembatasan kontaminan terkait sampah yang masuk. Itu, kata Rahyang, mendapat pengakuan dari jaringan advokasi lingkungan tingkat global.
“Setelah ada peraturan ini jumlah sampah impor yang masuk Indonesia sudah berkurang signifikan, sampai 50-70 persen,” katanya.
Sejumlah penanggulangan sampah plastik di hilir yang diusung oleh Aliansi juga disinggung oleh Rahyang. Di antaranya adalah desakan kepada produsen sampah sachet untuk membuka peta jalan mereka kepada publik tentang keterlibatannya dalam pengurangan sampahnya tersebut.
Aliansi juga memiliki model zero waste cities yang mengatur pemilahan sampah tidak hanya di rumah tapi juga saat pengangkutan. Menurutnya, saat ini banyak masalah terjadi saat warga telah memilah sampah pada tingkat rumah tangga, namun saat diangkut tetap disatukan.
Beda Masa, Beda Isu
Rahyang juga menjelaskan adanya perbedaan isu lingkungan yang diangkat di setiap masa. Misalnya era 1990 -2010 berbicara tentang kebersihan, infrastruktur. Tak heran jika pada masa ini banyak dibangun TPA dan tempat daur ulang.
Pada 2010 sampai kini, LSM banyak mengangkat isu sampah dihubungkan dengan kesehatan. “Apalagi mikroplastik ada dimana-mana termasuk di makanan, di udara,” katanya. Isu lainnya seperti pelarangan plastik sekali pakai dan sirkular ekonomi.
Selain itu, Aliansi Zero Waste Indonesia juga melakukan identifikasi solusi-solusi yang dianggap palsu, “Seakan-akan menyelesaikan masalah ternyata malah menimbulkan masalah baru.” Begitu juga keperluan desain ulang produk-produk yang diklaim bisa didaur ulang padahal tidak bisa.
Pilihan Editor: Mutasi Gen di Balik Kasus Bibir Sumbing, Studi di Surabaya Temukan Satu yang Dominan