Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Memperingati Hari Bumi pada tanggal 22 April, Dompet Dhuafa menyarankan untuk mengurangi pemakaian sampah plastik saat Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Masyarakat membawa wadah dari rumah, seperti baskom atau lainnya yang tidak sekali pakai untuk mengambil kurban," kata Arif Haryono dari Dompet Dhuafa pada acara daring gerakan #AsikTanpaSampahPlastik oleh Klaster Filantropi Lingkungan Hidup dan Konservasi Bumi, Rabu, 20 April 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia melihat adanya ironi karena produksi sampah justru meningkat pada dua acara besar tersebut. "Masyarakat sangat konsumtif. Masyarakat aktif melakukan transaksi, namun tidak melakukan perubahan perilaku dalam penggunaan sampah sekali pakai," jelas Arif.
Ia juga menjelaskan ajaran agama untuk menjadi sederhana dan perhatian dengan lingkungan. Penggunaan wadah yang ramah lingkungan tentu bisa menjadi pilihan.
"Di daerah menggunakan bungkus dari daun pisang atau besek," jelas Arif merujuk penggunaan kekayaan lokal.
Secara struktural pihaknya mendekati ke pemerintah daerah setempat untuk memberikan edaran imbauan dalam momentum hari besar agama untuk tidak menggunakan plastik sekali pakai. "Sedikit banyak hasilnya cukup baik,"
Ia juga menjelaskan melakukan kampanye secara kultural juga, yaitu melalui jaringan mesjid yang ada. "Kita bisa masuk melalui MUI, Dewan Masjid Indonesia dan sebagainya untuk bersama-sama melibatkan stakeholder tersebut untuk mengkampanyekan ke jejaring masjidnya masing-masing. "
Kata kuncinya, ujar Arif, adalah pelibatan stakeholder yang lebih luas lagi dan tidak henti melakukan kampanye bahwa penggunaan plastik sekali pakai tidak sehat, tidak ramah lingkungan dan sebagainya.
Ke depan dia juga mendorong adanya fatwa dari MUI atau Ormas Islam lainnya bahwa pada hari besar keagamaan tidak menggunakan plastik sekali pakai.
Berbagai solusi untuk pengurangan sampah plastik telah dikampanyekan secara berkala, mulai dari penggunaan bahan yang mudah di daur ulang, pengelolaan sampah terpadu dan metode lainnya yang dapat diterapkan. Namun, keefektifan pengurangan sampah plastik masih dinilai kurang jika tanpa sinergi antara intervensi hulu dan hilir.
Ketergantungan penggunaan plastik dalam keseharian masyarakat menjadikan potensi polusi plastik sekali pakai meninggi dari tahun ke tahun dan memberikan dampak serius kepada lingkungan hingga memicu terjadinya perubahan iklim yang ekstrim.
Menurut laporan “Menghentikan Gelombang Plastik” oleh The Pew Charitable Trusts dan SYSTEMIQ, sampah plastik yang salah kelola akan bertambah menjadi 239 juta ton pada tahun 2040 jika skenario Bisnis seperti Biasa (Business-as-Usual/BAU) masih dijalankan.
Peran hulu (pra-konsumen, seperti pengurangan/penggantian plastik dalam produksi dan desain ulang produk) dan hilir (pasca konsumen, seperti proses daur ulang dan pengelolaan bekas pakai) diperlukan dengan berbagai intervensi sistem dalam inovasi pengurangan sampah plastik.
Pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mendorong penerapan ekonomi sirkular (circular economy) untuk mencapai target perubahan iklim Indonesia. Ekonomi sirkular merupakan pendekatan secara industri terhadap praktik reduce, reuse, recycle yang mengarah pada pengurangan konsumsi sumber daya primer dan produksi limbah.
Menurut Kementerian, penerapan ekonomi hijau dan sirkular dapat berpotensi menciptakan 4,4 juta lapangan pekerjaan baru pada tahun 2030, dimana tiga perempatnya dapat diisi oleh kaum perempuan.
Baca:
Berbagai Sampah Plastik Berbeda Lama Waktu Terurai
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.