Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Malang - Populasi badak Jawa atau Rhinoceros sondaicus di kawasan Taman Nasional Ujungkulon bertambah setelah satu individu anak badak Jawa terekam kamera jebak pada 4 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Balai Taman Nasional Ujungkulon (TNUK) Ardi Andono mengatakan, anak badak Jawa yang terekam kamera jebak itu merupakan individu baru sehingga seluruh badak Jawa di semenanjung Ujungkulon berjumlah 82 individu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami mendapatkan video terbaru tanggal 4 Maret 2024 hasil dari kamera jebak yang kami pasang pada Februari 2024. Cuma satu rekaman. Dalam video terlihat anak badak Jawa sedang berjalan bersama induknya,” kata Ardi kepada Tempo, Ahad, 7 April 2024.
Anak badak Jawa yang terekam diperkirakan berusia 3-5 bulan. Kondisinya sehat dan mulus. Namun jenis kelaminnya belum teridentifikasi karena posisi badan bagian belakangnya tidak berada tepat di depan kamera jebak. Anak badak Jawa baru ini untuk sementara diberi identitas ID.093.2024.
Ardi menyebut anak badak Jawa itu sebagai individu baru berdasarkan ukuran fisiknya yang kecil. Ukuran fisik itu selaras dengan usianya yang kurang dari 6 bulan. “Jika anak badak itu individu lama, ukuran fisiknya terlalu kecil, seperti tidak bertumbuh jika anak badak itu hasil temuan pada 2021, 2022, dan 2023,” ujarnya.
Populasi badak Jawa di Ujungkulon, kata Ardi, bertambah 7 individu dalam tiga tahun terakhir sejak medio 2021. Rinciannya, pada pertengahan 2021 tercatat 75 individu. Jumlah ini bertambah jadi 76 individu setelah ditemukan satu individu pada akhir 2021.
Jumlah badak Jawa bertambah 4 individu pada 2022 sehingga jumlahnya menjadi 80 individu. Lalu TNUK mendapat informasi tambahan adanya dua individu, masing-masing satu individu pada 2023 dan 2024, sehingga total ada 82 individu di ujung barat daya Pulau Jawa tersebut.
Tambahan satu individu badak itu merupakan temuan susulan di kawasan TNUK dengan menggunakan kamera jebak. Sebelumnya temuan serupa terjadi pada 2022 dan 2023, masing-masing satu individu betina yang diberi identitas ID.091.2022 dan ID.092.2023.
Penambahan populasi badak Jawa menandakan kawasan TNUK berkondisi baik dan aman. Ardi menyebut kondisi menggembirakan ini berkaitan dengan metode pengamanan kawasan. TNUK sering menerapkan metode berbeda untuk mengamankan kawasan dan pemasangan kamera jebak, yang disesuaikan dengan durasi, ruang jelajah, dan jumlah personel.
Pada 2024, TNUK menerapkan metode pengamanan yang baru, yaitu sistem perlindungan penuh atau full protection system. Sistem ini melarang orang-orang tidak berkepentingan memasuki seluruh kawasan TNUK.
“Kami juga memakai metode baru pemasangan kamera jebak, yaitu seluruh kamera dipasang kembali dengan tidak menggunakan data lama sehingga kami mengulang atau reset lagi dari nol dengan tujuan bisa scanning (memindai) seluruh wilayah kami,” kata Ardi.
Idealnya, kata dia, TNUK memasang 144 kamera jebak dalam kawasan. Namun, karena daya jangkau, kekurangan waktu, dan kekurangan personel, akhirnya TNUK memasang 126 kamera saja.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan dan Kehutanan Satyawan Pudyatmoko, mengatakan, anak Badak Jawa lahir dari induk yang diidentifikasi memiliki cula batok yang terlihat cukup jelas. Bagian kepalanya tidak jelas kelihatan sehingga ciri-ciri pada wajah tak teridentifikasi.
Nama dan identitas induk badak juga belum teridentifikasi dengan jelas karena posisinya terlalu dekat dengan kamera jebak.
Rekaman badak Jawa terbaru mengindikasikan reproduksi badak jawa di TNUK berlangsung baik. Namun Satyawan menambahkan, keberadaan dan kelestarian badak jawa di habitatnya masih terancam oleh berbagai gangguan seperti perburuan, predator, penyakit, potensi depresi perkawinan sedarah (inbreeding depression), dan bencana alam.
“Untuk itu kami berharap semua pihak bisa membantu upaya pelestarian badak jawa, tidak boleh lengah dan selalu mengantisipasi setiap ancaman yang mungkin terjadi,” kata Satyawan.
Badak Jawa merupakan satwa liar yang menjadi prioritas konservasi spesies. Badak bercula satu ini juga merupakan satu dari lima spesies badak yang tersisa di dunia dan merupakan salah satu jenis mamalia besar paling jarang populasinya di dunia.
Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature/IUCN) memasukkan badak jawa ke dalam “daftar merah” sebagai spesies yang berisiko tinggi terancam punah di alam liar.
ABDI PURMONO