Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menanggapi rencana pemerintah yang ingin memberikan akses tanah untuk rakyat sebagai upaya pengentasan kemiskinan ekstrem. Pemerintah juga berencana membalik skema plasma-inti yang selama ini dinilai kurang menguntungkan bagi petani kecil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Itu program yang sudah sejak dulu diinginkan oleh rakyat kita, bahkan diperintahkan UUPA (UU Pokok Agraria) dan TAP MPR XI/2001, jadi perlu segera direalisasikan secara konsisten,” kata Dewi ketika dihubungi pada Jumat, 28 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Dewi, pelaksanaan kebijakan ini harus dilakukan secara komprehensif. Penguasaan dan pengelolaan tanah harus dibarengi dengan dukungan modal, teknologi, serta jaminan pasar yang menguntungkan dan adil. “Kemudian memastikan ketepatan sasaran masyarakat dengan pelibatan gerakan masyarakat sipil,” tuturnya.
Dewi menyoroti kondisi petani pekebun yang selama ini kalah oleh pemodal, sehingga mereka lebih sering menjadi buruh kebun daripada petani mandiri. “Jangan sampai justru penikmat kebijakan reform ini lebih besar diakses oleh para penumpang gelap dan pengusaha kembali,” katanya.
Ia menekankan bahwa ketepatan sasaran menjadi indikator krusial agar kebijakan ini benar-benar dapat mengatasi kemiskinan sekaligus mengoreksi ketimpangan agraria. Menurutnya, itu membuat skema plasma 70 (sampai 80) persen menjadi penting. "Namun para petani plasma ke depan harus terkoordinir ke dalam koperasi-koperasi milik rakyat sehingga petani memiliki posisi tawar dengan perusahaan inti,” ujar Dewi menambahkan.
Terkait aspek lingkungan, Dewi menilai bahwa pengelolaan tanah oleh petani lebih ramah lingkungan dibandingkan korporasi yang cenderung eksploitatif dalam skala masif. Jika masyarakat sudah mencapai titik kesejahteraan karena diberikan tanah dan support system-nya, Dewi meyakini penataan lingkungan dan alam menjadi lebih mudah. "Dengan pendidikan petani dilatih untuk membuat kolam penampungan limbah, toilet bersih, dan sebagainya.”
Sebelumnya, Kepala Badan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa reforma agraria adalah syarat utama bagi Indonesia untuk menjadi negara maju. “Presiden Prabowo sudah memerintahkan agar upaya pengentasan kemiskinan ekstrem harus dilakukan dengan memberikan akses tanah untuk rakyat. Kalau perlu dengan Dekrit Presiden,” kata Budiman di sela-sela acara Asia Land Forum 2025 di Jakarta Barat, Rabu, 19 Februari 2025.
Budiman juga menyinggung skema plasma-inti dalam pertanian besar yang selama ini dinilai kurang menguntungkan bagi petani kecil. Saat ini, petani (plasma) hanya menguasai 20 persen sementara perusahaan besar (inti) menguasai 80 persen. Pemerintah berencana membalik skema ini sehingga petani mendapatkan bagian yang lebih besar.
Dia menyebut, pemerintah masih mengkaji apakah perubahan ini memerlukan revisi undang-undang atau cukup dengan peraturan baru. “Kami sedang mengkajinya di rapat, kemarin sudah rapat koordinasi dengan beberapa menteri yang lain.”