Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) sudah menanam lebih dari 6 juta pohon melalui 267 program penanaman di seluruh wilayah operasi perusahaan. Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, mengatakan luas area penanaman yang sudah dijangkau oleh Program Hutan Pertamina itu mencapai total 629 hektare (Ha), terdiri dari 433 Ha penanaman mangrove dan 196 Ha pohon daratan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mangrove dan pohon daratan memiliki peran besar sebagai penyerap dan penyimpan karbon sekaligus memiliki fungsi untuk mencegah abrasi laut dan mengurangi dampak bencana gelombang tsunami,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu, 7 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Fadjar, konservasi dan reforestasi hutan tersebut sudah berjalan sejak lama. Pada periode 2018-2023, perseroan sudah menanam 3,2 juta pohon mangrove secara nasional. Sebanyak 2,07 juta dari jumlah itu ditanam di Kalimantan. Sebanyak 269.504 mangrove juga ditanam Sumatera, serta 298.530 lain di Jawa. Ada juga 33.333 yang ditumbuhkan di Sulawesi, lalu 211.334 di Bali dan Nusa Tenggara, serta 288.111 di Maluku dan Papua.
Manajemen Pertamina belum menjelaskan sebaran penanaman pohon daratan. Namun, pada awal tahun ini, perusahaan diketahui sempat menanam tanaman langka, mencakup 13 jenis bibit dari koleksi Kebun Raya Pucak di Maros, Sulawesi Selatan. Bibit yang dibawa, antara lain Lunasi sp, Canarium sp, Nauclea sp, Ixora sp, Ficus sp, Alstonia sp, Melicope sp, Artocarpus sp, Dysoxyllum sp, Syzygium sp, Calophylum inophyllum, Bauhinia sp, serta tanaman endemik lainnya. Dari catatan Pertamina, kegiatan penanaman pohon sudah berkontribusi menyerap lebih dari 120 ribu ton ekuivalen karbondioksida (CO2eq) per tahun.
Selain untuk pengurangan emisi, Fadjar menyebut Program Hutan Pertamina pun membawa dampak ekonomi bagi masyarakat. Penanaman enam juta pohon diklaim sudah membantu 4.783 penerima manfaat. “Dengan pendapatan kelompok mencapai Rp 1,8 miliar per tahun,” katanya.
Pada tahun lalu, Pertamina pun menggenjot Program Perhutanan Sosial di enam wilayah, mulai dari Tanggamus (Lampung), Maros (Sulawesi Selatan), Bandung dan Indramayu (Jawa Barat), Jembrana (Bali), serta Tarakan (Kalimantan Utara). Program itu dijalankan dengan skema pengelolaan hutan lestari di kawasan hutan negara atau hutan adat. Objek yang dikelola bisa berupa hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, maupun kemitraan kehutanan.
“Dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya,” ucap Fadjar.
Perhutanan sosial di Kecamatan Ulubelu, Tanggamus, sebagai contoh, merupakan binaan Pertamina Geothermal Energy Area Ulubelu bersama Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Margo Rukun Bestari. Dalam setahun, melalui program ini, perusahaan mengedukasi 704 orang petani untuk pengelolaan hutan kemasyarakatan. Edukasi itu juga untuk kebutuhan pembibitan 8 ribu tanaman indigofera dan 10 ribu tanaman kayu multiguna.