Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Gunung Gede di Jawa Barat yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sangat kaya keanekaragaman hayati dan telah lama menjadi magnet bagi para ilmuwan.
Di Gunung Gede, kita bisa menemukan ratusan spesies lumut epifit, yaitu lumut yang tumbuh menempel di permukaan tanaman lain seperti batang, cabang, dan ranting pohon.
Dua sisi lereng Gunung Gede, Cibodas dan Selabintana, ternyata memiliki spesies dan komposisi lumut epifit yang berbeda.
SELAIN terkenal sebagai salah satu destinasi pendakian favorit, Gunung Gede di Jawa Barat menyimpan banyak pesona alam yang tersembunyi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gunung yang terletak di ketinggian 2.958 meter dari permukaan laut (mdpl) ini merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Kawasannya sangat kaya keanekaragaman hayati dan telah lama menjadi magnet bagi para ilmuwan, termasuk saya. Salah satu kekayaan alam Gunung Gede yang membuat saya terpesona adalah lumut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Gunung Gede, kita bisa menemukan ratusan spesies lumut epifit, yaitu lumut yang tumbuh menempel di permukaan tanaman lain, seperti batang, cabang, dan ranting pohon. Lumut daun dan lumut hati merupakan dua kelompok utama lumut epifit yang bisa kita temukan di sana.
Menariknya, dua sisi lereng Gunung Gede—Cibodas dan Selabintana—ternyata memiliki spesies dan komposisi lumut epifit yang berbeda. Penelitian saya bersama tim beberapa tahun lalu, yang dipublikasikan di jurnal Cryptogamie Bryologie edisi 6 Mei 2020, juga menunjukkan adanya zonasi ketinggian—perubahan komposisi spesies lumut epifit—seiring dengan ketinggian tertentu. Melalui tulisan ini, saya akan menyingkap susunan lumut epifit di setiap ketinggian pada dua lereng Gunung Gede.
Pemandangan Gunung Gede Pangrango dilihat dari Cigombong, Bawa barat. Dok.TEMPO/Boy Komar
Lima Zonasi Lumut Gunung Gede
Sekitar 200 tahun silam, ilmuwan Jerman Alexander von Humboldt memperkenalkan zona vegetasi yang menjelaskan bahwa jenis tumbuhan berubah seiring dengan ketinggian suatu tempat. Teori ini terlihat jelas di Gunung Gede.
Berdasarkan penelitian saya bersama tim, lumut epifit di Gunung Gede terbagi menjadi zona submontana, zona montana bawah, zona transisi, zona montana atas, dan zona subalpin. Setiap zona memiliki spesies indikator masing-masing.
Berikut temuan saya:
Kaki Gunung
Zona submontana: Di kedua lereng gunung, zona ini terletak di ketinggian 1.500 mdpl. Spesies indikator di lereng Cibodas adalah lumut daun Leucophanes angustifolium. Sedangkan di lereng Selabintana adalah lumut hati Heteroscyphus argutus.
Pertengahan Gunung
Zona montana bawah: Di lereng Selabintana, zona ini berada di ketinggian 1.700-2.100 mdpl dan ditandai oleh spesies lumut daun Syrrhopodon tristichus serta lumut hati Bazzania javanica. Sementara itu, di lereng Cibodas—memiliki ketinggian 1.700-1.900 mdpl—spesies indikatornya adalah lumut hati Plagiochila spathulifolia, Lejeunea micholitzii, dan Syrrhopodon tristichus.
Zona transisi: Zona ini menjadi peralihan antara zona montana bawah dan zona montana atas. Di lereng Selabintana, zona transisi berada di ketinggian 2.300 mdpl. Sedangkan di lereng Cibodas berada pada ketinggian 2.100 mdpl. Spesies indikator di Selabintana adalah lumut daun Symphysodontella attenuatula dan Fissidens wichurae. Adapun di Cibodas adalah lumut daun Hypnodendron dendroides dan Trachyloma indicum.
Puncak Gunung
Zona montana atas: Zona ini mencakup ketinggian 2.300 mdpl di Cibodas dan 2.500 mdpl di Selabintana. Di lereng Cibodas ditandai oleh lumut daun Pogonatum cirratum dan Distichophyllum brevicuspes. Sementara itu, di Selabintana, kami tidak menemukan spesies spesifik untuk menjadi spesies indikator.
Zona subalpin: Di lereng Cibodas, zona ini berada di ketinggian 2.500-2.700 mdpl dengan spesies indikator lumut hati Bazzania japonica dan Herbertus dicranus. Sementara itu, di lereng Selabintana pada ketinggian 2.700 mdpl terdapat delapan spesies lumut hati sebagai indikator, yaitu Plagiochila arbuscula, Lepidozia stahlii, Cylindrocolea kiaeri, Cyptolophocolea costata, Heteroscyphys aselliformis, Drepanolejeunea ternatensis, Frullania junghuhniana, dan Bazzania praerupta.
Secara keseluruhan, penelitian kami menunjukkan bahwa lereng Cibodas memiliki 160 spesies lumut—terdiri atas 71 lumut daun dan 89 lumut hati. Sedangkan lereng Selabintana memiliki 149 spesies lumut—57 lumut daun dan 92 lumut hati. Dengan kata lain, jenis lumut di lereng Cibodas lebih kaya dibanding di lereng Selabintana.
Bagaimana Zonasi Lumut Terbentuk?
Zonasi lumut epifit terbentuk melalui interaksi kompleks antara lumut dan pohon inangnya—dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti suhu, kelembapan, dan topografi. Faktor-faktor ini saling mempengaruhi sehingga perubahan pada satu faktor tentu akan mengubah faktor lain.
Berdasarkan analisis saya, ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi perbedaan komposisi lumut di dua lereng Gunung Gede:
1. Suhu dan Kelembapan
- Lereng Cibodas lebih banyak terpapar sinar matahari sehingga cenderung lebih kering.
- Lereng Selabintana, yang berada di sisi berlawanan, menerima lebih banyak curah hujan, membuat area ini lebih lembap.
- Perbedaan ini menyebabkan jenis lumut yang tumbuh di setiap lereng pun berbeda. Sebab, lumut memiliki kemampuan adaptasi yang spesifik terhadap kondisi suhu dan kelembapan.
2. Topografi
- Lereng Selabintana memiliki topografi yang lebih seragam, menciptakan lingkungan yang konsisten bagi lumut.
- Lereng Cibodas mempunyai topografi yang lebih bervariasi. Dalam pendakian, kita akan menemukan sungai, danau kecil, rawa, air panas, air terjun, serta jalur dengan kecuraman yang berbeda. Variasi topografi ini menciptakan relung-relung ekologis unik bagi pepohonan inang tempat lumut tumbuh sekaligus menciptakan mikroklimat yang berbeda-beda di habitat lumut epifit. Inilah yang menyebabkan jenis lumut di lereng Cibodas lebih kaya dibanding di lereng Selabintana.
Jangan Anggap Remeh Lumut
Mungkin sebagian besar orang sering menganggap lumut sebagai tumbuhan kecil yang tumbuh begitu saja. Namun lumut adalah salah satu kelompok tumbuhan tertua di bumi dengan lebih dari 20 ribu spesies yang masih ada dan berkembang hingga saat ini. Ketahanan yang luar biasa membuat mereka bisa tumbuh di mana saja.
Keberadaan lumut di Gunung Gede menjadi bukti adaptasi dan daya tahan mereka terhadap perubahan lingkungan. Mereka membantu para ilmuwan memahami evolusi kehidupan. Lebih dari itu, peran lumut sangat penting dalam menopang ekosistem. Mereka menjadi indikator kualitas lingkungan dan menyediakan habitat bagi organisme kecil.
Jadi, lain kali, ketika melihat lumut, mungkin ada baiknya kita berpikir dua kali sebelum menyapu mereka dari halaman. Sebaliknya, luangkan waktu sejenak untuk mempertimbangkan keindahan alami dari sulur-sulur hijau yang lembut dan sejarah mereka sebagai salah satu jenis penjelajah tertangguh yang telah bertahan dalam sejarah panjang bumi.●
Artikel ini terbit partama kali di The Conversation.