Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satya Bumi mengkritik pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan penambahan lahan sawit tidak bakal berdampak kepada deforestasi. Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien menyampaikan, sebagai kepala negara, maka pernyataan Prabowo itu bakal ditafsirkan sebagai arahan untuk terus melakukan ekspansi lahan dan membuka hutan alam, yang itu bakal merusak lingkungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Penelitian kami menemukan bahwa daya tampung lingkungan batas atas atau ‘cap’ sawit di Indonesia hanya sampai pada angka 18,15 juta hektare. Temuan ini penting, mengingat industri sawit di Indonesia terlampau ekspansif dalam dua dekade terakhir," kata Muttaqien melalui pesan tertulis, Selasa, 31 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Muttaqien, jika pertumbuhan industri sawit dibiarkan tanpa pengendalian, maka hasil perhitungan ekonomi dan ekologi menunjukkan potensi kerugian jangka panjang yang besar. Apalagi, berdasarkan data Mapbiomas sejak 2018 hingga 2021 sebenarnya terjadi penurunan deforestasi yang berhubungan dengan kebun sawit, meski meningkat pada 2022. "Tapi yang harus dilakukan pemerintah adalah intensifikasi, bukan lagi penambahan lahan apalagi membabat hutan alam," ucapnya.
Muttaqien menyebut pernyataan Prabowo bertolak belakang dengan berbagai komitmen iklim, maupun langkah-langkah pengendalian deforestasi yang sudah dilakukan Indonesia. "Sebagai seorang kepala negara, nyatanya ia tak punya pemahaman yang memadai mengenai deforestasi."
Definisi deforestasi, kata Muttaqien, tak hanya menyoal hutan gundul, tapi juga mengubah lanskap hutan lindung yang sangat beragam dengan keanekaragaman hayati, sehingga dapat menangkap karbon dengan jumlah yang sangat besar. Hutan hujan tropis dapat menangkap 7,6 juta karbon per tahun atau setara dengan 15 persen emisi tahunan dari manusia.
Deforestasi, kata Muttaqien, merupakan pembabatan hutan alam menjadi lahan untuk perkebunan monokultur seperti kebun kelapa sawit. "Perkebunan monokultur seperti kelapa sawit, tak hanya bisa menurunkan kemampuan menangkap karbon melainkan juga menyedot unsur hara yang akan sulit direboisasi menjadi hutan alam," ujarnya.
Meski sawit, ada daunnya dan ada batangnya, kata Muttaqien, tetap saja tidak bisa disamakan dengan tutupan hutan alam. "Sawit yang ditanam di atas tanah yang dihasilkan dari pembabatan hutan alam sama sekali berbeda dengan pohon-pohon atau tegakan pohon di hutan tersebut. Hutan alam tidak bisa digantikan dengan sawit yang notabene monokultur," ungkapnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengatakan pemerintah harus menambah dan memperluas penanaman kelapa sawit. "Enggak usah takut membahayakan deforestasi," kata Prabowo saat berpidato di Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, Senin, 30 Desember 2024.
Pilihan Editor: BMKG Perkirakan Malam Tahun Baru 2025 Aman dari Cuaca Ekstrem