Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Sesudah Amdal, Kini Dialog

Pengusaha dari Grup Prasetiya Mulya Sepakat mengenai pembangunan berkelanjutan. Menteri Negara KLH Emil Salim mengajukan 10 pedoman dan mempersoalkan pemukiman Indah Kapuk di Jakarta Utara.

5 September 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AGAKNYA tak seorang menduga -- Ciputra barangkali juga tidak -- bahwa bincangbincang Menteri Negara KLH Emil Salim dengan para pengusaha dari Grup Prasetiya Mulya akhirnya lebih merupakan forum perdebatan. Acara Jumat pekan silam itu memang memuncak dalam dialog antara Emil Salim dan Ciputra, bos Grup Pembangunan Jaya. Yang dipermasalahkan ialah kawasan hutan lindung Angke, Kapuk, Jakarta Utara. Kawasan itu kini dalam proses pembangunan untuk dijadikan daerah permukiman yang diberi nama Indah Kapuk. Semula, pertemuan direncanakan untuk merumuskan kesepakatan antarpengusaha mengenai pembangunan berkelanjutan alias sustainable development -- isu yang semakin sering dibicarakan. "Ini merupakan langkah awal yang baik untuk membangun tanpa merusak," Emil berkomentar, menyambut penandatanganan kesepakatan tersebut. "Hasilhasilnya memang tidak akan terasa dalam waktu singkat. Usaha yang harus dilakukan sekarang adalah, bagaimana mengurangi tingkat polusi akibat industri," ujarnya lebih lanjut. Menurut Emil, ada sepuluh hal perlu diperhatikan agar tercipta keserasian lingkungan hidup dengan sumber daya alam. Lebih terkesan sebagai pedoman kerja, kesepuluh hal itu lalu dirinci satu per satu. Pertamatama Menteri Negara KLH mencantumkan keharusan, dalam dewan direksi semestinya ada anggota yang bertanggung jawab memperhatikan aspek lingkungan dari proyek yang akan diluncurkan. Pedoman ke4 yang berbunyi "melindungi karyawan dan penduduk di sekitar lokasi proyek dari ancaman pencemaran dan kerusakan lingkungan" tampaknya ingin memberi jaminan, bahwa kasus pencemaran yang merugikan orang banyak tidak lagi terulang. Isi pedoman ke7 tak begitu beda, yakni menggariskan tanggung jawab perusahaan pada kepentingan stake holder seperti karyawan, konsumen, dan masyarakat sekitar. Gagasan segar ditemukan pada pedoman ke8, yang menyebutkan bahwa perusahaan diharapkan mengembangkan proses produksi dan teknik yang "ramah lingkungan". Kiasan "ramah" tentu dimaksudkan teknologi yang berpotensi menghemat sumber daya alam dan juga tidak berbahaya bagi lingkungan, seperti teknologi panas matahari dan teknologi panas bumi. Bagi Indonesia, matahari sebagai sumber energi tersedia melimpah, tapi proses pengolahannya masih sangat mahal. Tak heran bila pemanfaatan panas matahari belum populer di sini. Tapi bahwa garis pantai dan kawasan pantai merupakan milik umum juga tidak populer di sini, alias tidak dipahami. Karena itu pula, para developer seakan berlomba membangun rumahrumah di atas pantai. Pembangunan kompleks perumahan Pantai Mutiara, Jakarta, mungkin belum membahayakan lingkungan, namun kawasan yang eksklusif itu dengan sendirinya tertutup untuk umum. Daerah permukiman Pluit -- juga di pantai Jakarta -- sudah terasa tidak nyaman karena rembesan air laut yang tak tertahan. Permukiman Kapuk tiba-tiba mencuat menjadi isu akhir Agustus ini, bukan terutama lantaran dialog EmilwCiputra, tapi karena pembahasan RUU Tata Ruang di DPR. Kawasan Kapuk pada mulanya adalah daerah hutan lindung Angke Kapuk, yang ditumbuhi hutan bakau yang lebat dan dihuni ribuan burung. Kalau ada keberatan dari pihak DPR, agaknya lebih karena statusnya sebagai hutan lindung yang harus dilestarikan. Lagi pula, hutan ini mutlak diperlukan agar garis pantai tidak digempur ombak. Akarakar bakau sangat efektif untuk itu. Tapi berdasarkan SK bertanggal 31 Juli 1982, Dirjen Kehutanan memberi hak kepada PT Mandara Permai -- anak perusahaan dalam Grup Pembangunan Jaya -- untuk menjadikannya daerah permukiman. Surat ini diperkuat SK Menteri Kehutanan bertanggal 8 Januari 1987, yang memerintahkan agar kawasan itu dikosongkan. Kini hutan lindung sudah lenyap, kesibukan pembangunan terlihat di sanasini, dan DPR mengimbau agar kedua SK maupun izin Gubernur DKI Jaya ditinjau kembali. Tampaknya, isu Kapuk masih akan berkembang, sementara Ciputra menjadi sangat gusar. Bukan hanya proyek Kapuk yang bernilai Rp 3 trilyun itu digugat di DPR, tapi mungkin juga karena Emil menyentil, baik melalui "kelakar" dalam acara ceramah maupun dalam sepucuk surat resmi Maret silam ke alamat PT Mandara Permai. Mengapa? Dikhawatirkan, proyek Kapuk bisa merusak ekosistem setempat. Proyek besar lain yang juga menyimpan isu lingkungan adalah pabrik kertas PT Indah Kiat milik Sinar Mas Group di Provinsi Riau. Pabrik yang terletak di Pinang Sebatang, Kecamatan Siak itu sejak 1985 telah mencemari air sungai di sana. Penduduk sekitar tak dapat lagi menggunakan air sungai untuk mandi, cuci, apalagi minum. Hal ini sudah dibicarakan dengan Indah Kiat tapi tanpa hasil. Bila tetap begitu terus, "akan kami ajukan ke pengadilan," ujar Mas Achamd Santosa dari LBH. Sebuah pabrik semen yang terletak di Jawa Barat dan cukup tersohor juga terkategori sebagai perusak lingkungan. Mas Achmad memastikan, masyarakat sudah berkeluh kesah sekitar pencemaran udara yang ditimbulkan oleh pabrik itu sejak tahun 1970. Diakuinya, pabrik itu memasang alat penghisap debu (electro static precipitator), tapi ini pun tidak meredam keluhan penduduk. "Hanya ada dua pilihan, negosiasi atau pengadilan," Achmad menegaskan, tanpa menyebut ancarancar waktunya. Sampai kini, masih terlalu banyak kasus pencemaran, besar ataupun kecil, yang belum ditangani tuntas. Masih sering diberitakan mengenai penduduk yang mengamuk menghancurkan pabrik -- seperti belum lama ini terjadi di Bekasi. Apa yang dilakukan pihak KLH dengan Amdal, proses pengadilan, dan dialog pemerintahwpengusaha sebagai upaya persuasif, hendaknya membawa hasil. Kalau tidak, taruhannya akan terlalu besar bagi anakcucu kita. IS, Indrawan, Andi Reza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus