BJORN Hettne, dalam bukunya Development Theory and the Three Worlds, menjanjikan fon~dasi teori baru mengenai pembangunan. Karya profesor terkemuka dalam bidang studi pembangunan da~ri University of Gotthenberg, Swedia ini merupakan buku teori yang sulit dipahami tanpa latar belakang sejarah ekonomi, sistem ekonomi, filsafat dan teori pembangunan. Menurut Hettne, krisis dalam teori itu terjadi karena harapan akan hasil pemba~ngunan tak sesuai dengan teori pembangun~an tahun 1950-60. Di Eropa, welfare state tak dapat mengikis stagnasi ekonomi dan tingkat pengangguran yang tinggi. Di nega~ra sosialis timbul krisis legitimasi dan kre~dibilitas pemerintah yang menyebabkan tingkat kesejahteraan turun, penyalahguna~an kekuasaan, dan gagalnya pertumbuh~an. Dan di negara berkembang ada krisis utang luar negeri seperti Amerika Latin, ma~salah kelaparan di Afrika, atau krisis etnis di Asia (misalnya Bangladesh). Yang mendasari krisis teori pembangun~an itu sebenarnya adalah krisis peran pemerintah. Sebab, teori itu memang didasarkan pada asumsi bahwa pembangunan memerlukan intervensi pemerintah yang positif dan terarah. Kelemahan analisa Hettne: tak dibedakan secara jelas, krisis teori pembangunan, strategi, atau implementasinya. Tidak terwujudnya hasil pembangunan yang diinginkan terjadi karena krisis dari salah satu atau ketiga aspek itu. Teori pembangunan atau studi pembangunan baru mulai sejak ber~akhirnya Perang Dunia II. Pa~da tahun 1950-an teori pemba~ngun~an dipengaruhi oleh keberhasilan pro~ses pembangun~an Eropa dengan Marshall Plan. Maka, te~ori pembangun~an pa~da tahun 1950-an dida~sarkan pada pertum~buh~an, perencanaan dan bantuan luar negeri. Strategi pembangunan menganjurkan intervensi pemerintah yang terarah dan terpadu. Pemikiran tersebut dipengaruhi oleh perkembang~an teori Keynes yang juga sesuai dengan struktur kekuasaan di negara berkembang. Tahun 1960-an timbul analisa me~ngenai dualisme dalam pembangunan. Pada periode ini timbul kelompok "struktural", yang menganggap bahwa teori pembangun~an memerlukan kerangka teori yang berbeda antara negara maju dan berkembang. Pemikiran dasarnya, jika negara berkembang hanya mengekspor produk primer, me~~reka akan terus berada di "pinggiran" (pe~~riphery). Hanya "pusat" yang me~nikmati keuntungan dari pertumbuhan. Maka, ne~gara berkembang perlu mengembangkan da~sar industri lewat kebijaksanaan substitu~si impor dan perlindungan "sementara". Mulai 1970-an, teori pembangun~an berdasarkan perencanaan sentral dan intervensi pemerintah mulai dipertanyakan, ter~utama karena hasilnya tak terwujud. Pada saat yang sama teori Keynes juga diper~tanyakan karena krisis ekonomi dunia, tingkat pengangguran dan inflasi tinggi (stag~flation). Kritik atas peran pemerintah didukung oleh berbagai studi empiris seperti dam~pak negatif dan distorsi lantaran interven~sinya dalam kebijaksanaan perda~gang~an. Maka, strategi pem~bangunan ber~alih ke pen~dekatan mekanisme pa~sar dan orientasi ekspor. Tapi di negara berkembang sendiri, terutama di Amerika Latin, pada saat yang sama timbul dorongan untuk mengemukakan teori pembangunan ala ne~gara berkembang. Timbul berbagai konsep pembangunan seperti self-reliance atau swasembada, kerja sama Selatan-Selatan, dan depen~dencia. Menurut pemikiran kelompok ini, hambatan utama pembangunan bukan kelangkaan kewira~swastaan atau modal, tapi pembagian proses produksi antara "pinggiraan" dan "pusat" yang selalu beruntung. Untuk memajukan negara berkembang, perlu dilepas keter~gan~tungan pada "pusat". Sayang, pendekat~an ini tak dilandasi oleh kerangka teori. Ide pembangunan yang lain atau development with a human face menggaris bawahi perlunya pembangunan yang manusiawi, memperhatikan pemerataan seperti pe~menuhan kebutuhan pokok, swasemba~da, menjaga keseimbangan lingkungan hi~dup, dan partisipasi masyarakat. Strategi pem~bangunan ini memberi prioritas kepada pe~merataan dibanding pertumbuhan. Ke~lemahan utama pendekatan ini adalah tak ada~nya strategi yang jelas. Pola utama dalam teori pembangunan pa~da dasawarsa 1980 adalah globalisasi, teori pembangunan yang mengaitkan negara dan ekonomi dunia. Ketertiban perekonomian du~nia mulai tahun 1970-an sudah terganggu ka~rena berkurangnya peran Amerika sebagai penguasa tunggal. Pertumbuh~an ekono~mi dunia yang stabil itu berkat hegemoni AS yang bisa mempengaruhi sis~tem atau aturan main perdagangan. Kini yang ada cuma ketidakpastian. Dalam dasawarsa 1960 dan 1970 GATT bisa menurunkan tarif. Tapi sejak 1980 timbul kecenderungan bah~wa negara maju memperketat proteksi de~ngan menggunakan hambatan nontarif. Teori pembangunan dasawarsa 1970 dan 1980 dipengaruhi oleh model-model interdependensi dan mencari teori pemba~ngun~an yang global. Maka, timbul berbagai gagasan seperti NIEO (New International Economic Order), yang antara lain mengi~ngin~kan satu dunia dan satu sistem. Menurut Hettne, ada empat pola perubahan orientasi dalam teori pembangunan. Pertama, perbedaan antara pendekatan positif dan normatif mulai surut dan ada kesadaran bahwa kedua-duanya penting. Kedua, model formal dan pendekatan substantif yang multidisiplin sebagai pendekatan perubahan sosial semakin baur. Ketiga, teori pembangunan tak lagi meng~gunakan Eropa sebagai kiblat. Teori pembangunan menjadi universal. Krisis ekonomi di negara maju (Dunia Kesatu) dan proses reformasi di Eropa Timur (Dunia Kedua) adalah pembangunan dengan inti permasalahan sama dengan yang dihadapi negara berkembang (Dunia Ketiga). Te~ori pembangunan yang universal relevan untuk ketiga dunia (three worlds), bukan saja untuk negara berkembang atau Dunia Ketiga (third world). Dan keempat, ruang lingkup pembangunan bukan saja berskala nasional, tapi global. Dengan pertimbangan reorientasi itu, fon~dasi teori pembangunan yang dikemukakan oleh Hettne adalah yang universal, global, dan seimbang dari segi pendekatan positif-normatif dan formal-substantif. Per~tanyaan paling kunci adalah masa depan te~ori atau studi pembangunan dalam keada~an pemerintah tak dapat mempengaruhi perubahan perekonomian dunia. Apa fungsi stra~tegi nasional? Economic nasionalism de~ngan proteksi baru, regionalisme, atau swa~sembada? Buku ini berhasil menjabarkan perkembangan teori pembangunan yang tak sekadar menceritakan inti teori atau pemikiran yang terjadi. Ia telah memberi alasan timbulnya teori atau pemikiran itu, latar belakang teori-teori lain yang berkembang pada saat yang sama, serta konteks sejarah dan politik. Pendekatan Hettne dalam merangkum faktor-faktor itu unik dan sangat membantu pengertian pembaca mengenai asal-usul dari segi teori dan pemikiran yang berkembang pada suatu waktu dan wilayah ter~tentu. Hettne juga berhasil menerangkan secara baik reorientasi studi pembangunan pada saat ini. Namun, ia tak berhasil memberikan suatu fondasi yang "baru" me~ngenai teori pembangunan. Hettne juga tak menjawab pertanyaan mengenai peran pemerintah dalam teori dan strategi pemba~ngun~an. Ia melemparkannya kepada pembaca untuk menelitinya. Mari Pangestu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini