Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa Indonesia telah mulai perlahan meninggalkan tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dengan konsep open dumping.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Open dumping merupakan sistem pengelolaan dengan menumpuk sampah hingga menggunung yang dibiarkan tanpa penanganan dan penutupan dengan tanah. Sampah yang menumpuk tersebut akan mengalami penguraian atau pembusukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sampah seperti kertas, tekstil, sisa makanan, kayu, daun, itu akan menghasilkan gas yang disebut dengan metana (CH4). Gas metana sendiri akan mudah terbakar di musim kemarau yang panas.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan tahun 2022 sebanyak 41,09 persen TPA yang dioperasikan tidak lagi open dumping atau sudah memenuhi standar, baik controlled landfill atau sanitary landfill. Pemerintah, kata dia, bakal secara resmi menutup semua TPA open dumping pada tahun 2030.
"Sedangkan pada tahun 2023 kondisi relatif membaik dan ada peningkatan hampir 43 persen TPA dioperasikan tidak open dumping," kata Vivien melalui pesan WhatsApp kepada Tempo, Selasa, 20 Februari 2024.
Menurut Vivien, upaya landfill mining sudah mulai dilakukan di Indonesia, misalnya Kota Jakarta dengan TPA Bantar Gebang. Untuk TPA Bantar Gebang kapasitas landfill mining sudah mencapai 1.000 ton/hari. Selanjutnya, kata Vivien, diolah dengan teknologi RDF (refuse derived fuel) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar..
"Selanjutnya ada Kota Surakarta dengan TPA Cempo, kapasitas kurang lebih 250-300 ton/hari, selanjutnya diolah dengan teknologi waste to electricity," ungkapnya.
Vivien mengatakan TPA dengan konsep RDF punya potensi besar di Indonesia
dengan offtaker berasal dari industri semen, PLTU, smelter, serta industri-industri lainnya yang menggunakan teknologi boiler. Oleh sebab, menurut Vivien, RDF akan menjadi teknologi yang determinan dalam pengelolaan sampah di Indonesia ke depannya. "Selain teknologi waste to electricity, black soldier technology, serta material recovery technology," ucap dia.
Terkait program waste to electricity yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, menurut dia, yang sudah beroperasi secara baik adalah (PSEL) Benowo di Surabaya, dan sudah akan COD (comercial operating date) adalah PSEL Putri Cempo di Surakarta.
Vivien mengatakan regulasi Perpres 35 Tahun 2018 merupakan terobosan kebijakan baru dan belum pernah ada di Indonesia, sehingga dari 12 kota yang direncanakan punya PSEL, baru dua kota yang sudah punya kemajuan. Ia mengatakan sebagai sebuah terobosan maka setiap tahapan harus dilakukan secara cermat.
Selanjutnya hal yang krusial, kata dia, adalah komitmen tipping fee dari pemerintah daerah, karena harus diputuskan bersama legislatif di daerah untuk jangka panjang, yakni 20-30 tahun ke depan. "Di samping alokasi anggaran untuk PSEL yang relatif signifikan (lebih besar) karena selama ini perbandingannya daerah alokasinya untuk operasional TPA yang open dumping," ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya mengungkapkan total infrastruktur tempat pembuangan akhir (TPA) sebanyak 268 unit telah dibangun di wilayah-wilayah Indonesia.
"Total infrastruktur tempat pembuangan akhir (TPA) yang terbangun ada 268 dengan TPA terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur, yaitu sebanyak 20 dengan luas area 122,7 hektare," ujar Direktur Jenderal Cipta Karya Diana Kusumastuti. Diana menambahkan, sedangkan area TPA terluas terdapat di Provinsi Jawa Barat yaitu 203,14 hektare.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.