Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Denpasar - Studi di Malaysia menunjukkan adanya peluang orang utan bisa bertahan hidup berdampingan di lahan perkebunan sawit. Studi melibatkan sistem agroforestri yang menerapkan koridor atau pengaturan tertentu dengan menambahkan tanaman pangan misalnya pohon buah-buahan dan pohon lain, yang bisa menjadi sarang orang utan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Misalnya mengorbankan lima hingga 10 jalur tanaman -sawit- itu ditanami pohon buah. Rekan kami di Malaysia sudah melakukan itu dan bisa,” kata Direktur Program Iklim dan Transformasi Pasar WWF Indonesia Irfan Bakhtiar di sela konferensi internasional kelapa sawit dan lingkungan (ICOPE) 2025 di Sanur, Denpasar, Bali, Kamis, 13 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, orang utan tidak bisa hidup berdampingan apabila perkebunan kelapa sawit itu dilaksanakan secara monokultur atau dalam satu hamparan seluruhnya tanaman kelapa sawit. Karenanya, Irfan menyebutkan, WWF telah mengembangkan percontohan agroforestri yang sama menggandeng para petani sawit yang ada di Jambi dan Kalimantan Tengah.
Tanaman pangan yang ditanam pada lahan percontohan itu yakni padi gogo, petai, jengkol, buah-buahan hingga kemiri. Lahan percontohan disebutnya tak luas, kurang dari 10 hektare. Menurut dia, beberapa sudah ada penampakannya. "Tidak ada orang utan tapi sarang sementara,” katanya.
Di lokasi yang sama, Marc Ancrenaz dari Departemen Satwa Borneo Futures Sabah Malaysia menjelaskan perilaku orang utan yang beralih ke perkebunan sawit. Dituturkannya, penelitian terbaru menunjukkan orang utan dapat beradaptasi dan bertahan di hutan sekunder termasuk perkebunan sawit.
Temuan itu, kata Ancrenaz, berbeda dari 25 tahun lalu ketika para ilmuwan menyakini orang utan hanya bisa bertahan hidup di hutan primer. "Tujuan orang utan bergerak ke perkebunan sawit adalah untuk mencari makanan seperti pelepah muda," katanya.
Ancrenaz dan timnya telah melakukan studi selama dua tahun untuk memahami interaksi antara satwa dilindungi itu dan perkebunan sawit. Termasuk memastikan bahwa produksi kebun yang didatangi orang utan sama baiknya dengan yang tidak didatangi.
Oleh karena itu, lanjut dia, industri sawit perlu mengubah cara pandang terhadap satwa yang mendatangi kebun sawit mereka. “Jika dapat menciptakan lingkungan agar orang utan merasa aman, maka tingkat agresivitas mereka akan berkurang,” ujarnya.