Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Tim ITB Temukan Rekahan Lain di Lokasi Longsor Sumedang, Bisa Gerus Rumah Tebing

Mahkota longsorannya bisa lebih besar lagi karena lereng yang telah longsor belum stabil.

14 Januari 2021 | 11.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Foto udara bencana tanah longsor di Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Selasa, 12 Januari 2021. Tim SAR gabungan masih mencari sedikitnya 24 korban hilang yang telah terdata akibat bencana tanah longsor yang terjadi pada Sabtu 9 Januari lalu. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tim dari Kelompok Keahlian Geologi Terapan Institut Teknologi Bandung (ITB) menemukan rekahan lain di lokasi atas tebing yang longsor di Sumedang. Jarak retakan itu tujuh meter dari sepanjang mahkota longsoran yang ada rumah tergantung di atas tebing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau tidak ada penanganan apa-apa dinding rumah itu akan meluncur,” kata Imam Achmad Sadisun yang dihubungi Kamis, 14 Januari 2021.

Baca:
Antisipasi Longsor Susulan Sumedang, BMKG Pasang Sistem Peringatan Dini

Panjang mahkota longsoran, menurut ahli di bidang longsoran tanah dan geologi teknik ITB itu, kini telah mencapai 50 meteran dengan bentuk melengkung. Kondisinya bisa berkembang terus sedikit-sedikit, tapi juga bisa terjadi longsor susulan secara bersamaan. “Mahkota longsorannya bisa lebih besar lagi karena lereng yang telah longsor belum stabil,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Longsor yang terjadi di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang terjadi pada Sabtu, 9 Januari 2021. Belasan jenazah korban longsor telah dievakuasi, selebihnya masih dicari petugas.

Berdasarkan laporan saksi mata, kata Imam, longsor yang terjadi di Cimanggung tidak hanya sekali terjadi, melainkan sudah empat kali kejadian. Sementara dari berbagai dokumentasi foto dan video, dapat diamati dengan jelas bahwa longsoran susulan cenderung berkembang menuju arah gawir utama atau mahkota longsoran.

Menurut Imam, dari peta geologi di daerah tersebut, lokasi tempat terjadinya longsor itu termasuk zona merah dan kuning, yang berarti memiliki potensi longsor yang tinggi dan sangat tinggi. Dia menyarankan perlu segera penanganan bahaya longsor susulan selama pencarian korban masih berlangsung. "Caranya banyak ada 50-an,” kata dia.

Menurutnya di laman ITB, longsoran yang terjadi berjenis kompleks karena proses gelinciran (sliding) pada bagian atas hingga proses aliran (flowing) di bagian tengah dan bawah sistem longsoran. "Kejadian longsoran yang diikuti oleh proses aliran lumpur atau bahkan aliran bahan rombakan umumnya menimbulkan banyak korban jiwa dan kerusakan,” katanya. Area longsoran berawal dari bagian tengah sistem lereng yang terganggu kesetimbangan atau kestabilannya ditambah oleh hujan lebat.

Selain itu lahan di area longsor sudah banyak dibuka untuk area perumahan di bagian atas, tengah, dan bawah lereng. Kenaikan tekanan pori dan berat isi material pembentuk lereng oleh infiltrasi air hujan, kata Imam, telah memberikan kontribusi yang sangat berarti pada proses terbentuknya longsoran ini.

Penanganan bahaya longsor susulan antara lain dengan penataan dari bagian atas tebing mulai dengan stabilisasi lereng lewat perkuatan material pembentuk lereng, atau pemberian struktur penahan lereng secara bertahap hingga pengaturan drainase permukaan dan bawah permukaan dengan baik. Upaya lain dengan menata ulang kawasan, merelokasi masyarakat yang ada di sekitar lokasi longsor Sumedang ke tempat aman.

ANWAR SISWADI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus