Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Top 3 Tekno berita hari ini dimulai dari topik tentang foto-foto keindahan jajaran Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak yang terlihat dari Jakarta heboh di media sosial. Pembatasan aktivitas sosial dan imbauan tetap tinggal di rumah di masa pandemi COVID-19 berada di balik udara bersih yang membuat pemandangan jelas gunung-gunung itu.
Berita terpopuler selanjutnya, pakar meteor dari lembaga antariksa dan penerbangan Amerika Serikat NASA, Bill Cooke, menerangkan puncak hujan meteor Lyrid dijadwalkan terjadi pada 21-22 April malam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lainnya, tentang kontaminasi di laboratorium utama milik Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat di Atlanta berada di balik keterlambatan produksi alat uji atau test kit virus corona COVID-19 di negara itu.
Berikut tiga berita terpopuler di kanal Tekno:
1. Heboh Gunung Gede dan Salak Terlihat dari Jakarta, Ini Kata Walhi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kiri: Foto udara gedung-gedung bertingkat yang diselimuti kabut polusi di kawasan Jakarta, Jumat, 6 September 2019. Kanan: Langit biru terlihat di atas kawasan Jalan MT Haryono, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat, 3 April 2020. Di pertengahan 2019 polisi di Jakarta mencapai ambang batas bahaya yaitu 180 micron, namun kini turun hingga sepertiganya. TEMPO/Subekti dan ANTARA/Galih Pradipta
Foto-foto keindahan jajaran Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak yang terlihat dari Jakarta heboh di media sosial. Pembatasan aktivitas sosial dan imbauan tetap tinggal di rumah di masa pandemi COVID-19 berada di balik udara bersih yang membuat pemandangan jelas gunung-gunung itu.
Direktur Eksekutif Walhi Nasional Nur Hidayati tak terkejut dengan foto-foto itu. Menurutnya, pemandangan itu tidak baru. “Sebenarnya kalau cerah biasa kelihatan Gunung Salak dan Gunung Gede, cuma sehari-hari karena udara Jakarta yang kotor dan berpolusi ya yang biasa itu jadi fenomenal," katanya, Sabtu 18 April 2020.
Dia berharap, 'fenomena' itu membuka kesadaran masyarakat di Jakarta bahwa selama ini udara di ibu kota kerap sangat polutif atau kotor. Kesadaran itu lalu menuntun praktik yang bisa mempertahankan kualitas udara Jakarta saat ini. “Apa mesti pandemi dulu?” kata Yaya, sapaan Nur Hidayati.
Meteor Lyrids. DOK: Inquisitr
Hujan meteor Lyrid dijadwalkan melintasi langit antara 16-30 April 2020, tapi pakar meteor dari lembaga antariksa dan penerbangan Amerika Serikat NASA, Bill Cooke, menerangkan bahwa fenomena langit itu puncaknya terjadi pada 21-22 April malam. Menurutnya, jika cuaca memungkinkan, hujan meteor dapat dengan mudah disaksikan.
Seperti kebanyakan hujan meteor, waktu menonton puncak akan terjadi sebelum fajar, tapi Lyrids akan terlihat mulai sekitar pukul 10.30 malam waktu setempat. "Bulan akan menjadi bulan sabit tipis hanya sekitar dua hari dari bulan baru, sehingga cahaya bulan tidak akan membanjiri pengamatan Anda," ujar Cooke, seperti dikutip Space.com, Kamis, 16 April 2020.
Meteor Lyrid adalah potongan kecil dari komet Thatcher, komet jangka panjang yang mengorbit Matahari sekitar 415 tahun sekali. Potongan puing yang tersisa di belakang komet, bagaimanapun, muncul setiap tahun
3. Terungkap, Penyebab Amerika Salah Uji COVID-19 di Awal Pandemi
Kapal rumah sakit Angkatan Laut USNS Comfort melintas di dekat patung Liberty saat memasuki New York Harbor di New York City, AS, 30 Maret 2020. Pemerintah Amerika Serikat tidak hanya mempersiapkan USNS Comfort tetapi juga kepal rumah sakit Angkatan Laut USNS Mercy. REUTERS/Mike Segar
Kontaminasi di laboratorium utama milik Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat di Atlanta berada di balik keterlambatan produksi alat uji atau test kit virus corona COVID-19 di negara itu. Liputan investigasi Washington Post yang diterbitkan 18 April 2020 tersebut mengungkapkan kalau fasilitas pembuat alat uji itu menyalahi praktik manufaktur.
“Hasilnya, kontaminasi terjadi di satu dari tiga komponen uji yang digunakan dalam proses deteksi yang sangat sensitif,” kata peneliti atau ahli yang tahu tentang masalah itu.
Permasalahan dengan alat uji cepat dalam mendeteksi penularan COVID-19 di awal terjadinya pandemi pertama kali mengemuka pada akhir Januari 2020 lalu. Saat itu, CDC mengirim sejumlah hasil pemeriksaan sampel ke 26 laboratorium kesehatan publik di Amerika, dan 24 di antaranya menemukan adanya hasil positif COVID-19 yang palsu.