Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Buah merah atau Pandanaceae conoideus bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kekebalan tubuh untuk melawan infeksi patogen, termasuk virus corona baru, COVID-19. Buah endemik Papua ini banyak mengandung antioksidan, beta karoten, omega 3 dan 9, serta banyak zat lain yang meningkatkan daya tahan tubuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti dari Balai Arkeologi Papua Hari Suroto yang mengingatkan khasiat buah merah di tengah kecemasan global akan virus corona COVID-19. Buah itu disebutkannya sudah lama dikonsumsi masyarakat Suku Dani di Lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya, dan dianggap terbukti membebaskan mereka dari berbagai penyakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Buah merah mengandung anti oksidan alami yang tinggi, serta berbagai vitamin dan zat seperti karoten 12.000 ppm, beta karoten 700 ppm, tokoferol 11.000 ppm yang berperan aktif untuk meningkatkan stamina dan sistem kekebalan tubuh," ujar Hari kepada Tempo, Jumat, 6 Maret 2020.
Selain itu ada beberapa zat lain dalam buah merah yang meningkatkan daya tahan tubuh, yaitu asam oleat, asam linoleat, dekanoat, omega 3 dan omega 9. "Semuanya disebut senyawa aktif penangkal terbentuknya radikal bebas dalam tubuh,” kata arkeolog lulusan Universitas Udayana, Bali itu, menambahkan.
Buah Merah termasuk familia Pandanaceae dapat ditemukan dari dataran rendah sampai tinggi di Papua yang tersebar hingga Papua Nugini. Diperkirakan lebih dari 30 varietas buah ini dapat dijumpai di Papua, masing-masing dengan nama yang berbeda untuk tiap karakter buah dan tiap daerah.
Misalnya, buah merah asal Distrik Kelila, Lembah Baliem Barat, mempunyai nama lokal yang berbeda merujuk pada ukuran, warna buah, warna daun, dan rasa. Meski demikian, secara garis besar hanya empat varietas yang banyak dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis, yaitu kultivar merah panjang, merah pendek, cokelat dan kuning.
Tumbuhan buah merah memiliki bentuk menyerupai pandan dengan tinggi mencapai 16 meter. Tinggi batang bebas cabang setinggi 5-8 meter, ditopang dengan akar tunjang. Adapun buahnya berbentuk lonjong dengan kuncup yang tertutup daun buah.
Buah merah sepanjang 55 sentimeter, diameter 10-15 cm, dan bobot 2-3 kilogram. Buah merah yang masak dimanfaatkan sebagai pelengkap sayur dan salah satu unsur pelengkap dalam upacara adat bakar batu. “Buah merah yang diekstraksi akan menghasilkan minyak yang digunakan untuk pewarna masakan dan bahan kerajinan, atau pengobatan,” tutur Hari.
Dosen Universitas Cendrawasih, I Made Budi, termasuk yang meneliti kandungan gizi dalam buah merah. Dalam laman Jaist, Made menjelaskan sari buah merah yang diduga hanya tumbuh di Papua bisa diprediksi sebagai obat penangkal virus yang menyerang kekebalan tubuh.
Dia menuturkan, sari buah merah tidak sengaja menjadi fokus penelitiannya untuk obat. Made awalnya mengamati buah merah yang hanya dimanfaatkan sebagai bahan makanan masyarakat di Wamena. Made mencermati kebiasaan masyarakat tersebut yang mengonsumsi buah merah itu ternyata jarang terkena penyakit berat seperti hepatitis, kanker, jantung, hipertensi dan AIDS.
"Saat itu saya menduga, jarangnya penyakit yang diderita masyarakat Wamena pasti berhubungan dengan buah itu," tutur Made, yang merupakan lulusan S2 bidang gizi masyarakat di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Setelah meneliti beberapa lama, ternyata buah merah dipastikannya banyak mengandung antioksidan, betakarotin, omega 3 dan 9, serta banyak zat lain yang meningkatkan daya tahan atau kekebalan tubuh.