Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Penemuan gua berstalaktit stalakmit memicu pertanyaan mengenai penelitian awal untuk proses perizinan pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) Yogyakarta di Gunungkidul. Gua itu ditemukan berada di bawah tanah di Desa Planjan, Saptosari, pada Selasa, 15 Oktober 2024, yang memaksa proyek itu kini terhenti sementara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), perizinan dan analisis dampak lingkungan atau amdal proyek JJLS sudah bisa dipastikan dilakukan tidak optimal. Mereka mendesak kaji ulang proyek pembangunan jalan itu karena Kabupaten Gunungkidul merupakan pegunungan karst dan gunung purba yang disinyalir banyak gua, bahkan sungai bawah tanah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam proses pembangunannya (JJLS) perlu memperhatikan kalau memang di situ ada wilayah atau temuan gua yang punya sistem ekologis, peruntukannya adalah dikembalikan kepada ekosistem karst itu sendiri,” kata Deputi Direktur Walhi DIY, Dimas R. Perdana, menuturkan pada Senin, 21 Oktober 2024
Dimas menambahkan, proyek pembangunan jalan di lokasi itu harus dihentikan dan dipindah jalurnya. Proyek berhenti hingga analisis kembali menyeluruh secara komprehensif selesai sehingga tidak menimbulkan adanya kerusakan ekosistem batuan karst di Gunungkidul.
Lokasi proyek pembangunan resort dan beach club di kawasan bentang alam karst Gunungkidul dan Gunung Sewu, pada Jumat, 14 Juni 2024. Proyek ini diungkap oleh Raffi Ahmad di media sosial. Sumber: Koalisi Gunungkidul Melawan.
Sejauh ini, temuan gua bawah tanah telah viral di media sosial sehingga mengundang banyak warga datang. Potensi wisata malah muncul. Tetapi, Walhi mewanti-wanti, sebelum lokasi itu dijadikan tempat wisata juga perlu dikaji lagi. Hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan yang ditimbulkan oleh tangan-tangan atau tindakan yang salah terhadap gua itu.
“Jangan sampai justru pariwisata yang merusak dan mengancam ekosistem karst itu sendiri,” kata Dimas.
Puteri pertama Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi, juga menyampaikan supaya proyek dihentikan terlihat dahulu. Ia meminta masyarakat juga menjaga keberadaan gua bawah tanah itu.
“Ayo bareng-bareng kita jaga, jangan sampai lokasi gua ini atau yang ada di dalam (gua) itu rusak,” kata Mangkubumi yang sudah mendatangi gua itu, Ahad, 20 Oktober 2024.