LAGU jenaka "Papaya Cha-cha-cha" pernah berkumandang, menyanjung
kelimpahan buah-buahan di Jakarta. Sebutkan saja buah apa, pasti
ada di Pasar Minggu. "Setalen, tuan boleh angkat," nyanyi
Adikarso, penyanyi populer di awal 1960-an. Tetapi jangankan
setalen, Rp 250 kini belum tentu cukup untuk membayar seikat
rambutan Rapiah, yang besar pula kemungkinan berasal dari luar
Jakarta.
Lima tahun terakhir, setiap hari puluhan truk berisi buah-buahan
dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan kawasan sekitar Jakarta, tumpah
di beberapa pasar. Belum lagi ribuan kilo apel dan anggur asal
luar negeri, yang harganya bahkan lebih murah ketimbang mangga
Probolinggo atau salak Bali. Akibatnya, harga buah-buahan di
Jakarta melambung tinggi, sementara banyak kebun buah-buahan
berubah jadi daerah pemukiman.
Setiap tahunnya produksi buah-buahan di DKI merosot 2,5%,
demikian pengamatan Ir. Rini Soeroyo, Kepala Dinas Pertanian DKI
Jakarta. Penduduk DKI yang kini hampir 6 juta, "lebih banyak
memerlukan tempat berteduh," kata Rini. Diambilnya contoh daerah
Condet. Dulu terkenal dengan hasil buahnya, kini bermunculan
bangunan mewah.
Untuk, menggalakkan penanaman buah-buahan Dinas Pertanian DKI
sering mengadakan pameran pohon buah-buahan, misalnya dalam
Festival Juni 1982 yang baru saja usai di Ancol. Bagi siapa saja
yang ingin memperbanyak koleksi tanaman buahnya di pekarangan
rumah, Dinas Pertanian malah akan memberikan bibitnya dengan
cuma-cuma. "Gratis," kata Rini lagi, "asal tidak untuk kebun.
"Penanaman kembali secara luas itu meliputi beberapa jenis pohon
yang kini tergolong tanaman langka seperti rambutan Rapiah
(Nephelium lappaceum, Rapiah) dan durian Sitokong (Durio
zebethinus, Sitokong) yang rasanya legit, tebal dan bijinya
kecil.
Untuk mengatasi kepunahan tersebut, Gubernur DKI Tjokropranolo
telah menandatangani SK No. 236 yang mewajibkan penduduk
melindungi dan mengamankan sejumlah pohon buah-buahan yang mulai
langka di DKI Jakarta SK tersebut mencatumkan 33 jenis
buah-buahan yang kini lebih banyak terdapat di buku-buku botani,
ketimbang di pasar. Antara lain buah menteng (Baccaurea
racemosa), kemang (Mangifera caesia), yang kini lebih sering
disebut dan dikenal sebagai daerah pemukiman mentereng di DKI.
Rini menyatakan jumlah tanaman yang dilindungi itu tldak hanya
terbatas 33 jenis saja, jenis yang sementara ini telah
diinventarisasi. "Kami masih terus mencari jenis tanaman langka
lainnya untuk dilindungi," ujarnya.
Dia mengharapkan masyarakat ramai yang menemukan atau memiliki
pohon langka agar memberitahukannya. Sub Perlindungan Tanaman
akan merangsang pemilik pohon dengan pupuk, obat-obatan secara
cuma-cuma, semampu program Dinas Pertanian DKI. Program jangka
panjang Dinas Pertanian DKI ingin membuat Jakarta tidak hanya
indah, tetapi juga hijau dan berproduktif.
Dalam SK tersebut dicantumkan berbagai jenis buah yang diduga
masih banyak (tetapi mahal) dan dijaga kelestariannya. Program
jangka pendek ialah selain meningkatkan produksi buah agar
terlepas dari ketergantungan, juga mengadakan penyuluhan. Mulai
dari petani buah sampai ke ibu-ibu pencinta tanaman dihimbau
agar memanfaatkan pekarangan rumah.
"Anjuran dan penyuluhan ini sangat baik," ujar Henny Guntur,
menantu almarhum Bung Karno. Di pekarangannya di Cempaka Putih,
ada 150 jenis tanaman "dan seratus jenis lagi masih di pot,"
ujarnya. Henny telah 3 kali memenangkan lomba pameran tanaman
langka di DKI, dan dia memiliki seluruh jumlah yang kini baru
diinventarisasi DKI. Antara lain mangga durih, rambutan Sibabat,
sirsak mentega, jambu lonceng. Dia memiliki pula durian Lai dari
Kalimantan dan kenari babi dari Ambon. Khusus kenari babi ini,
di Kebun Raya Bogor -- tempat Henny punya hubungan kerja sama
baik -- cuma tinggal 1 pohon saja.
PIHAK DKI sendiri baru di tahun 1980 melakukan pembibitan
tanaman langka. Kebun bibitnya seluas 4,6 ha. "Untuk pembibitan,
diperlukan waktu 18 bulan," ujar Rini kembali. Pembibitan
melalui biji (seeding) biasanya untuk tujuan penghijauan.
Sedangkan yang melalui okulasi, "hingga sekarang telah
disebarkan sebanyak 68.000 bibit kepada masyarakat secara
cuma-cuma," ujarnya lagi.
Peminat tanaman langka ini masih kurang. "Kebanyakan karena
mereka tidak mau menunggu sampai jangka waktu 7 tahun untuk bisa
diambil belahnya," kata Rini.
Kesulitan yang dihadapi Dinas Pertanian ialah mencari tanaman
induk untuk diokulasi. Maka Dinas Pertanian melakukan kerjasama
yang baik misalnya dengan Pak Jimat. (lihat "Toko Jimat Tetap
Dicari").
Meskipun terlambat, SK untuk melindungi tanaman langka ini sudah
keluar. Tapi sanksi belum jelas kalau ada pelanggaran, seperti
penebangan tanpa izin. Menurut Rini, fungsi sosial tanaman buah
belumlah sama dengan fungsi sosial sawah, yang sudah ditetapkan
dalam undang-undang agraria. Bagi mereka yang akan menebang
pohon, dianjurkan supaya mencangkok atau menyetek pohon tersebut
terlebih dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini