Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Tim indonesia di mundial espana

Beberapa media yang mengirimkan wartawannya untuk meliput piala dunia '82 di spanyol. mereka mengalami kesulitan berkomunikasi. sebagian pertandingan mereka tonton lewat televisi atau rekaman video.(md)

17 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DEMAM Piala Dunia ternyata selain berjangkit di 24 negara finalis, juga menular ke negeri lain. Hampir 500 juta penduduk dunia mengalihkan perhatian ke Spanyol, tempat turnamen Piala Dunia 1982 diselenggarakan, antara lain akibat pemberitaan pers yang luar biasa besarnya. Di Indonesia, sejak awal kejuaraan, 13 Juni, berita Piala Dunia bahkan telah menggeser berita domestik dari halaman depan suratkabar ibukota maupun daerah. Suratkabar Kompas sampai menyediakan kolom khusus bagi kolomnis Kadir Yusuf yang menulis tinjauan dari Spanyol -- melengkapi reportase redaktur olahraga Valens Doy. Pilihan itu tak keliru. Sejak Kadir dan Valens melakukan gebrakan, oplah Kompas menjadi 390.000 per hari, melonjak 10.000 dari sebelumnya. Waktu kampanye pemilu lalu, angka puncak yang dicapainya tidak setinggi itu. Untuk meliput Piala Dunia di Spanyol, pertama kali diikuti 24 kesebelasan, duet Kadir-Valens, menurut mereka, bekerja pontang-panting. "Hampir tak ada waktu buat istirahat," ujar Kadir, 70 tahun. Kegiatan rutin mereka dimulai dari pagi dan berakhir tengah malam -- itu pun tidak semua pertandingan bisa mereka tonton. Tapi Kadir dan Valens tak pernah absen di lapangan setiap kali tim Brazil turun. Mereka bahkan pernah mencarter taksi dari Barcelona ke Seville, jarak kedua kota ini hampir 800 km, dengan bayaran US$ 500 hanya untuk bisa menyaksikan Brazil melawan Uni Soviet -- satu hari seusai pembukaan turnamen itu. Selama putaran pertama, 13 s/d 25 Juni, mereka meliput di Seville dan Malaga saja -- tempat Brazil bertanding melawan Uni Soviet, Skotlandia, dan Selandia Baru. Alasannya: tim Brazil, sampai pertandingan melawan Italia, 5 Juli, yang berakhir dengan kekalahan mereka, merupakan tim unggulan dan tak asing di Indonesia. Mengenai pertandingan lain yang tak terliput, menurut Valens, mereka tonton di televisi atau rekaman video. Fasilitas ini bisa diperoleh di press centre, hotel, maupun di klub-klub sepakbola. Satu rekaman pertandingan sewanya US$ 3. Tak semua laporan Kadir dan Valens eksklusif. "Bahasa merupakan faktor penghambat dalam mencari informasi," kata Kadir yang fasih dalam bahasa Inggris dan Belanda. Suatu hari mereka berjumpa dengan Falcao, seorang bintang Brazil, di sebuah toko serba ada. Tapi kesempatan emas itu terpaksa lewat lantaran mereka tak bisa berbahasa Portugis yang menjadi hahasa nasional di Brazil. Tentang kutipan dari tim manajer yang menopang analisanya, menurut Kadir, didapatkannya dari konperensi pers. Tiap habis pertandingan, tim manajer dari kedua kesebelasan yang bertarung selalu menyediakan waktu selama 15 menit (kadang lebih) untuk menjawab pertanyaan wartawan mengenai kegagalan maupun sukses masing-masing. Faktor kesulitan bahasa dari wartawan, seluruhnya 7.000 orang, sudah dipikirkan panitia jauh hari sebelumnya. Untuk itu panitia menyediakan tenaga penerjemah, cewek-cewek cantik. Ongkos mereka untuk satu kali komunikasi US$ 15, tarif yang cukup mahal buat wartawan Indonesia. "Bisa jadi tarzan kita di sini," gurau Valens. Tarzan adalah ungkapan yang sering dipakai wartawan olahraga Indonesia untuk istilah kapiran di negeri orang. Biaya hidup di Spanyol selama Piala Dunia jelas tak murah. Sewa hotel US$ 71) perorang. Makan berkisar US$ 12 sampai 15. "Kalau mau makan hamburger (roti lapis daging) terus, bisa murah." kata Kadir. Untuk ongkos Kadir dan Valens, di luar biaya teleks dan telepon, sampai minggu lalu, Kompas telah mengeluarkan Rp 11 juta. Tercatat lima penerbitan nasional lain yang mengirim wartawan olahraga untuk meliput Piala Dunia di Spanyol: Sinar Harapan, Merdeka, Olympic, Waspada, dan Selecta Sport. Sebagian dari mereka berangkat dengan uang saku pas-pasan. Uang harian bagi wartawan Waspada, misalnya, menurut Wakil Pemred Teruna Jasa Said, cuma US$ 20 per hari. Rata-rata oplah media yang meliput Piala Dunia itu bertambah. "Oplah Waspada naik 35%, kata Teruna tanpa membeberkan angka. Wakil Pemred Sinar Harapan Max Karundeng juga berkata begitu. "Tak rugi mengirim wartawan ke Spanyol," lanjut Teruna yang menugasi dua wartawan tulis dan dua fotografer. The Straits Times tampak lebih siap daripada media Indonesia. Godfrey Robert, redaktur olahraga koran Singapura itu misalnya, sebelum berangkat ke Madrid mengambil kursus bahasa Spanyol selama delapan bulan. Tak heran bila reportase maupun analisa Robert sering eksklusif dan tajam. "Caranya menyiapkan diri patut kita tiru," kata Valens. Umumnya wartawan Indonesia mengeluh dalam menguber deadline di Jakarta karena rintangan telekomunikasi. Indonesia satu-satunya negara yang tak punya hubungan telepon langsung dengan Spanyol. Hingga untuk mengirim berita mereka terpaksa menunggu, kadangkala sampai 30 menit, sebelum bisa mengontak redaktur malam di Jakarta atau Medan. Sementara batas waktu naik cetak tak bisa diulur. Beda waktu Spanyol-Indonesia sekitar lima jam di Jakarta lebih duluan malam. "Selama Piala Dunia saya selalu pulang dinihari," kata wartawan olahraga Kompas Sumohadi Marsis yang bertugas membenahi laporan Valens dan Kadir dari Spanyol. Kerja keras semacam itu, seperti tiap wartawan tahu, bukan saja keharusan, tapi juga karena hal lain: keasyikan. Jurnalisme memang keasyikan berbagi informasi secepat-cepatnya, apalagi tentang Piala Dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus