Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain menimbulkan mudarat, erupsi gunung berapi seperti Gunung Lewotobi Laki-laki yang meletus pada Selasa, 3 Desember 2024 lalu, juga memberi manfaat. Salah satunya memberi berkah bagi lingkungan karena bisa menurunkan suhu secara global. Fenomena letusan gunung inilah yang hendak ditiru para ilmuwan iklim dengan merekayasa kebumian atau geoengineering.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Letusan Gunung Pinatubo di Filipina pada 15 Juni 1991 menjadi inspirasi. Letusan terbesar di abad ke-20 itu memuntahkan 15 megaton SO2 setinggi 30 kilometer. Banyak peneliti memprediksi bahwa erupsi itu akan menurunkan suhu permukaan bumi 0,5 derajat Celsius selama 18-36 bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
David William Keith, profesor di Departemen Ilmu Geofisika University of Chicago, Amerika Serikat, adalah dedengkot teknologi geoengineering. Ia telah bergelut di riset ini sejak 1992. Pada 2018, saat bergabung dengan Solar Geoengineering Research Program Harvard University, Amerika Serikat, Keith hendak menguji coba teknik injeksi aerosol ke stratosfer (SAI). Caranya dengan melepaskan beberapa kilogram debu mineral pada ketinggian 20 kilometer di atas permukaan bumi untuk melacak pergerakannya di angkasa.
Uji coba yang dinamakan Stratospheric Controlled Perturbation Experiment (SCoPEx) itu rencananya dilakukan di atas Tucson, Arizona. Namun peneliti utama SCoPEx, Frank Keutsch, dan David Keith gagal menemukan mitra untuk meluncurkan balon udara tinggi. Rencana itu terungkap ke publik. Sekelompok masyarakat adat memprotes dan menentang proyek geoengineering. Penundaan percobaan itu berlarut-larut sehingga pada 18 Maret 2024 Keutsch mengumumkan tak lagi mengejar uji coba SCoPEx.
Meski SCoPEx Harvard University sudah tiada, banyak kalangan optimistis teknik SAI akan diterapkan, walaupun tidak dalam jangka waktu pendek. Apalagi Keith dan geoengineering masih ada. Di University of Chicago, Keith memimpin Climate Systems Engineering initiative, sebuah upaya penelitian multidisiplin untuk meningkatkan pemahaman tentang geoengineering, penghilangan karbon, dan intervensi lain yang dapat menangkal dampak perubahan iklim.
Pembaca, peneliti Tanah Air tak mau ketinggalan untuk menekuni riset geoengineering ini. Heri Kuswanto, Guru Besar Komputasi Statistika Departemen Statistika Fakultas Sains dan Analitika Data Institur Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, termasuk segelintir peneliti di Indonesia yang mengkaji SAI atau disebut juga Solar Radiation Management (SRM). Heri menganalisis dampak penerapan SRM terhadap suhu ekstrem dan curah hujan ekstrem di Indonesia. Bagaimana hasilnya? Anda dapat membacanya di Rubrik Ilmu dan Teknologi Mingguan Tempo di sini. Selamat membaca.
Laporan selengkapnya: Apa Itu Geoengineering yang Bisa Menurunkan Suhu Bumi