Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bercampurnya opini dengan fakta, kerap membuat kita bingung. Sebagai warga negara, kita tentu ingin memperoleh informasi sesuai fakta selama masa kampanye Pemilu 2024. Namun tak dipungkiri, ada peserta Pemilu 2024 yang berupaya mempersuasi kita menggunakan bahasa opini tanpa menyuguhkan bukti dan informasi valid apapun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu, bagaimana kita membedakan bahasa fakta dan opini? Dan apa beda obyektif dan subyektif?
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo
Prebunking Series (56)
Mengenali Perbedaan Bahasa Fakta dan Opini
Salah satu cara membedakan fakta dan opini adalah dengan melihat bahasa yang digunakan. Bahasa membantu kita memutuskan apakah suatu pernyataan didukung dengan bukti dan diverifikasi dengan cara tertentu. Atau, menunjukkan adanya sudut pandang, penilaian, atau keyakinan seseorang dalam pernyataan itu.
Oleh sebab itu, menurut Ohio State University, bahasa fakta menggunakan informasi yang obyektif yang mencerminkan suatu temuan penelitian atau perspektif lain yang tidak bias. Misalnya: “Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup aktif mengurangi risiko penyakit jantung dan diabetes.” Atau “Studi dari Brown University Medical School menunjukkan bahwa orang berusia dua puluhan mengonsumsi 25 persen lebih banyak makanan cepat saji pada usia ini dibandingkan saat mereka remaja.”
Sedangkan opini menggunakan kalimat subyektif. Sebab informasi subyektif menyajikan perspektif atau interpretasi seseorang atau organisasi yang bisa bertujuan untuk mendistorsi.
Ada pula opini yang disertai dengan informasi obyektif. Contoh: “Pada usia tiga puluhan, wanita seharusnya menambah persediaan kalsium untuk memastikan tulang yang kuat dan padat serta mencegah osteoporosis di kemudian hari.” Kata “seharusnya” menjadikan kalimat ini menjadi subyektif, karena mengambil kesimpulan.
Versi obyektif dari pernyataan itu jika berbentuk: “Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang mulai mengkonsumsi kalsium pada usia 30-an, memiliki kepadatan tulang yang lebih kuat dan dampak osteoporosis yang lebih sedikit dibandingkan wanita yang tidak mengonsumsi kalsium sama sekali.” Kalimat ini menggambarkan kemungkinan ada data studi lain tentang efek samping konsumsi kalsium.
Dikutip dari BBC Skillwise, fakta dan opini bisa dimanipulasi. Opini juga bisa disajikan seolah-olah sebagai fakta dengan menggunakan bahasa fakta. Contohnya: “DPRD kota menyatakan bahwa sebagian besar warga tidak menginginkan pengembangan sistem jalan satu arah”.
Meskipun fakta diungkapkan menggunakan bahasa fakta seperti contoh di atas, kita mesti berhati-hati. Sebab, pernyataan dari DPRD itu hanya menunjukkan argumen yang lemah dan sepihak. DPRD mungkin secara faktual mengatakan peningkatan jumlah jalan satu arah, namun bukan berarti warga benar-benar disurvei dan tanggapan mereka dicatat.
Pada akhirnya, kita sebagai pembaca, sebaiknya jeli.
Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab
Cek Fakta Pilihan
Benarkah Rekaman Suara Surya Paloh Memarahi Anies Baswedan?
Beredar melalui pesan singkat, media sosial TikTok, akun Facebook ini dan ini, sebuah rekaman suara dengan klaim bahwa itu adalah saat Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem memarahi Anies Baswedan terkait debat capres dan cawapres Pemilu 2024.
| Hasil Pemeriksaan fakta
Tim Cek Fakta Tempo memverifikasi rekaman audio tersebut dengan menggunakan tools dan pernyataan resmi Tim Kampanye pasangan capres dan cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Hasil pemeriksaan dengan pendeteksi suara AI menyimpulkan kemungkinan besar file audio dibuat dengan AI dengan probabilitas 60-70%. Keaslian Rekaman suara ini juga telah dibantah oleh partai Nasdem.
Waktunya Trivia!
Mengenali Ciri-Ciri Hoaks lewat Pemainan Vaksin HOX
Menyaring informasi sebelum membagikannya kembali menjadi penting untuk menangkal sebaran hoaks. Permainan ini akan membiasakan Anda mengenali ciri-ciri hoaks agar tidak mudah terpapar di masa depan. HOX merupakan nama vaksin yang dipilih sebagai nama permainan. Sehingga bisa dibaca H.O.X atau HOX mengacu pada kata Hoaks/Hoax.
Ada Apa Pekan Ini?
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial, dan kesehatan. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Benarkah WNI di Taipei Lapor Surat Suara Dalam Amplop Telah Tercoblos?
- Benarkah Video Pemulangan Pengungsi Rohingya Ke Negara Asalnya?
- Benarkah Video TKA Cina Sedang Menyiksa Warga Pribumi?
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.
Ikuti kami di media sosial: