Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepanjang tahun 2024, Tim Cek Fakta Tempo bersama Anda menjadi saksi betapa misinformasi-disinformasi berevolusi dengan teknologi kecerdasan buatan. Meski begitu, tak sedikit pula narasi hoaks yang didaur ulang. Dalam rangkuman Kilas Balik Cek Fakta 2024 ini menggambarkan pentingnya peran Anda, sebagai pembaca, untuk terus berpartisipasi menjaga ruang informasi tetap bersih dari kabar palsu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Ketika Disinformasi AI Mengintai: Kilas Balik Cek Fakta 2024
Pengguna internet di Indonesia yang mencapai 221 juta per 2024, masih rentan terpapar misinformasi-disinformasi terutama menyangkut isu kesehatan, sosial, dan politik. Kerentanan itu ditambah dengan maraknya penggunaan kecerdasan buatan generatif yang memungkinkan siapa saja untuk menghasilkan deepfake.
Tim Cek Fakta Tempo telah membongkar 531 jenis misinformasi dan disinformasi sepanjang 2024. Mis-disinformasi kesehatan menjadi yang terbanyak yakni 155 konten atau 29,2 persen. Posisi tersebut disusul isu sosial 136 konten (25,6 persen) dan isu politik 111 konten (20,9 persen). Berikutnya untuk kategori isu internasional 89 konten (16,8 persen), sains 37 konten (6,9 persen) dan isu keamanan 3 konten (0,6 persen).
Tempo mendokumentasikan medium yang digunakan untuk menyebarkan masih didominasi oleh media sosial grup Meta, antara lain Facebook 228 konten, Instagram 72 konten dan WhatsApp 63 konten.
Sementara sebaran di TikTok sebanyak 26 konten, Threads 17 konten, X 25 konten, dan YouTube 6 konten. Sebanyak 100 konten lainnya dibagikan lintas platform media sosial.
Medium persebaran konten misinformasi-disinformasi tersebut menggambarkan lanskap pengguna media sosial di Indonesia. Menurut We Are Social, tiga platform milik Meta tersebut memang masih menempati urutan tertinggi sebagai media sosial yang paling banyak digunakan pada 2024.
Akan tetapi popularitas TikTok di kalangan generasi muda Indonesia meningkat sejak 2023. Statista menunjukkan, per Agustus 2024, pengguna TikTok Indonesia mencapai 157,6 juta. Jumlah ini tertinggi di dunia, mengalahkan Amerika Serikat dan Rusia. Tren TikTok itu seiring meningkatnya kegemaran orang pada video pendek.
Meski begitu, mayoritas konten yang ditemukan pada platform Meta tersebut karena Tempo menjadi mitra ketiga Meta untuk memverifikasi misinformasi-disinformasi. Melalui kerja sama tersebut, Meta menyediakan dasbor khusus untuk memonitor konten-konten dengan keterlibatan audiens (engagement) yang tinggi. Dasbor semacam ini memudahkan pemeriksa fakta untuk memonitor konten setiap saat.
Tanpa bantuan alat monitoring semacam itu, sulit bagi pemeriksa fakta memonitor konten secara real-time. Pencarian dengan kata kunci tertentu tidak selalu akurat dan membutuhkan waktu lama. Terlebih lagi pada media sosial yang berbasis video pendek, pencarian manual dengan kata kunci tidak selalu efektif.
Selain mendokumentasikan medium sebaran, Tempo juga mendokumentasikan perubahan format konten misinformasi-disinformasi. Sebelumnya teks dan foto mendominasi, kini video pendek menjadi mayoritas yakni sebanyak 306 konten. Foto dan teks berada di urutan kedua dengan 120 konten. Ini menunjukkan visual video dan foto lebih mudah dan efektif digunakan untuk menyebarkan kabar bohong.
Perkembangan lainnya mengenai lonjakan deepfake di urutan ketiga sebanyak 71 konten. Pada 2023, Tempo hanya menemukan dan membongkar lima konten deepfake. Tahun 2024, produksi konten deepfake semakin meluas yang disalahgunakan untuk mempromosikan obat-obatan, judi online, penipuan, hingga manipulasi di masa pemilu.
KESEHATAN
Dari 155 jenis misinformasi-disinformasi kesehatan, 52 konten di antaranya memuat informasi tidak akurat mengenai pengobatan atau penyembuhan penyakit. Konten-konten tersebut menyebarkan klaim berlebihan mengenai khasiat obat-obatan herbal atau metode tradisional untuk menyembuhkan penyakit berat seperti jantung, stroke, ginjal, dan kanker tanpa perawatan medis. Klaim berlebihan dengan ilustrasi menyesatkan ini melanggar peraturan beriklan yang harus beretika menurut Kementerian Kesehatan.
Selain memuat overclaim, 27 konten menggunakan deepfake sebagai teknik memasarkan obat-obatan. Pembuat konten menggunakan teknologi kecerdasan buatan generatif dengan mengubah audio para pemengaruh, mulai dari selebritis, mantan menteri kesehatan, pendakwa, atau presenter televisi. Dengan meminjam kredibilitas orang-orang itu, konten deepfake membuat mereka seolah-olah tengah memberikan testimoni mengenai khasiat obat tertentu.
Video deepfake pendakwah Adi Hidayat ini misalnya. Ia berbicara tentang metode membersihkan kolesterol dari pembuluh darah dan mengajak audiens untuk membuka website pemesanan obat. Padahal pada video aslinya, ia menjelaskan tentang hukum fiqih Islam jika perempuan menikah tanpa restu orang tua. Deepfake Adi Hidayat tersebut telah dibagikan 1,9 ribu kali di Facebook.
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Adi Putranto berulang kali menjadi sasaran deepfake. Pada video deepfake yang dibagikan 241 kali ini, Terawan dan aktris Christine Hakim terdengar memberikan testimoni mengenai obat hipertensi yang menyembuhkan dalam 14 hari. Faktanya, Terawan bukan ahli hipertensi. Sedangkan video asli Christine Hakim berbicara tentang film G30S/PKI.
Setelah pengobatan, misinformasi-disinformasi kesehatan berikutnya yang banyak disebarkan yakni terkait vaksin COVID-19 (24 konten), teori konspirasi pandemi (24 konten), dan mpox (10 konten). Ini menunjukkan, meski Badan Kesehatan Dunia telah mencabut status pandemi COVID-19 pada Mei 2023, namun infodemi mengenai COVID-19 terus menyebar.
Klaim-klaim keliru yang menyebar pada 2024 antara lain vaksin COVID-19 bereaksi dengan menara 5G dan meningkatkan kasus radang jantung; menghubungkan pandemi COVID-19 sebagai skenario depopulasi manusia; dan mengaitkan merebaknya cacar monyet atau mpox karena vaksin COVID-19.
SOSIAL
Dari 136 jenis misinformasi-disinformasi kategori isu sosial, terdapat tiga jenis konten terbanyak yakni penipuan uang dengan 33 konten, pengungsi Rohingya 26 konten, dan judi online 15 konten.
Konten yang berisi penipuan uang dilakukan dengan modus memberikan informasi palsu mengenai program bantuan sosial atau hadiah uang dari tokoh publik atau instansi pemerintah. Sembilan konten di antaranya menggunakan deepfake dari pejabat publik seperti mantan Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto.
Pembuat konten seringkali menyematkan alamat website dengan nama yang mirip milik instansi pemerintah (impersonating) atau mencantumkan nomor whatsapp tertentu. Lewat dua pintu tersebut, pengguna diminta memasukkan data pribadi seperti nomor rekening dan pin.
Perkembangan terbaru, konten promosi judi online cukup marak menggunakan deepfake. Seperti halnya pada isu kesehatan, deepfake judi online juga mengubah video para pemengaruh–mayoritas adalah selebritis dan presenter televisi, seolah-olah mereka mempromosikan situs judi online tertentu untuk menarik pengguna.
Deepfake judi online berikut mengubah suara presenter Kompas TV Nitia Anisa, pendakwah Dennis Lim, atau aktor Denny Sumargo dan penyanyi Ariel Noah.
POLITIK
Sementara itu, 20,9 persen atau 111 konten pemeriksaan Tempo merupakan konten disinformasi yang berkaitan dengan politik. Konten-konten disinformasi ini di luar kolaborasi pemeriksaan fakta pernyataan politisi yang dilakukan Tempo bekerja sama dengan The Conversation Indonesia, AJI Indonesia, dan Kompas.com.
Disinformasi yang menyangkut politik didominasi topik seputar Pemilu Umum Presiden 2024 sebanyak 58 konten atau 52%. Tak hanya disinformasi yang menyerang profil kandidat capres, cawapres, calon kepala daerah.
Ragam disinformasi saat Pemilu hampir serupa dengan Pemilu 2019 silam. Menjelang pemilu, hoaks yang beredar tak jauh dari serangan terhadap penyelenggara pemilu, distribusi surat suara yang tak sesuai prosedur, pelanggaran waktu kampanye, maupun dukungan terhadap kandidat tertentu.
Sedangkan pada hari-H pelaksanaan Pemilu, hoaks tak jauh-jauh dari pelanggaran penyelenggaraan seperti dugaan manipulasi daftar hadir pemilih. Begitu pula ketika gelaran Pemilu telah usai, terdapat beberapa ragam narasi. Mulai hasil exit poll di TPS lebih awal,
AI-generated audio yang memanipulasi suara tokoh publik juga beredar pada isu pemilu. Misalnya, suara palsu Surya Paloh memarahi Anies Baswedan, atau suara Jokowi yang meminta Luthfi Yasin untuk menyerahkan posisinya kepada Kaesang jika memenangi Pilgub Jawa Tengah.
INTERNASIONAL
Perang masih menjadi salah satu pemicu pencemaran informasi di internet. Meski Indonesia terletak jauh dari zona perang, sebanyak 19 konten atau 21% dari hoaks bertema internasional berkaitan dengan perang antara Israel-Palestina sejak meletus pada 7 Oktober 2023. Contohnya hoaks kondisi korban perang yang menggunakan video dari peristiwa lain, kondisi terkini di Palestina, hingga hoaks berbau heroisme TNI yang membuat tentara IDF Israel menyerahkan diri.
Tempo juga mencatat 15 konten atau 16% dari keseluruhan topik internasional menyangkut dunia olahraga, khususnya sepakbola. Beberapa pertandingan sepakbola yang berujung kontroversial memicu hoaks di kalangan warganet, baik akibat kekalahan maupun kemenangan timnas Indonesia.
Misalnya, kekalahan timnas Indonesia atas Bahrain pada laga putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia grup C. Keputusan kontroversial wasit asal Oman, Ahmed Abu Bakar Said Al-Kaf atau Ahmed Al Kaf, memicu penyebaran hoaks yang menyerang sosoknya telah menerima uang suap bahkan hingga beberapa pekan berikutnya.
Namun saat Timnas Indonesia menang pun, disinformasi juga beredar. Misalnya klaim suporter Arab Saudi yang mengamuk ini.
Peristiwa lain seperti Konferensi BRICS dan niat bergabungnya Indonesia ke BRICS juga memunculkan disinformasi seputar nilai tukar mata uang BRICS. Bahkan, nilainya diklaim lebih kuat daripada Dolar Amerika Serikat, yang menjadi lawan politik Cina, Rusia, dan kawan-kawan.
Ragam misinformasi-disinformasi yang telah didokumentasikan Tempo tersebut tidak merepresentasikan jumlah seluruh konten misinformasi-disinformasi yang beredar di media sosial. Jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih banyak, sebab satu jenis konten bisa dibagikan oleh banyak akun.
Walau begitu, laporan kilas balik ini cukup menggambarkan bahwa kita masih rentan dikepung informasi palsu. Teknologi kecerdasan buatan yang terkesan menjanjikan pun, bisa menjadi lawan dengan deepfake yang kian canggih.
Sudahkah Anda bersiap?
Ada Apa Pekan Ini?
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu, namun masih didoinasi dengn tipuan mencatut tokoh publik hingga selebritis. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Benarkah Dibuka Pendaftaran Relawan Makan Bergizi Gratis?
- Benarkah Dibuka Pendaftaran Haji Gratis Kemenag 2025 yang Beredar di Facebook?
- Benarkah Aktor Gading Marten Mempromosikan Situs Judi Online?
- Benarkah Raffi Ahmad dan Dr. Tony Setiobudi Promosikan Obat Hipertensi di Kompas TV?
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi Tipline kami.
Ikuti kami di media sosial: