Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Newsletter

Kata Siapa Energi Terbarukan Mahal

Meski tak sepesat pembangkit listrik berbahan bakar fosil, Indonesia juga mengembangkan pembangkit listrik energi terbarukan.

29 Juli 2022 | 14.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU BUMI
29 Juli 2022

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kata Siapa Energi Terbarukan Mahal

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski tak sepesat pembangkit listrik berbahan bakar fosil, Indonesia juga mengembangkan pembangkit listrik energi terbarukan. Pada 2018 lalu, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) pertama berkapasitas 75 megawatt beroperasi di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan. Akhir tahun nanti, di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat, beroperasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung pertama dan terbesar dengan kapasitas 145 megawatt (MW).

Sebelum PLTB Sidrap dan PLTS Terapung Cirata, kapasitas pembangkit listrik energi terbarukan di Indonesia berskala kecil, paling besar berkapasitas 1-2 MW. PLTS terbesar saat ini adalah PLTS Likupang di Sulawesi Utara yang berkapasitas 21 MW. Dua PLTS baru masing-masing berkapasitas 25 MW akan beroperasi di Bali sebelum gelaran Konferensi Tingkat Tinggi G20. Adapun PLTB Sidrap akan diperluas dengan tambahan 60 MW. Pengembang PLTB Sidrap juga berencana membangun PLTS Sukabumi 150 MW yang ditargetkan beroperasi pada 2024.

Mendorong pembangunan PLTS memang strategi paling memungkinkan bagi pemerintah guna mencapai target 23 persen bauran energi baru dan terbarukan (EBT) pada 2025. PLTS menjadi prioritas pengembangan EBT karena potensinya mencapai 3.295 gigawatt (GW). Selain itu, pembangkit tenaga surya bisa dibangun di atap rumah (PLTS Atap) dan waduk (PLTS Terapung) sehingga tak dibutuhkan lahan baru. Khusus PLTS terapung, potensinya mencapai 11,9 GW.

Pertimbangan lain harga teknologi PLTS semakin kompetitif dan biaya investasinya tak sebesar pembangkit listrik EBT lain. PLTS Terapung Cirata biaya proyeknya Rp 2,1 triliun dengan 80 persen pendanaan berasal dari kreditor internasional—Sumitomo Mitsui Banking Corporation, Standard Chartered Bank, dan Société Générale—memiliki tarif listrik sebesar US$ 5,81 sen per kilowatt-jam. Itu artinya harga listrik PLTS Terapung Cirata kompetitif dengan pembangkit listrik bahan bakar fosil yang ada saat ini.

Jadi energi terbarukan sebenarnya murah. Mengapa masih ada stigma energi baru dan terbarukan mahal? Kami menganalisisnya dalam liputan khusus di pekan ini. Selamat membaca.

Dody Hidayat
Redaktur Pelaksana

ILMU DAN TEKNOLOGI

Menanti Listrik Tenaga Angin dan Matahari
Indonesia akan memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) berskala besar. Bisa lebih murah dari listrik batu bara.

OPINI

Merugi Menunda Transisi Energi
Transisi energi baru dan terbarukan terkendala. Saatnya mengubah paradigma beban pembiayaan menjadi investasi.

WAWANCARA

Transisi Energi Butuh Setidaknya Rp 15 Ribu Triliun
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menjelaskan transisi energi untuk mewujudkan nol emisi. Membutuhkan dana paling tidak Rp 15 ribu triliun.

Nur Haryanto

Nur Haryanto

Pemerhati olahraga, mantan wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus