Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Anomali Bisnis Bioenergi, Forest Watch Sebut Hutan Ditebang untuk Pembuatan Biomassa Wood Pellet

Pengerjaan proyek produksi wood pellet di Gorontalo ini dilakukan setelah keluarnya Izin Pemanfaatan Hutan Hak dari KLHK.

27 September 2024 | 08.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Foto udara permukiman suku Polahi yang berada di tengah hutan dan perbukitan Kecamatan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Kamis 21 Maret 2019. Departemen Sosial di tingkat Kabupaten Gorontalo mengidentifikasi masyarakat Polahi dengan Kelompok 9, Kelompok 18, Kelompok 21, Kelompok 70, dan sebagainya, berdasarkan jumlah anggota kelompok dalam satu kampung. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Forest Watch Indonesia (FWI) menyebutkan usaha untuk menjalankan transisi energi dan penggunaan energi terbarukan malah menimbulkan paradoks. Menurut hasil temuan FWI, pemroduksian salah satu biomassa yaitu wood pellet di Gorontalo harus mengorbankan hutan alam untuk ditebangi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami identifikasi (produksi wood pellet) sebagai deforestasi terencana di Gorontalo,” kata juru kampanye FWI, Anggi Putra Prayoga dalam agenda Diskusi FWI bertajuk Peran Media dalam Mengawal Proyek Energi dan Deforestasi di Gorontalo pada Kamis, 26 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengerjaan proyek produksi wood pellet di Gorontalo ini dilakukan setelah keluarnya Izin Pemanfaatan Hutan Hak dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Izin ini berawal dari Hak Guna Usaha (HGU) lahan tersebut yang dialihkan menjadi Hak Pemanfaatan Hutan. Padahal, lahan yang digunakan tersebut merupakan Hutan Alam, bukan Hutan Tanaman Industri (HTI) ataupun Hutan Tanaman Energi (HTE).

“Ini paradoks ketika izin ini diterbitkan, kita punya agenda transisi energi mengurangi emisi dari sektor FOLU (Net Sink 2030), tapi justru implementasi di lapangannya justru malah ditebang hutan alamnya,” ucap Anggi.

Padahal menurut Anggi, produksi wood pellet seharusnya bukan lewat penebangan pohon secara besar-besaran di hutan. Hal itu dianggapnya malah melenceng dari konsep awal transisi energi itu sendiri karena bukannya dilakukan di lahan HTI ataupun HTE, namun malah membajak Hutan Alam di Gotontalo.

“Harusnya ini (wood pellet) berasal dari hutan tanaman, hasil dari rehabilitasi,” ujarnya.

Proyek ini disebut-sebut sebagai salah satu proyek bioenergi terbesar di Indonesia. Menurut data FWI, terdapat total 4 izin operasi dengan total luas lahan mencapai 282.100 hektar untuk proyek wood pellet ini. Sebagai informasi, total luas hutan di Gorontalo hanya tersisa 693.795 hektar atau 57 persen dari total luas wilayah daratan di Gorontalo.

Proyek ini dijalankan oleh PT Biomassa Jaya Abadi yang mendapatkan suplai kayu dari dua konsensi utama, yaitu PT Inti Global Laksana (IGL) serta PT Banyan Tumbuh Lestari (BTL). Dua konsesi lainnya dijalankan oleh PT Gema Nusantara Jaya (GNJ) serta PT Gorontalo Citra Lestari (GCL) dan menyuplai untuk PT Gorontalo Panel Lestari.

Belakangan di Gorontalo disebut juga ada rencana penerbitan enam izin baru lagi untuk produksi wood pellet yang akan menggunakan sekitar 180 ribu hektar lahan di Pohuwato, Boalemo, dan Gorontalo Utara. Anggi juga menyebut ada rencana produksi wood pellet di wilayah lain seperti di Aceh, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimatan Timur, Kalimantan Tengah, NTB, Maluku Utara dan terakhir di Pulau Buru, Maluku.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus