Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konflik Terbuka Jokowi-Mega
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Halo pembaca,
Arena politik makin panas saja, terutama karena konflik elite PDI Perjuangan dengan Presiden Jokowi yang makin terbuka. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam pidato rapat kerja Partai Perindo terang-terangan mengungkapkan kejengkelannya atas perilaku penguasa. Ia tak terima elite-elite partai diusut pelbagai perkara hukum hingga calon-calon kepala daerah dihambat.
Sebetulnya, konflik ini bagus. PDIP sudah saatnya berpikir untuk mengambil langkah tegas beroposisi kepada pemerintahan. Masih ada dua bulan pemerintahan Jokowi. Jika Megawati benar-benar marah, ia seharusnya memerintahkan menteri dari partainya untuk mundur. Dengan begitu, PDIP serius menyelamatkan demokrasi yang makin masuk jurang.
Dalam demokrasi penting ada oposisi, yang berperan mengontrol pemerintah. Koalisi besar yang dibangun Jokowi di DPR terbukti membuat kuasa pemerintah makin eksesif. Fungsi check and balances DPR menghilang. DPR hanya sekumpulan orang partai yang jadi tukang stempel keinginan pemerintah.
Mereka tak berkutik meski pemerintahan Jokowi ugal-ugalan menjalankan kekuasaan, menabrak norma dan etika, bahkan mengakali hukum demi melanggengkan kekuasaan. Anggota DPR tak hanya membebek, tapi melayani apa pun yang diinginkan Jokowi asal bisa mengecap kue kekuasaan.
Prinsip demokrasi adalah menahan diri memakai kekuasaan, betapa pun sah secara hukum. Seorang presiden berhak mengeluarkan dekrit pembubaran parlemen jika ia merasa buntu dengan negosiasi politik. Tapi, sekali hak itu dipakai, ia terjerumus pada otokrasi. Di era Jokowi, jangankan menahan diri, ia menghancurkan sistem hukum yang menopang demokrasi itu untuk mendukung hasratnya berkuasa.
Anggota DPR pasti tahu soal prinsip itu. Tapi, sewaktu masih mesra dengan Jokowi, PDIP juga punya andil melemahkan institusi-institusi demokrasi. Mereka turut melemahkan KPK, setuju mengesahkan UU Cipta Kerja, bahkan tanpa kritik mendukung proyek Ibu Kota Nusantara.
Kini setelah bersimpang jalan dengan Jokowi, PDIP marah. Terutama karena aparatur hukum agresif memeriksa elite-elite PDIP dalam kasus korupsi. Itu bagus. Hukum harus ditegakkan. Namun, ketika konflik memuncak, apa yang dilakukan KPK, jaksa, polisi itu menunjukkan kekuasaan benar-benar memakai alat negara untuk kepentingan politik.
Jadi, ada bagusnya konflik PDIP-Jokowi ini. Publik kini mendapat saluran kritik melalui orang politik, yang absen selama 10 tahun terakhir. Elite-elite PDIP kini lantang mengkritik kekuasaan Jokowi. Seyogianya, sikap itu harus terus dilakukan PDIP di era Presiden Prabowo Subianto yang didukung Jokowi. Biar telat asal tobat.
Salam,
Bagja Hidayat
Wakil Pemimpin Redaksi
Konflik Terbuka Jokowi-Mega
Perbedaan jalan politik membuat konflik Jokowi dengan Megawati Soekarnoputri memuncak. Kasus hukum hingga kepala daerah.
Resep Khusus Melawan Jagoan Jokowi di Pilkada Serentak
Pertarungan dalam pemilihan presiden berpotensi terjadi lagi dalam pemilihan kepala daerah. PDIP bertekad melawan jagoan Jokowi.
Hukum
Mereka yang Terlibat Korupsi APD di Masa Pandemi Covid-19
KPK menetapkan tiga tersangka korupsi APD. Ada peran pejabat tinggi lain.
Ekonomi
Cerita Tarik Ulur Muhammadiyah Menerima Jatah Tambang
Sikap kader dan pengurus Muhammadiyah terbelah soal jatah konsesi tambang. Ada bisikan pemerintah dan pengusaha.
Lingkungan
Penyebab Kematian Beruntun Pesut Mahakam
Lima pesut mahakam mati dalam enam bulan terakhir. Tiga bangkai ditemukan di dalam kawasan konservasi.
Selingan
Catatan Perang dan Pengasingan Imam Bonjol
Naskah Imam Bonjol dan putranya diakui UNESCO sebagai Memory of the World.
Baca selengkapnya di Majalah Tempo: