Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Newsletter

Secangkir Teh di Seberang Pagar Laut

Pagar laut di pesisir Tangerang lebih dari 30 kilometer bersebelahan dengan area PIK 2

17 Februari 2025 | 12.15 WIB

Secangkir Teh di Seberang Pagar Laut
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Duduk di kapal nelayan bermesin tunggal pada Selasa malam, 14 Januari 2024, jurnalis Tempo Egi Adyatama bertarung melawan rasa mual. Cuaca buruk berupa angin kencang dan hujan deras yang menyapu wilayah perairan di Desa Kronjo, Kabupaten Tangerang, belum sepenuhnya lenyap. Gelombang yang agak tinggi membuat kapal terombang-ambing cukup keras.

Egi tahu bahwa ia harus mendekati deretan bambu yang berjarak sekitar dua kilometer dari bibir pantai. Sehari sebelumnya, saya menugaskan dia untuk mereportase kondisi di laut yang “ditanami” bambu-bambu di kawasan perairan Tangerang. Panjangnya mencapai lebih dari 30 kilometer, dari Desa Muncung di barat Tangerang hingga Tanjung Burung di timur.

Saya pun meminta Egi untuk mewawancarai para nelayan yang terkena dampak dari pagar laut. Dari mereka, ia mendapat berbagai cerita ihwal bagaimana pagar itu mematok laut. Tak hanya mengubek-ubek lautan Tangerang, kami juga menugaskan dua koresponden di Provinsi Banten untuk mencari informasi soal kisruh pagar laut.

Di Jakarta, wartawan Tempo Erwan Hermawan berjibaku mencari bahan tulisan. Ia mendapat informasi bahwa pemasangan pagar laut diduga terkait dengan proyek Pantai Indah Kapuk Tropical Coastland yang digarap oleh Agung Sedayu Group, perusahaan milik Sugianto Kusuma alias Aguan, serta Salim Group. Proyek itu bersebelahan dengan kawasan Pantai Indah Kapuk atau PIK 2 yang juga dikembangkan Agung Sedayu.

Erwan pun mendapatkan informasi bahwa ada upaya mensertifikatkan kawasan yang telah dipatok dengan bambu. Penelusuran tim Tempo menunjukkan ada banyak kejanggalan dalam sertifikasi tanah eh laut tersebut. Misalnya, ada dokumen palsu yang digunakan dalam proses sertifikasi. Pun banyak pihak terlibat dalam sertifikasi tersebut.

Pagar dan sertifikasi laut seperti jurus mabuk yang dilancarkan dengan membabi-buta, tapi mendapat restu negara. Bagaimana mungkin Badan Pertanahan Nasional bisa menerbitkan sertifikat seluas 300 hektare dengan dasar dokumen palsu? Yang lebih mendasar lagi, laut kok disertifikatkan? Pertanyaan itu ada jawabannya di laporan utama Majalah Tempo pekan ini.

Untuk Anda yang penasaran dengan nasib Egi, tak perlu khawatir. Egi cukup kuat untuk kembali liputan setelah minum teh hangat sambil menyaksikan pagar laut dari kejauhan. Selamat membaca.

Laporan selengkapnya:  Siapa di Balik Pagar Laut Tangerang dan Apa Tujuannya?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Stefanus Teguh Edi Pramono

Stefanus Teguh Edi Pramono

Bekerja di Tempo sejak November 2005, alumni IISIP Jakarta ini menjadi Redaktur Pelaksana Politik dan Hukum. Pernah meliput perang di Suriah dan terlibat dalam sejumlah investigasi lintas negara seperti perdagangan manusia dan Panama Papers. Meraih Kate Webb Prize 2013, penghargaan untuk jurnalis di daerah konflik, serta Adinegoro 2016 dan 2019.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus