Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANYAK pihak mulai menyoroti penyelewengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ke klub sepak bola profesional. Koalisi reformasi sepak bola nasional, Save Our Soccer, menilai kucuran dana itu tidak tepat sasaran dan rawan penyimpangan.
PT Liga Indonesia, yang diberi kewenangan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia untuk mengelola kompetisi, seharusnya mengatur aliran dana tersebut. Namun CEO Liga Indonesia Joko Driyono berpendapat hal itu kewenangan pemberi dana. ”Bukan kewenangan kami,” katanya.
Berikut ini petikan wawancara Joko dengan Tito Sianipar, Sorta Tobing, dan fotografer Jacky Rahmansyah di kantor Liga Indonesia, Rabu pekan lalu.
Bagaimana tanggapan Anda soal penghapusan dana APBD untuk liga sepak bola profesional?
Kami tidak mencampuri kebijakan pemerintah. Kami pun tidak mencampuri dari mana datangnya uang ke klub. Tapi memang, definisinya, liga profesional harus bisa membiayai dirinya sendiri.
Bukankah bisa membuat aturan bagi klub untuk tidak menerima APBD?
Tidak bisa.
Klub sepak bola di daerah sudah menjerit soal ini?
Rezim APBD sebenarnya menyandera pengembangan sepak bola. Ini membuat klub mengabaikan kaidah bisnis. Juga menjadi abai dengan pengembangan sepak bola. Bisa membeli pemain sudah jadi, tapi tidak mengurus pembinaan dan pengembangan pemain. Saya pikir rezim ini merugikan sepak bola. Secara alamiah, penghapusannya sesuatu yang kami dukung.
Pada 2007, sudah ada larangan Menteri Dalam Negeri bagi klub profesional menerima APBD?
Tidak ada yang langsung mengatakan itu. Edaran itu pun tidak dalam konteks peraturan. Karena itu, saya tidak ingin berdebat soal regulasi negara. Saya tidak ada atensi untuk itu.
Bagaimana kebijakan Liga Indonesia atau PSSI soal alokasi dana APBD?
Tidak ada. Tidak ada yang harus kami atur soal APBD. PSSI pernah memberikan guideline soal kepantasan pembiayaan klub. Klub bertanggung jawab bukan kepada kami, melainkan kepada pemiliknya.
Tanggapan Anda soal penyelewengan dana klub?
Kami risau soal itu. Ke depan justru bisa menjadi cermin. Klub sepak bola yang sekarang berbadan usaha itu baru bajunya saja. Kami ingin klub menjadi lebih sehat, seksi, dan profesional. Klub yang hanya mencari kinerja setinggi-tingginya tapi mengabaikan kaidah bisnis pasti tersingkir. Alamiah saja.
Berapa temuan Liga soal klub yang menyelewengkan dana APBD?
Bukan di kami. Kami tidak dalam posisi mengaudit mereka.
Data peserta Liga yang pernah kena kasus hukum?
Tidak ada. Kami tidak mencampuri itu. Dia masuk ranah hukum pun kami tidak bersinggungan dengan mereka.
Jadi tidak ada usaha mengurangi penyelewengan?
Kami tidak ingin over-commitment dan berbusa-busa bisa melakukan apa saja. Tidak perlu diceramahkan membabi-buta kepada mereka. Penyelewengan akan berdampak ke bisnis mereka sendiri pada saat tidak ada lagi kepercayaan dari pemegang saham.
Sanksi untuk penyelewengan tidak bisa dari Liga?
Tidak bisa. Itu masuk wilayah hukum.
Berapa klub yang sudah melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik?
Saya tidak usah menyebut nama, sekitar enam dari 18 klub.
Apakah mungkin Liga Indonesia bermerger dengan Liga Primer Indonesia?
Saya khawatir Liga Primer Indonesia belum siap berhadapan dengan kami. Kalau mau fair dan logic, mereka bukan lawan kami. Kompetisi itu baru dibentuk kemarin, jadi saya cenderung mengabaikannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo