Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENTERI Dalam Negeri Gamawan Fauzi tampaknya sudah segendang sepenarian dengan para pendukung sepak bola bersih dan profesional. Dia akan menerbitkan aturan baru yang melarang penyaluran dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk klub sepak bola profesional mulai 2012.
Peraturan baru tersebut akan tegas, dan tidak lagi ”banci” seperti yang terdahulu. Peraturan Menteri Dalam Negeri 2007 yang melarang pengucuran dana APBD ke klub-klub sepak bola profesional dinilai memiliki banyak celah, sehingga klub masih mendapatkan dana APBD. Sedangkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 426 Tahun 2010 malah memperlemah peraturan sebelumnya, dengan mengizinkan klub profesional menyusu pada APBD. Peraturan yang tidak jelas itu diperparah maraknya kasus korupsi APBD yang melibatkan pengurus klub.
Maka Gamawan menegaskannya. ”APBD bisa untuk mencari bibit dan bakat,” ujar mantan Gubernur Sumatera Barat ini. ”Begitu masuk profesional, harus lepas dari APBD, karena kami sudah melahirkan bibit yang baik dengan APBD.”
Wartawan Tempo Tito Sianipar, Sorta Tobing, dan fotografer Jacky Rahmansyah mewawancarai Gamawan di ruang kerjanya di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin pekan lalu.
Seperti apa sebenarnya kebijakan pemerintah soal APBD untuk klub sepak bola?
APBD itu untuk semua sektor pembangunan, bukan hanya sepak bola. Selama ini, APBD untuk olahraga yang kami atur diserahkan ke KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia), yang mendistribusikannya sesuai dengan perencanaan masing-masing. Kadang, dari KONI, dana mengalir ke klub profesional.
Di masa mendatang, kami ingin bantuan itu tidak lagi untuk olahraga profesional. Sudah saatnya mempertajam skala prioritas, apakah klub sepak bola yang menghabiskan Rp 15 miliar atau orang yang tidak punya rumah dan kekurangan makanan.
Kenapa pelaksanaan menyetop dana APBD tidak dimulai pada 2011?
APBD 2011 sudah disahkan pada 2010. Selain itu, harus ada tahap transisi, berpikir, dan menyesuaikan. Klub profesional bisa mencari sponsor tahun ini, mencari peluang. Kalau tidak, bisa mati semua.
Apa bedanya dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri 2007?
Pada 2007, tidak disebut larangan untuk profesional. Besok akan kami larang betul. KONI boleh mengajukan, tapi tidak boleh untuk olahraga profesional.
Ada klausul sanksi bagi pemerintah daerah yang masih melakukannya?
Akan kami coret kalau masuk sini (Kementerian Dalam Negeri). APBD harus masuk kantor ini sebelum disahkan. Akan kami coret kalau masih ada yang mengalokasikannya ke olahraga profesional pada 2012.
Selama ini, penyalurannya juga melalui pos dana hibah atau bantuan sosial. Bukankah itu hak prerogatif kepala daerah?
Kepala daerah silakan menyalurkan, tapi dilihat penggunaannya. Misalnya, cabang voli dibantu, tapi tidak untuk yang profesional. Penggunaan ini harus dipertanggungjawabkan kepala daerah. Harus ditanya uangnya untuk apa. Kami pun, aparat pemerintah, diperiksa.
Selama ini, seperti apa pertanggungjawaban daerah?
Di daerah masing-masing diperiksa BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Setelah ada aturan yang melarang, BPK bisa menggunakannya sebagai rujukan. Kalau ada temuan yang bertentangan, akan ditegur. Selama ini tidak menjadi temuan karena tidak dilarang. Pengawasan ada di BPK, kami mengatur APBD dan kebijakannya.
Banyak klub yang sudah menolak pemberlakuan aturan baru itu.
Tidak bisa. Namanya saja profesional. Kalau semua profesional minta, habislah APBD. Saya minta klub memaksimalkan peran swasta. Bisa kerja sama. Contohnya Semen Padang. Waktu saya di Padang, klub tidak satu pun saya bantu. Silakan saja PT Semen Padang yang bantu. Mereka punya biaya iklan, silakan pakai.
Banyak perangkat pemerintahan daerah kena kasus korupsi dana sepak bola. Tanggapan Anda?
Sekarang kita menuju good governance. Tidak ada lagi yang abu-abu. Harus tegas. Semua uang negara harus dipertanggungjawabkan. Tidak bisa bantuan tanpa pertanggungjawaban. Orang yang menerima dana juga diperiksa. Kalau sekadar menerima kuitansi dan tanda terima, itu bukan pertanggungjawaban namanya. Semua penyalahgunaan APBD harus dihukum, tidak hanya yang untuk sepak bola.
Mungkin karena kepala daerah juga pengurus klub. Apakah Anda akan melarang rangkap jabatan seperti itu?
Idealnya, kepala daerah milik semua klub. Dia pembina semua aktivitas olahraga di daerahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo