JOHN McEnroe tambah pudar. Itu makin kentara terlihat, setidak-tidaknya, Selasa pekan lalu. Yakni ketika bekas petenis nomor satu dunia itu tersingkir di ronde pertama kejuaraan yang pernah empat kali (1979, 1981, 1982, dan 1984) dijuarainya: Amerika Terbuka. Ribuan penonton di lapangan tenis di Kota Flushing Meadow, tempat kejuaraan itu dilangsungkan, tersentak ketika melihat McEnroe, 27, yang kini menempati peringkat ke-9 dunia, dikalahkan petenis peringkat ke-20 dunia dari Amerika Serikat juga, Paul Annacone, 23 (6-1, 1-6, 3-6, dan 3-6). Ini kekalahan paling mengejutkan yang dialami petenis yang dikenal pemberang itu, sejak kembali terjun ke pelbagai kejuaraan tenis internasional setelah ia menjalani semacam cuti panjang, tak ikut pelbagai pertandingan tenis, mulai Januari lalu. Keputusan itu diambilnya setelah kerap kali kalah. Dan orang sering pula menghubungkan kekalahan itu dengan percintaannya dengan Aktris Tatum O'Neal. Anak Aktor Ryan O'Neal dinikahinya Februari lalu. Tatum melahirkan anak pertama mereka, Juni silam. Setelah kelahiran putra pertamanya itulah, McEnroe memutuskan untuk kembali bertarung. Keputusan itu disambut gembira oleh banyak pengagumnya. Pertama kali, awal bulan lalu, McEnroe turun bertanding di turnamen Volvo di Austria. Tapi, di semifinal ia ditundukkan Boris Becker, petenis nomor satu Jerman Barat. Selanjutnya, seminggu kemudian, ia bertanding di turnamen Kanada Terbuka dan dikalahkan pemain tidak terkenal Spanyol, Robert Seguso. Setelah itu, ia hampir jadi juara untuk pertama kalinya, ketika ikut turnamen Asosiasi Tenis Bayaran (ATP) di Cincinnati, Ohio. Ia gagal karena kalah dari andalan Cekoslovakia, Ivan Lendl, di final. Namun, ketiga kekalahan ini tak begitu mengejutkan banyak orang. Bisa dipahami, sebab gengsi ketiga turnamen itu memang belum sebesar kejuaraan Amerika Terbuka, yang sudah tercatat sebagai salah satu kejuaraan yang termasuk dalam grandslam tenis bersama-sama turnamen Wimbledon, Prancis Terbuka, dan Australia Terbuka. Maka, kalah di turnamen ini, apalagi di ronde pertama, merupakan catatan pahit buat McEnroe, juara tiga kali Wimbledon (1981, 1983, dan 1984). Bisa begitu karena McEnroe pernah dijuluki macan tenis Amerika, sejak ia terjun ke kancah pertandingan tenis dunia pada 1977. Kendati sering dikritik karena pelbagai ulahnya yang berangasan di lapangan -- ia, misalnya, beberapa kali didenda karena meludahi dan memaki wasit -- McEnroe adalah salah satu petenis pujaan di negerinya. Ia dikagumi banyak petenis, termasuk Paul Annacone yang baru mengalahkannya. Petenis ini malah membisikkan ucapan, "Sori, John," ketika bersalaman dengan McEnroe seusai pertandingan. "Ia sesungguhnya seorang petenis besar. Saya rikuh mengalahkannya. Tapi saya yakin, suatu waktu dia akan kembali jadi juara," kata Annacone. McEnroe sendiri memang cukup terpukul dengan kekalahan dramatisnya itu. "Saya sebenarnya sudah start dengan cukup baik. Tapi, entah mengapa, saya tampaknya masih sulit berkonsentrasi," kata anak sulung dari tiga bersaudara putra John Patrick McEnroe, pensiunan perwira angkatan udara AS. Ia mengaku, antara lain, karena kurang konsentrasi, jadi tampak selalu lambat bereaksi di lapangan. Akibatnya, terlihat cukup jelas dengan gagalnya ia mengembalikan tak kurang dari 23 kali servis Annacone. Mengapa bekas juara dunia ini begitu menurun sekarang? Itulah topik yang tak henti-hentinya diperbincangkan para pengamat tenis sekarang ini. Kepada wartawan McEnroe sendiri menduga, itu karena ia terlalu keras memforsir persiapan untuk kembali terjun ke arena pertandingan. Ini semua menyebabkan bobot tubuhnya turun, sekitar 7 kg dari sebelumnya kurang lebih 77 kg. "Saya berusaha menyiapkan diri saya sebaik-baiknya, tapi tak begitu memperhatikan faktor lain yang ikut mempengaruhi usaha saya itu," katanya. Faktor-faktor itu, antara lain, menurunnya daya konsentrasi, seperti yang tadi dikeluhkan McEnroe. Atau faktor lain, seperti disebutkan beberapa pengamat, kurang berkobarnya antusiasme McEnroe. Dan ini, menurut mereka, bisa terlihat dengan berkurangnya juga spontanitas McEnroe terhadap apa saja di lapangan. Ia, misalnya, tak seperti sebelumnya, kini memang tak lagi banyak memprotes wasit atau memaki-maki, untuk apa saja yang diterimanya di lapangan. Ditambah dengan lama tak bertanding, dan turun sebagai pemain yang ditunggu publiknya untuk kembali jadi kampiun di lapangan, McEnroe, menurut mereka, secara mentalitas mengalami tekanan. Pelbagai faktor inilah, lebih kurang, menurut para pengamat tadi, yang ikut jadi penyebab kekalahan McEenroe. Dalam sejarah karier McEnroe, inilah kali kedua -- setelah ia kalah dari Erik van Dillen di turnamen Wimbledon, 1978 lalu -- ia tumbang di ronde pertama suatu kejuaraan grandslam. Marah Sakti, Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini