Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ada jalan lain ke All England

Dua mahasiswa Indonesia di Jemran: aryadeva aslim dan bambang dihardja diterima sebagai peserta all england 1981. pbsi keberatan. timbul pro dan kontra dalam hal ini. (or)

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGIKUTI turnamen All England, Aryadeva Aslim dan Bambang Dihardja telah resmi terdaftar, bahkan memakai nama Indonesia pula. Betulkah Indonesia? "Kami tidak kenal dan tidak tahu mutu permainan mereka," kata pelatih fisik, merangkap manajer tim Indonesia, Tahir Djide. Keberatan? "Tidak semudah itu orang boleh ikut All England," katanya lagi. Dari Indonesia memang tidak gampang. Para pemain harus mengikuti tahap demi tahap seleksi PBSI dari daerah sampai tingkat nasional. Jika tanpa seleksi, banyak pemain Indonesia diduga akan mengikuti turnamen akbar ini sekalipun harus bayar ongkos sendiri. Aslim dan Dihardja mendaftar, tanpa rekomendasi PBSI, untuk nomor ganda putra. Larry Landrey dari Komisi Pelaksana All England mengemukakan tak ada alasan menolak partisipasi mereka. "All England adalah turnamen terbuka perorangan, bukan negara," katanya. Tapi nama Indonesia untuk pasangan Aslim dan Dihardja kemudian dicoret oleh panitia kejuaraan setelah mendengar saran International Badminton Federation (IBF). Pasangan ini yang belajar di Jerman Barat akhirnya bertanding atas nama pribadi. "Kami semula menerima mereka karena kami mengetahui mutu permainan mereka," lanjut Landrey. "Pemain Inggris pernah berhadapan dengan mereka dalam beberapa kali kejuaraan internasional di Jerman Barat." Dari pengamatan panitia kejuaraan, Aslim dan Dihardja hanya bermain baik untuk partai ganda. Panitia konon menolak permintaan Aslim untuk ikut dalam nomor tunggal putra. Pasangan Aslim dan Dihardja di lapangan pertandingan memang tidak terlampau jelek. Mereka di babak pertama membendung pasangan Anatoly Skripko dan Evgueny Dianov dari Uni Soviet (5-15, 15-1, dan 15-6). Di babak lanjutan pasangan Malaysia Jailani Sidek dan Razif Sidek mencegat pasangan Aslim dan Dihardja (15-5 dan 15-7). Aslim seusai pertandingan itu mengatakan pergelangan tangan kanannya cidera hingga tak dapat memberikan perlawanan lebih baik. Tim Indonesia, walaupun memprotes, masih memberikan dukungan moral pada Aslim dan Dihardja. Keduanya malah diberikan petunjuk mengenai kelemahan dan kekuatan lawan -- terutama pasangan Sidek bersaudara. Siapakah mereka? Aryadeva Aslim 23 tahun, yang lahir di Palembang pernah di Jakarta bergabung dengan klub PG 16. Tahun 1970, ia menjadi juara junior Jakarta Barat. Tahun 1975, ia menjadi juara ganda kategori senior Jakarta Barat dengan partner yang tak jelas namanya. Sebagai mahasiswa Darmstadt Technische Hochschule jurusan teknik sipil, Aslim sekarang memasuki semester kelima. Bambang Dihardja, 25 tahun, berasal dari Bandung. Ia mengaku pernah menjadi anggota klub Mutiara -- perkumpulan yang melahirkan pemain tenar seperti Christian Hadinata, Imelda Wigoeno dan Ivanna Lie Ing Hoa. Di Keiserslautern, Jerman Barat, Dihardja adalah mahasiswa Institut Teknologi Tekstil pada semester kelima. Aslim dan Dihardja mulai berpasangan dalam mengikuti turnarnen terbuka di Swiss, 1978. Mereka dikalahkan oleh pasangan Jerman Barat di final. Sejak itu mereka hampir tak pernah berpisah lagi. Mereka mengikuti setiap tahun turnamen terbuka Belanda, Prancis, dan Jerman Barat. Dan sering mencapai babak semifinal. Untuk All England, menurut Aslim formulir pendaftaran mereka dapat dari ofisial Persatuan Bulutangkis Inggris yang pernah mereka kenal di Jerman Barat. Biaya perjalanan mereka peroleh dari bantuan KBRI di Bonn. Selain itu mereka mengantungi sepucuk surat Atase Kebudayaan Prof. Dr. Ir. Rubini untuk KBRI London dengan tembusan kepada PBSI. Surat itu memohon agar keduanya dibantu mengikuti All England. Dengan prestasi seperti sekarang, mereka belum tentu lolos seleksi untuk memasuki pelatnas di Jakarta. Tapi panitia pelaksana All England sudah percaya saja bahwa mereka itu baik. "Untuk tahun selanjutnya semua peserta harus mendaftar lewat induk organisasi negara masing-masing," kata Landrey. Sekiranya ingin ikut lagi, dan kalau PBSI tidak memperkenankan, Aslim dan Dihardja masih dapat mempergunakan nama Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jerman Barat. "Jadi, mereka bisa menggunakan nama klub Jerman Barat," kata Landrey.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus